Mohon tunggu...
Ersalrif Ersalrif
Ersalrif Ersalrif Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Saya seorang single mom, bekerja serabutan. Hobi saya membaca, menulis, melukis dan daur ulang barang bekas. Saya seorang yang introvert, tapi berusaha belajar untuk dua buah hati saya. Menulis adalah sarana healing untuk hidup saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Celotehan Seorang Bocah

4 Desember 2022   15:14 Diperbarui: 4 Desember 2022   15:18 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi. Kumpulan majalah bekas.

Celoteh Seorang Bocah

Karya. Ersalrif.

Pagi beranjak memasuki hari Minggu. Di sebuah rumah petakan berpintu hijau, terdengar pekikan kegirangan seorang bocah laki-laki.

"Asyik hari Minggu! Ade bisa nonton film kartun, dong?" seru seorang bocah, sebut saja namanya, Momo.

Tak berselang lama, terdengar lagi cuitan suara lucunya dari pintu hijau yang masih tertutup rapat itu.

"Kok, tivinya tak ada gambar, Ma?" tanyanya keras, "apa antenanya mama copot?".

"Nggak Nang, antena masih dicolokin, kok!" sahut sang ibu dari belakang rumah.

"Tivinya nggak ada gambar, Ma! Hanya gambar semut tawuran, nih!" celotehnya sambil mencari chanel TV lain dengan remotenya.

Tak ada sahutan dari sang ibu. Bocah itu tetap duduk di depan televisi yang menayangkan gambar "semut tawuran".

"De, matiin tivinya!" seru sang kakak, sebut saja namanya, Sasa.

"Ade mau nonton film kartun, Kak!" sahut Momo masih menatap nanar ke tivinya.

Sorot matanya berharap tivi itu segera memunculkan gambar film kartun favoritnya. Setiap hari Senin-Sabtu dia tak bisa menikmati tivi, karena harus ikut ibunya yang janda, mencari nafkah, sekaligus mengantar jemput sang kakak sekolah.

Sasa menatap sedih sang adik, yang terus menatap tivi. Ibu merekapun tampak termangu, memandangi tivi yang terus berisik, tanpa gambar.

"Emang beneran tivi analog sudah tidak ada ya, Ma?" tanya Sasa kepada sang ibu.

"Iya, sudah mati sejak tanggal 02 November 2022, kemaren!" jelas sang ibu kelu.

"Trus, kita nggak bisa nonton tivi, dong?" tanya Sasa, yang langsung membuat Momo kaget.

"Kita nggak bisa nonton tivi lagi?" tanya Momo keras.

"Bisa, tapi harus beli alat lagi!" sahut sang ibu sambil duduk seraya mengusap kepala putra bungsunya dengan lembut.

"Mmm, denger-denger ada yang gratis, Ma?" sergah Sasa dengan tatapan penuh harap.

"Ada, mama sudah coba, tapi klak-klik kodenya, nggak bisa! Sekalinya keluar pesan, anda tidak termasuk penerima set top box gratis, hehe...," sahut sang ibu terkekeh.

"Berarti kita dianggap keluarga mampu ya, Ma?" sergah Sasa sambil tersenyum.

"Aamin...," sahut sang ibu sambil menengadah tangan dan mengusap wajahnya.

"Aamin ya robal alamin!" sahut Sasa dan Momo berbarengan.

"Alhamdulilah, anak mama pinter-pinter semua. Kalo ada ucapan menganggap kita orang mampu, kita harus segera aminin, ya! Biar dijabah Allah anggapan itu!" ujar sang ibu dengan tersenyum.

"Ya, Ma! Kita harus bersyukur dengan keadaan kita, bukan?" sahut Sasa sambil memeluk sang mama.

"Iya, iya... walau makan Senin Kamis, harus tetap bersyukur, karena masih banyak keadaan orang yang berada di bawah kita." ujar sang ibu sambil merangkul kedua anaknya itu dengan sayang.

"Matikan tivinya, biar irit listrik, Mo!" tegur ibu dengan lembut, "nih mama suapin, kali ini kita makan sayur asem dengan kuah yang melimpah! Hehe...," seru sang ibu sambil menyodorkan nasi dengan sayur asem yang berkuah banyak itu.

"Ayo, kita makan!" seru sang kakak seraya menghambur ke dapur.

Dia mengambil nasi secukupnya, dan mengambil kuah sayur yang banyak dan beberapa potong daging, yang bergerak bebas di dasar panci.

"Mama pintar sekali! Daging KJP dibagi empat,  dan dimasak setiap Minggu, hihi...," kekehnya riang.

"Naah, kan? Kita masih harus bersyukur, kan? Masih bisa makan daging dari tebus pangan murah, tuh!" sahut sang ibu lagi sambil tersenyum.

"Sabar ya, Ma! Nanti kalo Ade sudah besar, tiap hari kita akan makan daging terusss!" celetuk Momo dengan gaya lucu.

"Aamin..., jangan lupa santunin janda tua, dhuafa dan anak yatim piatu, Nang! Ingat keadaanmu sekarang ini, kamu harus perduli pada anak-anak yang bernasib sama sepertimu dan kakak!" nasehat sang ibu panjang lebar.

Sasa dan Momo mengangguk dengan tersenyum. Mereka melanjutkan sarapan pagi itu dengan nikmat. Biasanya ada tontonan kartun di layar tivi, kini sudah takkan ada lagi. Sang ibu berpikir beribu kali untuk membeli alat untuk bisa menonton tivi digital. Daripada ratusan ribu untuk beli alat itu, mending uangnya untuk beli beras atau susu untuk bungsunya itu.

Dia meraih majalah anak lusuh di lemari buku buatannya. Sambil tersenyum dia duduk di samping bungsunya dan membuka majalah itu di hadapan sang putra.

"Waah, seru tuh sepertinya?" celetuk Sasa sambil menunjuk sebuah gambar yang menarik.

Momo semringah melihat ke arah gambar yang ditunjuk Sasa.

"Mau mama bacakan ceritanya?" tanya sang ibu, saat melihat wajah putranya begitu tertarik dengan gambar yang ada di hadapannya itu.

"Mau, mauuu!" sahut Momo senang.

"Oke, sekarang mama akan membaca nyaring untukmu, Nang! Sebagai ganti tivi...," ujar sang ibu dengan senyum manis.

"Asyikkk, setiap Minggu ya, Ma?" seru Momo girang.

"Iya, setiap Minggu!" sahut sang ibu lagi dengan semringah.

Setelah itu terdengar suara sang ibu tengah membacakan cerita "Bona" dari majalah anak Bobo, yang dibelinya dari toko buku bekas di dekat terminal Pasar Minggu.

Terdengar beberapa cerita dibacakan sang ibu dengan begitu atraktifnya. Suara Momo yang mengomentari cerita, sungguh terdengar lucu. Sejak itu tak terdengar perdebatan lagi, tentang chanel tivi.

Momo terdengar menagih janji ibunya untuk membacakan cerita-cerita dari beberapa majalah Bobo lusuh lainnya.

Dari rumah pintu hijau itu, kita dapat belajar. Seorang anak dapat mengikuti hal yang positif yang ditawarkan sang ibu. Ibu Momo mampu mengalihkan kebiasaan anak menonton tivi ke hal lain, yaitu membaca.

Dengan kebiasaan baru itu, Momo melihat hikmah dari sebuah kesulitan. Akibat perubahan siaran tivi analog ke digital, dan mereka tak mampu membeli STB, mereka beralih ke membaca majalah anak bekas.

Walau sang ibu hanya bisa membelikan majalah bekas. Namun bacaan yang ada di dalam majalah itu, membuat anak-anak itu takjub. Banyak hal yang mereka baru tahu, lewat membaca majalah itu.

Ada flora-fauna, cerita tentang negara lain, tentang galaksi-angkasa luar, bahkan tentang ilmu pengetahuan.

Membaca bisa membuatmu keliling dunia, tanpa beranjak dari dudukmu, itu nyata.

Anak-anak itu kini menjadi hobi membaca. Membuka dunia lewat membaca, mengasah imajinasi lewat cerita-cerita yang mereka baca.

Ajari anak-anak untuk selalu bersyukur di segala situasi dan keadaan. Ajak mereka untuk menekuni hal-hal yang positif untuk perkembangan mereka.

Jakarta, 04 Desember 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun