Mohon tunggu...
Erni Irawati
Erni Irawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student at Sociology Education, State University of Jakarta

Saya adalah mahasiswi aktif di Pendidikan Sosiologi UNJ dengan kemauan tinggi yang besar untuk belajar hal baru dan memiliki hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Pelecehan Seksual di Universitas Riau dengan Menggunakan Teori Relasi Kuasa Michel Foucault

17 Desember 2022   16:03 Diperbarui: 17 Desember 2022   16:09 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG

Kekerasan seksual menjadi topik yang hangat dibicarakan beberapa akhir-akhir ini. Banyaknya kasus yang mencuat di publik tentang adanya kekerasan seksual memunculkan arti bahwa masih banyaknya pelaku-pelaku tersembunyi yang masih melakukan niatan jahatnya untuk melakukan kekerasan seksual. 

Kasus kekerasan seksual masih saja ditemukan di banyak lingkungan yang ada di sekitar kita. Salah satu lingkungan yang tidak lepas dari adanya kasus kekerasan seksual ialah Universitas. Kekerasan di dalam lingkungan Universitas terlebih oleh dosen atau petinggi kampus sering menjadi sorotan publik, hal ini “umum” terjadi tentunya karena relasi kuasa dan konflik kepentingan yang begitu kuat antara dosen dan mahasiswa. 

Dosen yang seharusnya menjadi sosok role model dalam pengembangan diri mahasiswa malah berbalik menjadi sosok yang hina melalui perbuatan kekerasan seksual tersebut. Dalam berbagai kasus, tentunya dosen memiliki peran yang kuat dalam lingkungan universitas, budaya sopan santun di Indonesia yang melekat menjadikan posisi dosen harus dihormati walaupun dosen tersebut melakukan hal yang tidak pantas dilakukan. 

Di lain sisi, mahasiswa, ialah kelompok yang memiliki ketergantungan kepada dosen atas pemenuhan gelar yang akan mereka dapatkan nantinya. Ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara dua pihak ini mengakibatkan salah satu pihak (dosen) mampu mengambil keuntungan yang bebas dan bahkan digunakan untuk melakukan hal yang tidak senonoh kepada mahasiswanya. 

Universitas menjadi lingkungan yang  tidak luput digunakan oleh predator seksual untuk menjalankan aksi bejatnya.  Bahkan, menurut data yang dikeluarkan oleh KOMNAS Perempuan pada tahun 2020, perguruan tinggi atau universitas menempati urutan pertama sebagai tempat paling banyak terjadi kekerasan seksual sejak tahun 2015 - 2021. 

Walaupun kekerasan seksual dapat terjadi oleh siapapun dan dimanapun, perempuan masih menjadi objek yang paling banyak menjadi korban dalam kekerasan seksual. Komnas Perempuan mengeluarkan data CATAHU pada tahun 2021, yang menghasilkan fakta yang mengejutkan bahwa  dalam kurun 10 tahun terakhir (2010-2020), angka kekerasan seksual terhadap perempuan telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, kekerasan seksual diawali dengan 105.103 kasus pada tahun 2010 dan mencapai 299.911 kasus pada tahun 2020 dengan rata-rata kenaikan 19,6% per tahunnya.

Dalam ratusan kasus yang diungkapkan oleh KOMNAS Perempuan di atas, terdapat salah satu diantaranya ialah kekerasan seksual yang dilakukan Syafri Harto selaku dosen kepada salah satu mahasiswinya berinisial L di Universitas Sriwijaya pada tanggal 4 November 2021. Dalam kasus ini, mahasiswi berinisial L mengalami kekerasan seksual dalam proses pengajuan proposal skripsi secara langsung. Pelaku bernama Syafri Harto bahkan sempat tidak mengakui perlakuan bejatnya dan mengancam balik L dengan ancaman 10 Miliar atas dugaan pencemaran nama baik. 

PEMBAHASAN

PELECEHAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS

Pelecehan seksual dapat terjadi dimanapun, namun terjadinya pelecehan seksual di lingkungan Universitas menjadi hal yang paling memalukan karena universitas dikenal sebagai tempat menimba ilmu, namun malah menjadi tempat sarang predator yang digunakan untuk melakukan aksi bejatnya. Hal yang lebih memalukan ialah beberapa kasus pelecehan seksual bukan hanya terjadi antara relasi mahasiswa dengan mahasiswa, namun dosen dengan mahasiswa juga menjadi kasus yang jumlahnya tidaklah dikit. 

