Tahun politik itu musimnya baliho. Terus, kita mau pasang baliho dimana? Di laut atau di awan?Â
Kalau begitu caranya agar tidak mengganggu pihak lain, lebih baik bikin aturan baru deh! Begitulah kalau kita terjatuh dalam wujud absurd. Padahal, letak baliho bisa diatur dan tidak mengganggu.
Lagi pula, siapa saja yang memasang baliho tidak membuat baliho lainnya ikut terganggu. Saya tidak tahu, mau ditaruh dimana kepala kita. Apa betul otak kita ditaruh di dengkul. Ini semakin ambyar cara berpikir kita.
Oh, si anu lebih gagah dari sosok-sosok di baliho lainnya dan kenyataan baliho menandakan justeru tidak sreg dan menyenangkan bagi pihak lain. Kita tahu soal baliho adalah sosialisasi relatif terhadap kepentingan politik.Â
Artinya, baliho berfungsi sebagai pertukaran simbolik. Dulu, perkenalan dan popularitas lewat bukan baliho. Dia mungkin akan dikenal lewat surat kabar, majalah, dan sejenisnya. Sekarang, baliho dibuat lewat percetakan digital dengan ukuran, bentuk, dan warna yang bervariasi.
Aduh, sayangnya. Masih ada pihak yang kurang doyan memakai pikiran logis dan rasional. Ada saja oknum yang tidak bersyukur dengan nalar. Sebaliknya, sedikit-sedikit reaksioner dan emosional. Yang kita cari kepala bisa panas, hati tetap sejuk.
Tentulah semua punya tantangan saat kita berbeda pilihan politik. Dari sesama anak-anak muda cukup mengerti atas kondisi panas adem politik. "Santai dan tenang aja hadapi capros-capres bestie. Lo kenapa jadi bete abis, yang capros-capres santai dan biasa-biasa aja. Kenapa lo yang ribut, siapa yang dapet?"Â
Makanya, kita masyarakat pemilih lebih adem dan santai saja menghadapi perbedaan pilihan politik.
Segala sesuatu yang kacau hanya karena remeh-temeh atau sejenisnya dengan bebas kita tergelincir dalam dunia baliho. Antarpendukung bisa berkelahi demi baliho menjadi semacam "lubang hitam." Karena itu, kita tidak lagi berpikir jernih dan berlapang dada hanya karena baliho tertentu dipasang. Mestinya, baliho dan atribut lainnya sebagai ruang kreativitas. Ia bukan sumber perselisihan. Kasihan, apa kata tetangga soal baliho. Mereka akan menilai kita layaknya kekanak-kanakan gara-gara baliho dicopot.
Menurut hemat saya, baliho pasangan capres dan cawapres selalu seia sekata dengan politik. Baliho dari dan untuk kepentingan. Di luar itu, ia merupakan barang yang naif.Â
Tetapi, untuk semua pendukung capres dan cawapres, Anda bisa saja salah paham tentang baliho karena Anda memiliki kepentingan politik yang berbeda. Kita lebih khawatir jika baliho yang diturunkan berangkat dari pertentangan politik akibat "pangsa pasar" pemilih yang tidak seimbang antara satu dengan lainnya.