Mohon tunggu...
Erna Nurhasanah
Erna Nurhasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setia dan berkarya

Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan (HR. Abu Daud)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Edible Film dan Edible Coating dan Aplikasinya Pada Produk Perikanan

25 November 2022   12:30 Diperbarui: 25 November 2022   12:33 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Junianto, Annisa Nur Maharani, Wanda Agustinawati, Sri Lusi Mulyani, Erna Nurhasanah, Shally Auliyatul Hakim dan Putri Sahrani Alif

                      

  • Staff dosen departemen Perikanan_ Univeristas Padjadjaran
  • Mahasiswa Program Studi Perikanan -- Univeristas Padjadjaran

Pengemasan produk pangan adalah  proses pembungkusan dengan bahan pengemas yang sesuai demi mempertahankan dan melindungi makanan hingga sampai ketangan konsumen, sehingga kualitas dan keamanannya dapat dipertahankan. Plastik adalah salah satu bahan pengemas yang sering digunakan yang mengandung bahan kimia cukup berbahaya, lalu penggunaannya juga banyak menumpuknya limbah yang sulit diuraikan.   Oleh karena itu, kemasan biodegradable hadir sebagai bahan kemasan yang memanfaatkan limbah, sehingga tidak terjadi penumpukan limbah yang berlebih. Hal ini juga memicu kenaikan permintaan kemasan biodegradable yang dapat menjamin keamanan produk pangan antara lain melalui pengemasan dengan edible film dan coating. 

Edible film

Edible Film merupakan lapisan tipis fungsinya sebagai pengemas/pelapis makanan sekaligus bisa langsung dimakan bersama dengan produk yang dikemas. Edible film juga bisa digunakan sebagai pembawa senyawa lain, seperti vitamin, mineral, antioksidan, antimikroba, pengawet, bahan untuk memperbaiki rasa, dan warna produk yang dikemas.  Menurut Krochta (1994) Edible film ini memiliki sifat paermeabel terhadap gas -gas tertentu serta dapat mengendalikan migrasi komponen komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan komposisi nutrisi.

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat edible film diantaranya yang memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan tipis (film forming ability), mudah dirombak secara biologis dan relatif murah. Komponen penyusun edible film dapat terdiri dari hidrokoloid, lipida, dan komposit

sumber gambar : https://images.app.goo.gl/VTg4u5poTME1QjM88

Hidrokoloid merupakan  polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid dan mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Berdasarkan asalnya, hidrokoloid diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu hidrokolid utama, hidrokoloid utama termodifikasi, serta hidrokoloid sintetik.

Hidrokoloid yang dipakai untuk pembuatan edible film yaitu protein atau karbohidrat. Adapun film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (seperti contoh alginat, pektin, dan gum arab), kitosan dan pati yang dimodifikasi secara kimia.

Pembentukan film yang berbahan dasar protein dapat menggunakan gelatin, kolagen, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik karena bisa menghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik.

Edible film dari golongan hidrokoloid adalah polisakarida yang mempunyai keunggulan seperti selektif terhadap oksigen, karbondioksida, senyawa aroma, dan lemak, penampilan tidak berminyak, kandungan kalorinya rendah, serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk (Yulianti dan Erliana 2012).  Namun film hidrokoloid memiliki permabilitas uap air yang rendah karena sifat hidrofilik polisakarida (Syamsir, 2008 dalam Kasfillah et al., 2013).

Lipida adalah nama suatu golongan senyawa organik meliputi sejumlah senyawa yang terdapat di alam yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik tetapi sukar larut atau tidak larut dalam air. Pelarut organik yang dimaksud yaitu pelarut organik nonpolar, seperti benzen, pentana, dietil eter, dan karbon tetraklorida.

Film yang asalnya dari lipida  digunakan untuk menghambat uap air, atau bahan pelapis serta meningkatkan kilap pada produk-produk kembang gula. Film yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Krochta et al., 1994). Karakteristik film yang dibentuk oleh lemak tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunakan sebagai edible film antara lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak, monogliserida, dan resin (Hui, 2006). Lipida mengandung sifat hidrofobik (Krochta et al., 1994).

Edible film dari bahan lipid mempunyai kemampuan yang baik guna menghambat penguapan air dari produk. Kelemahan Edible film dari lipid murni yaitu penggunaan terbatas, karena tidak memiliki intregitas dan ketahan yang baik (Irianto et al., 2006).

Bahan film edible lainnya adalah komposit.  Komposit film terdiri atas komponen lipida dan hidrokoloid. Gabungan dari hidrokoloid dan lemak digunakan dengan cara mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida mampu meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid mampu memberikan daya tahan.

Pada edible film yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak mampu memberikan hasil memuaskan dibanding dengan yang dibuat dari emulsi campuran beberapa bahan (Garnida, 2006). Edible film dari komposit dapat memperbaiki film dari hidrokoloid dan lipid serta mengurangi kelemahannya (Murni et al., 2013; Irianto et al., 2006).

Contoh pembuatan efible film berbahan baku kitosan adalah sebagai berikut :  kitosan dilarutkan dengan asam asetat Glasial 1%. Proses pelarutan dilakukan sedikit demi sedikit agar tercapai sempurna.  Larutan kitosan yang sudah tercampur dipanaskan pada suhu 50C selama 60 menit dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer. Proses pengadukan ini untuk penyempurnaan pembentukan gel campuran kitosan dan asam asetat.  Larutan kitosan kemudian disaring dengan bantuan pompa vakum, agar gelembung udara dan kotoran yang terperangkap di dalam larutan dapat hilang.  Larutan kitosan yang sudah disaring kemudian dipanaskan kembali pada suhu 50C selama 15 menit, selama pemanasan dilakukan dengan penambahan plasticizer.  Larutan edible film kitosan dituang ke media cetak, dan kemudian dikeringkan pada suhu oven 60C selama 6 jam.

Kemudian  edible film yang didapatkan dapat  diaplikasikan pada produk bahan olahan ikan. Pengaplikasian dilakukan dengan bahan pangan dibungkus dalam edible film secara perlahan sampai tertutup.

Edible Coating            

Menurut Gennadios et al. (1990), edible coating adalah lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan. Menurut Santoso et al. 2004 . Keuntungan produk yang dikemas dengan edible coating yaitu (a) menurunkan aktivitas air pada permukaan bahan, sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari, (b) memperbaiki struktur permukaan bahan, sehingga permukaan menjadi mengkilat, (c) mengurangi terjadinya dehidrasi, sehingga susut bobot dapat dicegah, (d) sifat asli produk seperti flavor tidak mengalami perubahan, dan (e) memperbaiki penampilan produk.

Bahan yang digunakan untuk edible coating sama dengan bahan yang digunakan untuk edible film.  Golongan polisakarida yang umum digunakan sebagai bahan pembuatan edible coating yaitu pati dan turunannya, selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum arab serta kitosan.

Edible coating yang ideal harus meiliki syarat, antar lain tidak merubah warna dan bau dari produk, tidak berpengaruh pada kualitas dari suatu produk, harus melekat dan cocok dengan produk, harus ekonomis dan mudah terurai, serta tidak beracun (Prasad & Batra, 2015).  

Prosedur edible coating pada prinsipnya yaitu bahan edible coating dibuat suatu larutan.  Bahan pelarut tergantung dari bahan coating, misalnya untuk kitosan dilarutkan dalam asam asetat.  Kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut plasticer.  Setelah itu dapat diaplikasikan untuk coating.

Ada empat aplikasi edible coating, yaitu pencelupan (dip application), penyapuan dengan busa (foam application), penyemprotan (spray application) dan penetesan terkontrol (controlled drip application). Pencelupan (dip application) mempunyai keuntungan antara lain ketebalan materi coating yang lebih besar serta memudahkan pembuatan dan pengaturan viskositas larutan. Kelemahannya adalah munculnya deposit kotoran dari larutan.

Produk-produk Olahan Perikanan di Indonesia yang Umumnya Sering Menggunakan Edible

                                

Sosis Ikan

Sosis berbahan dasar daging ikan mempunyai sifat perishable food atau mudah mundur mutu dalam waktu yang singkat. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu melalui kemasan yaitu dengan edible coating. Pada umumnya bahan baku edible coating berasal dari hewani yaitu gelatin.  Penggunaan coating berbahan dasar semi refined karaginan relatif lebih murah dibanding dengan coating berbahan dasar gelatin.

Menurut Estiningtyas (2010) sosis ikan kurisi yang sudah dibuat dilepaskan dari pembungkus plastik lalu dicelupkan dalam larutan edible coating selama 1 menit. Sosis yang telah diberi coating dikeringkan pada suhu 40C selama 35 menit. Pencelupan dilakukan sebanyak 2 kali agar semua bagian sosis terlapisi secara merata, kemudian sosis disimpan pada suhu dingin.

Baso Ikan

Bakso adalah bahan pangan yang digemari oleh masyarakat di Indonesia. Dan termasuk produk diversifikasi hasil perikanan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable) apabila salah dalam melakukan penyimpanan. Kerusakan terjadi akibat mikroba yang tumbuh pada produk diversifikasi hasil perikanan. Maka dari itu, harus alternatif yang dapat meningkatkan umur simpan dari bakso ikan yaitu dengan edible coating.

Prosedur coating pakai yaitu metode  pencelupan yang mengacu pada penelitian Nasyiah et al. (2014) . Pembuatan Edible coating dari kitosan dibuat dengan cara melarutkan 20 gam kitosan dalam 100 ml asam asetat 1%, kemudian diaduk agar sebagian serbuk kitosan larut. Lalu, bakso ikan direndam selama  1 menit setelah diangkat dan diangin-anginkan.

Pempek

 Menurut Karneta (2013). Pempek merupakan salah satu jenis makanan tradisional yang terbuat dari campuran tepung tapioka dan daging ikan serta air es yang bertujuan untuk meningkatkan tekstur jadi lebih kenyal. Pempek yang disimpan pada suhu ruang dapat mengalami kerusakan, diakibatkan oleh bakteri dan jamur terindikasi aktivitas enzimatis transfer oksigen dan kadar air  meningkat. Pencegahan kerusakan tersebut memerlukan perlakuan khusus yaitu dengan menggunakan kemasan edible film. Pengaplikasiannya yakni dengan cara pempek dibungkus dalam edible film secara perlahan sampai semua tertutup.

DAFTAR PUSTAKA

Estiningtyas, H.R. (2010). Aplikasi Edible film Maizena dengan Penambahan Ekstrak Jahe Sebagai Antioksidan Alami Coating Sosis Sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Hui, Y.H. 2006. Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering Volume I. CRC Press, USA

Karneta R, Rejo A, Priyanto G, Pambayun R. 2013. Difusivitas panas dan umur simpan pempek lenjer. J Keteknikan Pertanian 1: 131-141. DOI: 10.19028/jtep.01.1.131-141.

Krochta, J.M., Baldwin, E.A. and M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, New York, NY.

Nasyiah., Y.S. D., dan Wijayanti, I. 2014. Aplikasi Edible Coating Natrium Alginat dalam Menghambat Kemunduran Mutu Dodol Rumput Laut. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 3(4):82-88

Prasad, N., & Batra, E. (2015). Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research Edible Coating (The Future of Packaging): Cheapest and Alternative Source To Extend The Post-Harvest Changes-A Review. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research. Issue, ISSN 2231-- 2560 No. 3 Vol. 5 Hal. 45-50.

Santoso, B., Amilita, D., Priyanto, G., Hermanto, H., & Sugito, S. 2018. Pengembangan Edible Film Komposit Berbasis Pati Jagung dengan Penambahan Minyak Sawit dan Tween 20. Agritech. Vol 38 (2): 119-124.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun