Suatu gambar bukan hanya rentetan peristiwa keluar dari representasi, tetapi juga penyiksaan, bukan pengaturan, dan penampungan, bukan peniruan belaka.
Kita ingin memahami apa rahasia dari tubuh, tanpa disamarkan dengan obyek representasi yang sewenang-wenang memaksakan citra cermin sebagai pengganti abstraksi pergerakan subyek yang sejarak dengan titik pantulan gambar atau buku revolusioner (wah, terilhami dengan ‘hasrat revolusioner’ ala Deleuze-Guattari).Â
Begitupun juga teks tertulis, ia memiliki kekuatan sekaligus kontradiksi bagi yang tidak ingin terjerumus kedalam pembacaan tunggal, sehingga setiap aliran tulisan yang berbeda dengan aliran massa yang mengambang bebas.
Kini, gambar hanya bisa diselesaikan dengan gambar, tulisan dengan tulisan. Nyatanya, tulisan dari penulis hanya bisa dibantah dengan tulisan lain.Â
Pantaslah, aliran tulisan melibatkan aliran hasrat dan aliran modal. Di luar sana, sebuah lingkaran bayangan hitam ditemukan dalam kedalaman yang kosong (kesadaran, selera, moral). Aliran tulisan menyertai serangan-serangam nafsu birahi. Â
Sampai saat ini, bukanlah karena hanya proposisi meletakkan manusia dalam relasi-relasi tanda, tetapi, kita juga tidak bisa dipisahkan dengan penguasa, pendosa, dan budiman.Â
Kata lain, bahwa tulisan menjadi jejak dan tanda melalui peristiwa-peristiwa yang lucu, biasa, dan tragis agar bisa diingat kembali.
Akhirnya, ketidakhadiran kesadaran (pikiran) menjadi tanda hilangnya segala sesuatu yang masuk akal secara mutlak dan bersifat tunggal darinya. Kecuali ditata ulang peristiwanya melalui tulisan.
Sepanjang pengetahuan kita, peristiwa kejayaan sekaligus kehancuran kuasa. Gambar kuasa adalah suatu lintasan dan jejak yang memisahkan subyek dan obyek dengan jarak tertentu yang tidak teratasi dalam kelengahan tulisan, tempat dimana rezim tanda memulai mengalirkan materi sebagai sesuatu yang berbeda dengan "mesin abstrak" (hasrat).Â
Namun demikian, dalam tulisan yang plural, rezin kebenaran dari negara tidak serta merta dibentuk oleh penulis dan pembaca. Dia cukup jauh berpetualangan bersama birahi, selera, hasrat, kesenangan, dan khayalan sebagai "mesin abstrak." Suatu mesin abstrak itu ada sebelum rezim kuasa tumbang atau pra lengser keprabon Soeharto sebagai penguasa Orde Baru.
Kita berbicara sampai pada satu titik yang belum terpikirkan. Coba kita bayangkan. Hasrat untuk menyumbangkan rezim kuasa terpenuhi, tetapi lupa membangun sistem.