"Santai dan tenang aja hadapi capros-capres bestie. Lo kenapa jadi bete abis, yang capros-capres santai dan biasa-biasa aja. Kenapa lo yang ribut, siapa yang dapet?"Â
Makanya, kita masyarakat pemilih lebih adem dan santai saja menghadapi perbedaan pilihan politik.
Segala sesuatu yang kacau hanya karena remeh-temeh atau sejenisnya dengan bebas kita tergelincir dalam dunia baliho. Antarpendukung bisa berkelahi demi baliho menjadi semacam "lubang hitam." Karena itu, kita tidak lagi berpikir jernih dan berlapang dada hanya karena baliho tertentu dipasang.Â
Mestinya, baliho dan atribut lainnya sebagai ruang kreativitas. Ia bukan sumber perselisihan. Kasihan, apa kata tetangga soal baliho. Mereka akan menilai kita layaknya kekanak-kanakan gara-gara baliho dicopot.
Menurut hemat saya, baliho pasangan capres dan cawapres selalu seia sekata dengan politik. Baliho dari dan untuk kepentingan. Di luar itu, ia merupakan barang yang naif.Â
Tetapi, untuk semua pendukung capres dan cawapres, Anda bisa saja salah paham tentang baliho karena Anda memiliki kepentingan politik yang berbeda. Kita lebih khawatir jika baliho yang diturunkan berangkat dari pertentangan politik akibat "pangsa pasar" pemilih yang tidak seimbang antara satu dengan lainnya.
Begitulah kesalahpahaman dan kegalauan melanda kita, yang sebetulnya kita lebih lugu dan lucu amat daripada anak kecil yang bermain umpet-umpetan. Mestinya juga, baliho sebagai bentuk riang gembira.Â
"Lho kok kenapa kita bisa ribut karena baliho? Terus, apa iya masuk akal? Duduk perkaranya dimana? Apa dari berita politik melulu?"
Buktinya, kejelasan berita sudah sejelas-jelasnya. Kita bisa hening cipta sekaligus kita bisa tertawa bercampur malu tersipu-sipu.Â
Bagaimana bisa terjadi?
Terkait pencopotan baliho pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang beritanya mencuat dalam sepekan ini. Kita tidak menyediakan hasil identifikasi. Kita tidak mengulik beritanya. Meski terbatas pada berita berbasis ketelitian, maka kita bisa menjaga jarak yang sama dengan semua pasangan capres dan cawapres.