Tetap Semangat Ke "Luar" Negeri
Karya. Ersalrif
Setelah berkutat dengan PPDB yang melelahkan, akhirnya Zainab mengangkat bendera putih, tanda menyerah.
"Mama nyerah deh, Neng!" seru Zainab lesu.
"Maaf ya, Ma!" sahut Lisa sambil menahan tangis.
Zainab langsung memeluk putrinya dengan lembut. Diusap punggung Lisa, yang mulai terguncang, karena sudah menangis sesegukan di dadanya.
"Kamu sudah melakukan yang terbaik, masih juara kelas, hanya saja, mungkin ini suratan dari Allah kamu harus melanjutkan ke swasta" hibur Zainab mencoba menghibur, "ingat ya, Neng! Semua prestasimu itu tak pernah sia-sia, dan tak akan menjadi sia-sia. Kalo ada yang bilang, percuma sertifikat juara lomba seabrek, tapi nggak bisa nolong kamu lewat jalur prestasi, anggep aja itu c4mbuk untuk kamu lebih maju lagi!" kata Zainab lagi untuk menyupport Lisa.
Zainab tahu betapa kecewanya Lisa. Walau dia juara kelas, nilai akhirnya tak bisa diadu dengan lulusan sekolah lain. Bahkan seluruh sertifikat lomba nasional dan internasional, ditolak.
Rasa kecewa terus menumpuk, saat kenyataan makin jauh dari harapan. Di jalur zonasi dia harus menelan pil pahit kembali. Lokasi rumah yang jauh dari sekolah, menempatkan Lisa di zona prioritas tiga.
Bukan itu saja, usia muda membuatnya semakin jauh, untuk bisa mendapatkan sekolah negeri.
"Kamu harus tetap semangat berprestasi di manapun nanti kamu sekolah, ya!" kata Zainab sambil mengusap air mata putrinya, "Mama cari sekolah yang dekat-dekat sini aja ya, Nak?" kata Zainab sambil menatap wajah Lisa yang masih murung.
"Cari sekolah yang biasa aja, Ma! Tidak perlu yang biayanya tinggi. InsyaAllah Lisa tidak mengecewakan amanah Mama!" sahut Lisa serak dan sarat getaran penuh rasa kecewa.