Bagi kekuatan rivalnya yang alot, ia menghadirkan pergerakan di bawah permukaan suatu gairah tanpa tubuh. Lucunya, diskursus subversif dalam tatanan, bukan kesatuan, karena ia menarik kembali kehadirannya. Saya kira, kedalaman selera yang dangkal membawa “keluar” dari energi hasrat tanpa hirarki pengetahuan. Ia tidak bisa dijejaki dalam hirarki kuasa dan pesona asal-usul.
Ketidaksesuaian antara yang “pasti” dan bisa diamati, "nyata" dan diverifikasi menyenggol diskursus ilmiah. “Ilmiah” berbeda dengan “filosofis” berakhir ketika terjalin kelindan sebagai hasrat untuk mengetahui.
Kata lain, diskursus filosofis tidak mutlak dijelaskan secara ilmiah. Itulah mengapa filsafat lebih dipilih sebagai karya sastra daripada nilai ilmiah. Kendatipun begitu, kerap diskursus filosofis memberi ruang bagi filsuf untuk mengembangkan matematika. Bertrand Russell telah berhasil “menganyam” filsafat dengan matematika, misalnya, sehingga dia memiliki ciri khas filsafat atomisme logis.
Lagi pula, matematika diakui sebagai ilmu yang membuat kita bisa terlatih menggunakan logika. Bayangkan filsafat tanpa logika atau dibumbuhi metode ilmiah agak terasa hambar.
Diskursus ilmiah dan diskursus filosofis bukan lagi hentakan kosong, didenda atau direbut paksa, tetapi, gairah tanpa batas. Katakanlah, perbedaan antara diskursus ilmiah seperti seleksi alam ala Charles Darwin atau relativisitas ala Albert Einstesin, dan diskursus filosofis seperti “manusia sebagai eksistensi yang meragukan” ala Gilles Deleuze atau “saya berpikir maka saya ada” dari Rene Descartes.
Karena itu, saya masih terjaga karena gairah hanya bisa berkembang subur antara penanda dan petanda, muncul ketika agen koloni mimpi: mimpi malam dan siang tidak terdiferensiasi dalam kengerian. Belum lagi, urusan tentang 'materi' berbeda sudut pandang antara fisika dan filsafat.
Sebaliknya, perbedaaan sebagai jalinan kelindan antara penanda dan petanda dalam kilatan malam seraya menyambut cahaya pagi. Penanda dan petanda bertujuan untuk membandingkan diskursus ilmiah dan filosofis. Kemurnian dan hasrat untuk mengetahui silih berganti nampak dalam kegilaan.
Tetapi, bentuk permukaan mata Anda yang terpancar adalah kedalaman hasrat tanpa ruang yang tergeometrikan dan terpetakan.
Sedangkan nafsu yang tersterilisasi melalui lompatan bahaya demi bahaya dari dalam diri. Pengetahuan tentang tatanan dipercayai sebagai cara terbaik melihat citra teror. Ia dengan jejak-jejaknya tidak mengenal lompatan gairah serampangan, melayang-layang dan mengartikulasikan kembali daya terakhir sejauh qua pengetahuan. Tatanan diskursus hanya memainkan citra yang menyeruak ke permukaan tubuh. Kita tidak perlu lama menyembunyikan tubuh sebagai tanda rahasia, karena kerahasiannya sebelum tatanan diskursus memainkan citra dan tatapan sepintas.
Segala sesuatu yang dibangkitkan dan disebarkan dengan gairah dingin bukan menandakan datangnya kelenyapan masa depan, peristiwa tragis atau munculnya bentuk penyiksaan murni, yakni anak santri disiram air cabai, misalnya. Karena tercantol gairah dingin, maka frasa itu bisa digeledah secara ilmiah dan filosofis.
Secara khusus, gairah adalah hilangnya rasa lesu, lemes, mager, "malas bergerak," rasa kantuk atau konsentrasi jadi buyar. Gairah ternyata di bawah kendali sistem aktivitas otak. Ini menurut psikologi.