Terjadinya pelecehan seksual di lingkungan kampus tentunya memiliki penyebab yang penting. Dilansir melalui Foucault (dalam Gordon,2018). Adanya tindakan pelecehan seksual dapat terjadi melalui kombinasi variabel antara kekuasaan, konstruksi sosial dan target kekuasaan. Kombinasi variabel tersebut tentunya dapat berakibat adanya kepercayaan diri pelaku kepada korban karena merasa memiliki power yang lebih untuk memanipulasi dan melecehkan korban. Korban sering diancam dengan berbagai macam hal yang membuat korban lemah. 

Dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen ke mahasiswa contohnya, banyak mahasiswa yang dijadikan target dalam perlakuan aksi bejat pelaku (dosen) karena mahasiswa memiliki ketergantungan untuk menyelesaikan studinya oleh dosen tersebut. Mahasiswa yang dijadikan target tentunya menanggung ekspektasi besar untuk lulus dari lingkungan sosialnya. Ekspektasi yang besar dalam pemenuhan studinya menjadikan mahasiswa tersebut diam ketika terjadi pelecehan seksual. Pelecehan Seksual di lingkungan Universitas berkemungkinan terjadi karena adanya kekosongan hukum dalam penanganan, perlindungan dan pencegahan korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, Padahal, dalam persoalan pelecehan seksual di lingkungan universitas dapat dilanjutkan melalui mekanisme pidana dengan berdasarkan pasal 18 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen ke mahasiswa sempat terjadi di Universitas Riau beberapa bulan belakang. Kasus tersebut viral di sosial media lantaran banyak mahasiswa yang berdemo untuk memperjuangkan kasus tersebut.

KRONOLOGI KEJADIAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI UNIVERSITAS RIAU

Kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada mahasiswi berinisial L ini mencuat ke publik diawali dengan postingan yang diunggah @komahi_unri di instagram. Dalam postingan tersebut, terdengar jelas pengakuan korban berinisial L yang menceritakan dengan rinci tentang kekerasan seksual yang telah ia alami terhadap pelaku Syafri Harto selaku dosen pembimbing proposal skripsinya sendiri. 

L bercerita bahwa kejadian kekerasan seksual tersebut terjadi pada tanggal 27 November 2021 ketika L dipertemukan oleh Syafri Harto di ruangan dekan FISIP UNRI, di dalam ruangan tersebut, menurut pengakuan L, tidak ada orang selain mereka berdua. Syafri memulai aksi bejatnya dengan mengungkapkan kata-kata yang ridak pantas kepada L seperti “ i love you “ dan lain sebagainya. Hal yang parah juga dilakukan Syafri dengan menggenggam badan L ketika hendak pamit keluar ruangan dan mencium pipi dan keningnya. 

Setelah kejadian tersebut, L merasa gemetar ketakutan saat hal tersebut terjadi, terlebih pelaku Syafri melanjutkan aksi bejatnya dengan berkata “mana bibir, mana bibir” kepada L, L berusaha menolak dengan mendorong Syafri Harto. 

KONFLIK KEPENTINGAN DALAM KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI UNIVERSITAS RIAU

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap aspek kehidupan manusia, selalu terdapat relasi kekuasaan atau kepentingan di dalamnya. Adanya konflik kepentingan yang terjadi di dalam setiap aspek sosial manusia tampak sesuai dengan perspektif teori struktural konflik yang diungkapkan untuk memahami dinamika yang terjadi di masyarakat. Dalam perspektif teori struktural konflik, masyarakat dianggap sebagai lapisan masyarakat yang mempunyai  urusan yang berbeda dan akan saling mengejar  tujuan yang berbeda melalui cara bersaing.  Hal ini juga diungkapkan oleh Lockwood dalam Jonathan Turner (1978) bahwa kekuatan di masyarakat yang saling bersaing dalam meraih kepentingan akan mengakibatkan adanya ketidaksetaraan sosia di tengah masyarakat l.  Selain Lockwood, simmel juga mengungkapkan bahwa otoritas dan kekuasaan atau pengaruh adalah karakteristik dari kepribadian suatu aktor yang dapat menimbulkan konflik. 

Tokoh sosiologi lainnya yang membahas tentang kepentingan ialah George C. Humans yang memperkenalkan teori pertukaran sosial (Exchange Theory). Humans berpendapat bahwa setiap tindakan individu dilakukan selalu atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu.  Dalam arti lain,kepentingan yang ada di dalam diri manusia akan membuatnya bertindak sesuai dengan latar belakang kepentingan itu sendiri. Humans juga menekankan, bahwa menurutnya, sosiologi hadir untuk memecahkan dan menelaah kepentingan kepentingan tersebut sebagai suatu masalah utama dalam sosiologi. 

Dalam contoh kasus di atas, terdapat dengan jelas konflik kepentingan yang ada di dalamnya. Dilansir dari tempo.co, Syafri Harto yang menjabat sebagai Dekan Fisipol Universitas resmi diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru sebagai pelaku yang tak bersalah atas tuduhan pelecehan seksual ini. Syafri berpendapat bahwa adanya tuduhan tentang adanya pelecehan seksual tersebut terjadi lantaran ia akan menjabat sebagai Rektor di Universitas Riau di tahun berikutnya. Namum, ketika diminta untuk wawancara lebih lanjut mengenai hal tersebut, Syafri menolak dengan berpura pura telepon agar tidak diganggu. 

Fenomena adanya konflik kepentingan yang terjadi antara Syafri dengan lawannya (orang yang ingin menjatuhkannya) dapat ditelaah melalui sosiologi. Walaupun Syafri telah dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pelecehan seksual tersebut, namun tentunya hal ini masih menjadi pertanyaan, apakah skema pelecehan seksual tersebut murni atas dugaan pencemaran nama baik atau Syafri lah yang “bermain” lebih dalam atas dugaannya tersebut. Syafri akan bertindak sesuai dengan kepentingan yang ada di dalam dirinya dan yang melatarbelakangi dirinya sendiri. Pada kasus ini, Syafri bertindak atas kepentingannya untuk melawan korban. Korban berinisial L pun bertindak atas kepentingannya yang dilecehkan begitu saja oleh Syafri. 

Syafri dan L sempat dipertemukan di ruang sidang pengadilan, dalam keterangan yang diajukan tempo, L merasa gemetar ketika diminta untuk menceritakan ulang tentang kejadian pelecehannya. Jika memang Syafri benar bahwa tuduhan atas kasus pelecehan seksual yang ia keluarkan hanyalah sebuah fitnah, tidak seharusnya L merasa gemetar ketika diminta untuk menjelaskan kejadian tersebut (yang menandakan trauma). Selain itu, tidaklah masuk akal bahwa L berani mengorbankan masa depannya (jika memang L menjadi kambing hitam dalam kepentingan seseorang) demi menghancurkan karir suatu dekan. 

RELASI  KEKUASAAN DI MASYARAKAT MENURUT MICHEL FOUCAULT

Dalam hubungan interaksi antara individu dengan individu, tentunya terdapat kepentingan yang dapat menyebabkan terjadinya relasi di dalamnya. Relasi yang kuat antara individu dan individu akan membuat kekuasaan yang tentunya dapat menguntungkan siapapun di dalamnya. Relasi kekuasaan sering disalahgunakan oleh individu, terlebih ketika di dalam diri individu tersebut ada kepentingan yang mendasarinya. Dalam membahas tentang kekuasaan, terdapat tokoh sosiologi bernama Michel Foucault yang membahas tentang relasi antara kekuasaan dan pengetahuan. Foucault terinspirasi dari pemikiran Nietzsche tentang adanya relasi dari kekuasaan dan pengetahuan yang nantinya dibahas lebih dalam secara sosiologi.  Dalam membahas tentang kekuasaan, Foucault mengaitkannya dengan bagaimana produksi pengetahuan berkaitan dengan cara seseorang mengatur dirinya sendiri dan orang lain. Dalam arti lain, Foucault berpendapat bahwa pengetahuan atau ilmu yang didapatkan seseorang akan mampu menghasilkan kekuasaan dengan cara menaikkan derajat orang tersebut menjadi subjek dan kemudian memerintahkan subjek tersebut dengan pengetahuan. 

Dalam menjelaskan lebih lanjut mengenai kekuasaan, Foucault juga menulis buku berjudul Power/Knowledge pada tahun 1980. Dalam bukunya tersebut, Foucault menyinggung tentang seks yang dilandaskan oleh kekuasaan (power and knowledge), Foucault memunculkan pemikiran semiotik dari Saussure yang berarti realitas sosial dan signifiant yang berarti penanda bagian dari bahasa yang berupa bentuk dan bunyi, juga terdapat signific yang berarti tanda bahasa yang berupa makna, nilai, dan konsep. 

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Foulcult mengatakan bahwa kekuasaan (power) memiliki korelasi dengan pengetahuan dan sebaliknya. Kekuasaan bagi Foucault berada pada strategi yang dioperasikan setiap jenjang. Hal ini memiliki arti bahwa kekuasaan bukanlah monopoli dari kalangan atau kelas tertentu karena kekuasaan memiliki sifat produktif yang berarti memproduksi pengetahuan. 

Foucault mencetuskan istilah “mikro fisik kekuasaan” yakni  aspek kekuasaan yang berada di dalam masyarakat secara keseluruhan. Menurut foucault, di dalam masyarakat terdapat benturan strategi dengan yang lain. Hal yang dianggap penting bagi foucault ialah tentang hasil dari benturan tersebut. 

Kekuasaan menurut Foucault memiliki perbedaan konsep dengan kekuasaan yang dicetuskan oleh Marxian dan Weberian. Bagi Foucault, kekuasaan bukan disebut sebagai relasi suatu kepemilikan properti atau privilege yang mampu dipegang oleh beberapa kecil masyarakat yang dicap terancam punah. Foucault menganggap kekuasaan sebagai suatu hal yang positif karena mampu memproduksi pengetahuan yang mengakibatkan adanya  hubungan interaksi yang beragam, menyebar dan mempunyai jangkauan  yang strategis. 

Dalam lingkungan modern, terdapat perbedaan antara masyarakat modern dengan masyarakat tradisional. Foucault menjelaskan bahwa masyarakat modern memiliki kekuatan disciplinary power dan bukan sovereign power. Disciplinary power memaknai kekuasaan sebagai bentuk normal dari kelakuan yang dibuat dengan mengoptimalkan pemanfaatan produktif dan reproduktif tubuh. Disciplinary power beroperasi menggunakan tubuh dengan mengabaikan bentuk normal dari kekuasaan tersebut sebagai bentuk proses pembiasaan dalam tubuh terhadap perilaku dan membuat subjek berada di posisi hasil kendaraan dan efek bagi kekuasaan Berbeda dengan sovereign power yang memiliki arti negatif yakni tentang pengabaian perilaku melalui kedisplinan terhadap hukum, sementara menurut Foucault, disciplinary power bersifat power produktif yakni mampu mengambil control kepada tubuh lewat mekanisme pengawasan dan diatur melalui proses normalisasi kekuasaan terhadap tubuh.

Foucault juga menjelaskan tentang adanya perbedaan relasi kuasa dengan relasi dominasi. Menurutnya, relasi dominasi mengatakan bahwa relasi antar subjek tidak berlangsung secara sejajar melainkan dengan berpangkat.  Relasi dominasi mempunyai ruang yang terbatas dalam penentuan pilihan atas suatu tindakan (Foucault,1982a). Foucault menjelaskan lebih lanjut bahwa relasi dominasi merupakan wujud  dari hasil  relasi kekuasaan yang  seimbang, sulit dipertahankan, aman, dan berhierarki. 

KETIMPANGAN RELASI KUASA DALAM KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI UNIVERSITAS RIAU

Dalam universitas tentu terdapat adanya relasi antar sesama individu di dalamnya. Relasi yang terjadi terus menerus ini akan mengakibatkan terbentuknya pola interaksi yang berbeda-beda antar individu. Relasi dosen dan mahasiswa menjadi salah satu relasi yang dominan karena adanya ketergantungan kebutuhan mahasiswa (dalam menyelesaikan studinya) kepada dosen tersebut. Dosen secara langsung maupun tidak langsung dibebankan peran sebagai pendidik mahasiswa tersebut untuk nantinya mampu menjadi pribadi yang lebih baik. 

Peran sebagai pendidik di lingkungan universitas sudah seharusnya melekat kepada setiap dosen dan dicerminkan melalui sikap dan perilakunya dalam lingkungan universitas. Namun, tidak sedikit dosen yang menyimpang dari peran yang dibebankan. Peran yang seharusnya digunakan untuk nantinya ditiru dan dijadikan pedoman mahasiswa, berbalik menjadi peran yang membuat mahasiswa trauma, peran tersebut ialah peran predator seksual.

Dalam kasus yang telah diungkapkan pada bab kronologi kejadian, tertulis dengan jelas bahwa terdapat peran yang misleading yang telah dilakukan oleh Syafri Harto. Mahasiswa yang polos dan penuh harap atas penyelesaian studinya, Ia (pelaku) lecehkan dengan otak jahatnya. Dalam kasus tersebut, terlihat dengan jelas adanya ketimpangan relasi kuasa di dalamnya yang mengakibatkan Syafri selaku pelaku mampu berani melakukan pelecehan seksual tersebut. 

Adanya ketimpangan relasi kuasa yang terjadi di dalam kasus tersebut dapat kita kaitkan dengan Teori Kekuasaan yang diungkapkan oleh Michel Foucault. Dalam pemikirannya, foucault menjelaskan adanya korelasi antara kekuasaan dan pengetahuan.   Ketika berbicara tentang kekuasaan, Foucault mengaitkannya dengan bagaimana produksi pengetahuan berkaitan dengan cara seseorang mengatur dirinya sendiri dan orang lain. Dalam arti lain, Foucault berpendapat bahwa pengetahuan atau ilmu yang didapatkan seseorang akan mampu menghasilkan kekuasaan. 

Berangkat dari pemikirannya tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa ketimpangan relasi kekuasaan pada kasus di Universitas Riau terjadi lantaran dosen yang bertindak sebagai pelaku memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan mahasiswa yang merupakan korban. Dosen yang merupakan pelaku berusaha untuk memanipulasi korban dengan mengancam jika kemauannya tidak diikuti, maka mahasiswa tersebut tidak mampu untuk menyelesaikan studinya. Hal ini dibuktikan dengan perkataan Syafri menurut korban yakni  “yaudah kalau nggak mau.”  yang membuat korban merasa tidak berdaya melalui manipulasi yang ia lakukan. 

Dalam menjalankan aksi bejatnya, Syafri menggunakan model relasi kekuasaan yang diungkapkan oleh Foucault yakni model relasi Governmentality. Dalam model relasi kuasa Governmentality,  kekuasaan dapat berlangsung jika subjek mempunyai pilihan terhadap kebebasan dan memungkinkan untuk mimilih tindakan yang paling berguna. Foucault mengartikan model relasi kuasa Governmentality sebagai model yang dibuat melalui interaksi subjek yang ditujukan untuk orang lain Arti lain dari model relasi kuasa Governmentality  ialah bahwa dalam relasi kuasa ini, adanya kecenderungan untuk mengontrol, membuat dan mengkontruksi bentuk-bentuk pilihan tindakan dari orang lain. 

Syafri sebagai pelaku menggunakan model Governmentality  yakni mengatur dan mengontrol korban melalui privilege yang ia miliki sebagai dosen. Munculnya privilege yang digunakan Syafri lahir karena adanya pengetahuan yang lebih dari dirinya daripada korban. Korban yang merasa dirinya tidak berdaya karena tuntutan ekspektasi masyarakat terhadap dirinya menjadi ketakutan dan tidak mampu menyuarakan hal yang terjadi. Korban yang berinisial L akhirnya melaporkan kegiatan yang Syafri lakukan dengan bantuan pers mahasiswa dan berujung kepada dicopotnya Syafri sebagai dosen dari Universitas Riau. 

Oleh sebab itu, pengetahuan memiliki peran yang unggul dalam munculnya kekuasaan di dalam diri masyarakat. Banyak masyarakat yang merasa lebih takut dan segan kepada orang-orang yang berpendidikan karena semakin tingginya pengetahuan yang didapati seseorang, maka hal tersebut mampu menaikkan derajat seseorang dan menyebabkan timbulnya kekuasaan di masyarakat. 

KESIMPULAN 

Pelecehan seksual menjadi topik yang seharusnya diglorifikasikan kepada seluruh entitas masyarakat karena hal tersebut tindakan kriminal yang tentunya akan membuat trauma sang korban. Terlebih, banyak korban yang tidak mampu untuk mengungkapkan kronologis kejadiannya karena banyak masyarakat yang masih kurang teredukasi tentang bahaya dan pentingnya kasus pelecehan seksual. Pun lebih dari itu, salah satu hal yang membuat korban enggan untuk speak up ialah adanya ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara korban dan pelaku.

Dalam kasus ini, korban dan pelaku merupakan dosen bernama Syafri dan mahasiswa berinisial L berasal dari Universitas Riau. Korban diduga mendapatkan pelecehan seksual saat bimbingan skripsi oleh Syafri yang berujung kepada dinonaktifkannya Syafri sebagai dosen dan dekan FISIP Universitas Riau. 

Penerapan kasus ini dapat dilihat dari relasi kuasa yang terjadi antara korban dan pelaku telah dijelaskan melalui teori relasi kuasa karya Michel Foucault. Relasi kuasa yang diungkapkan Michel Foucault menjelaskan tentang adanya korelasi antara pengetahuan dan kekuasaan. Pelaku yang memiliki privilege dengan banyak pengetahuan dapat berujung kepada penyalahgunaan kekuasaan (pelecehan seksual). Syafri sebagai pelaku menggunakan model relasi kuasa  Governmentality  yakni mengatur dan mengontrol korban melalui privilege yang ia miliki sebagai dosen. 

Selain itu, juga terdapat adanya konflik kepentingan di dalam kasus tersebut, konflik kepentingan dalam kasus ini ialah Syafri menduga bahwa adanya kasus ini merupakan bentuk dari percobaan musuhnya untuk menurunkan jabatannya karena Syafri akan maju menjadi rektor universitas. Konflik kepentingan yang terjadi dapat dilihat dari perspektif sosiologi yang diungkapkan oleh  George C. Humans yang memperkenalkan teori pertukaran sosial (Exchange Theory). Humans berpendapat bahwa setiap tindakan individu dilakukan selalu atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu.

SUMBER REFERENSI

CATAHU 2020 Komnas Perempuan: Lembar Fakta dan Poin Kunci (5 Maret 2021). (2021, March 5). Komnas Perempuan. Retrieved December 13, 2022, from https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021

Charles Lemert, Social Theory, The Multicultural and Classic Readings, Third 

Edition (Westview PRess 2004). page: 509

George Ritzer & Douglas J. Goodman. (n.d.). TEORI SOSIOLOGI MODERN (Edisi Ke -6 ed.). Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT).

Kekerasan Seksual di Kampus – LM Psikologi UGM. (2022, May 23). LM Psikologi UGM. Retrieved December 16, 2022, from https://lm.psikologi.ugm.ac.id/2022/05/kekerasan-seksual-di-kampus/

Kronologis Lengkap Vonis Bebas Kasus Pelecehan Seksual Syafri Harto Dekan UNRI. (2022, April 1). Nasional Tempo.co. Retrieved December 16, 2022, from https://nasional.tempo.co/read/1577206/kronologis-lengkap-vonis-bebas-kasus-pelecehan-seksual-syafri-harto-dekan-unri

Prof. Dr. I.B. Wirawan. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Cetakan ke-4 ed.). Prenadamedia Group

Republik Indonesia. (2021, November 8). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia. Retrieved December 16, 2022, from https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/11/permen-pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-perguruan-tinggi-tuai-dukungan

Scott, J. (Ed.). (2007). Fifty Key Sociologists: The Contemporary Theorists. Taylor & Francis.

Umar Kamahi. (n.d.). TEORI KEKUASAAN MICHEL FOUCAULT: TANTANGAN BAGI SOSIOLOGI POLITIK. CORE. Retrieved December 16, 2022, from https://core.ac.uk/download/pdf/234750251.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun