Wajah lelaki tidak pucat sebagai gambar tiruan persis alat penghukuman tiruan yang terbuat dari tiang kayu dan tali yang sengaja diikatkan pada leher lelaki yang paling tersohor seantero negeri.
Bahwa ada perubahan mendadak yang Anda memperlihatkan sebuah gambar tiruan presiden Jokowi di ujung kuasa misalnya, harus dibawa dengan mobil tahanan dan dijebloskan dalam penjara sebelum mengakhiri hidupnya di tiang pancungan?Â
Anda sebagai massa protes menyaksikan sang algojo atau eksekutor menggantung tubuh tiruan Jokowi. Saya sendiri dari jauh, melalui media online sudah ngeri melihatnya. Saya seakan menyaksikan proses penghukuman yang tidak lazim diekspresikan secara bebas oleh para penghukum tiruan.Â
Gambar presiden berwajah Jokowi ada dalam penghukuman tiruan, di tiang pancungan mirip penjahat kelas kakap.
Begitulah yang dipertontonkan oleh para penghukum tiruan di antara  aksi massa protes yang melampaui seni teatrikal.Â
Yang menonton hukuman secara terbuka melalui aksi teatrikal membuktikan bagaimana kemampuan masyarakat untuk menghukum rezim penguasa yang dianggap telah membegal konstitusi demi kepentingan keluarga hingga mencoba untuk melanggengkan kuasa.
Tetapi, semuanya sudah tercium gelagat aneh dari akumulasi permainan politik. Tak ayal lagi, hukum menjadi alat politik.Â
Dalam masa yang hampir bersamaan, akumulasi kekecewaan berubah menjadi kemarahan sosial akibatnya jumawa dan menjurus pada abainya penyelenggaraan negara untuk mengindahkan konstitusi.
Apakah memang negara dengan seperangkat hukum diciptakan untuk dilanggar? Saya semakin ragu akan aksi unjuk rasa dari mahasiswa, guru besar hingga elemen masyarakat sipil lainnya yang menolak permainan politik anggota DPR RI untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi?Â
Jangan sampai negeri kita semakin parah? Saya tidak bermaksud bahwa konstitusi yang ditabrak dan dikangkangi oleh rezim penguasa menjadi pembenaran atas aksi teaktrikal dalam bentuk tontonan penghukuman pancung yang meniru tiruan dari luar justeru bukan murni buatan hukum kita.
Ajaibnya, di sana sekadar ada tanda ekspresif dari  pendemo untuk menggelar aksi teatrikal dengan jenis penghukuman tiruan di tiang gantungan.Â