Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memikatnya Adegan, Menjeritnya Layar

24 Agustus 2023   13:33 Diperbarui: 3 Januari 2024   09:46 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari obyek tatapan terhadap ngarai kekerasan dipantulkan dengan terorisme, tanpa cermin. Tetapi, cahaya matahari silih berganti dengan cahaya layar medsos yang menampilkan adegan teroris. Kecuali senjakala kebenaran yang merangkak, maka ’mata jahat’ muncul karena pikiran  yang picik. 

Lalu, adegan berbahaya dari teroris menjadi penampilan nyata yang menggairahkan sebagai obyek tatapan yang ditunaikan dalam tanda eskpresi. Kita perlu menyibak kembali citra, mimpi, khayalan, dan hasrat terhadap obyek tatapan menjadi adegan merenggut kelimpahruahan layar itu sendiri. Semuanya itu dianggap paling nyata direpresentasi sepanjang pengetahuan itu mengabdi pada indera-indera.

Kini, mereka melihat dunia nyata sebagai sesuatu yang perlu ’ditangkap’ dan ’diinterpretasi’ sebagaimana prasyarat dalam teka-teki dan aturan tanda, tanpa merepresentasikan gambar dan  jeritan, tiruan dan penggandaan teks pembaharuan baiat sang teroris. Ia mengundang interpretasi tidak berkaitan dengan rahasia-rahasia di balik penampilan obyek. 

Singkatnya, tanda seperti ini tidak lebih dari agen-agen representasi atau pengulangan jejak-jejak, berakhir ketika tanda-tanda kembali kabur, rapuh, dan penuh hura-hura, sekalipun berlindung di balik obyek tatapan yang becus pada penampilan tubuh dalam layar kekerasan dengan adegan yang menentang dari teroris. Nah, obyek tatapan atas terorisme melalui sebuah tubuh akan terbuang secara percuma.

Tanda-tanda yang dimegahkan dengan obyek tatapan dari ketegasan citra, warna, suara, dan hasrat. Dari satu sumbu ke sumbu lainnya menjadi layar kekerasan. 

Fantasi ideologi dari teroris dialirkan seiring dengan saldo rekening DE sebagai aliran modal yang berjumlah milyaran rupiah  dibekukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kelimpahruahan benda-benda menjadi kata-kata dinyatakan dengan nilai tukar rupiah demi terorisme. Sampai di sini, obyek tatapan diketahui sebagai obyek tatapan yang bisa mengambil-alih apa-apa yang tidak bisa digerakkan langsung melalui tubuh tanpa sokongan adegan tambahan mesin kekerasan berupa 16 pucuk senjata bersama sejumlah magasin dan amunisi. Aliran modal teroris menjadi sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh layar ”biasa.” Karena setiap aliran modal dalam bentuk saldo rekening DE dipersembahkannya hanyalah sekadar fantasi ideologi kekerasan yang semu. 

Adegan terorisme terjatuh kembali dalam ketidakpastian, kekacaubalaun, dan kekosongan esensi dari obyek tatapan. Adegan teroris dengan penampilan nyata dan seluruh tanda hasrat menjelma dalam layar kekerasan yang tidak terkira sebelumnya. Hanya satu titik temu gairah tubuh yang ditandai dengan adegan-adegan yang ditampilkan sebagai permainan kekerasan tanda di tengah fantasi dan hasrat untuk menghancurkan kehidupan.

Untuk itu, kita mengharapkan adegan dan layar memiliki tanda bahaya sebelum sang teroris melancarkan kekerasannya. Seluruh adegan dan layar kekerasan menampilkan dirinya sebagai obyek tatapan yang nyata sebelum lainnya bergerak secara teracak dan tumpang tindih. Adegan dan layar kekerasan bukan serta-merta bermuara pada sesuatu wujud yang bisa dipadatkan dalam benda-benda. 

Melalui obyek tatapan yang dimilikinya, adegan dan layar dengan segala rahasia yang dimilikinya bakal terkuak. Akhir dari representasi gambar keluarga teroris yang bermain tiba-tiba sirna dihadapan layar kekerasan mengantarkannya pada penampilan wujud nyata yang mengguncang sekaligus menyebalkan. 

Adegan kekerasan melalui terorisme. Dari sekian lama pentolan atau sekadar kader ideologis tidak hanya diletakkan kembali di layar tontonan sebagai obyek, yang setiap saat menghantui negara. 

Obyek tatapan dibangun kembali melalui fragmen-fragmen tubuh ke permainan kekerasan cahaya yang menyilaukan fantasi sang teroris. Di balik layar kekerasan teroris justeru terpesona dalam kelenyapan makna kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun