"Jadi ketika tuduhan itu begitu besar disampaikan di 2016, 2017, saya cuma berdoa semoga Tuhan memberi umur panjang, sehingga ketika saya bertugas di Jakarta saya bisa menunjukkan apakah Jakarta menjadi sebuah kota yang anti-pluralisme."
Pihak yang lebih mengetahui tentang sepak terjang Anies saat menjabat Gubernur DKI sudah tentu dari masyarakat sekitarnya. Yang ada cuma rata-rata komentar miring dari warganet. Selebihnya, jelas "gula-gula" dan mendukung Anies.
"Apakah Jakarta diskriminatif terhadap minoritas? Apakah Jakarta tidak beri ruang ke minoritas? Yang terjadi Jakarta justeru memberikan ruang kepada seluruh unsur yang ada di kota ini."
Pernyataan terbuka yang meyakinkan diperlukan guna membuka cakrawala warga tentang sosok Anies. Pernyataan itu diantaranya dari pentolan utama pendukung Anies. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh menyatakan pentingnya bukti pluralisme.
Obrolan tentang pluralisme bukan pepesan kosong. Bentuk-bentuk perjuangan yang diyakini oleh NasDem dimulai dari pemikiran-pemikiran dinamis, moderat, dan konsisten dalam ke-Indonesiaan yang top markotop. Surya Paloh mengingatkan jika pluralisme bukan penghias bibir. Ia harus membumi.
Padahal Surya Paloh justeru lebih jago beretorika daripada elite politik lainnya. Kata kuncinya, kepemimpinan yang profesional dan bermoral menjadi dambaan bersama. Lantas, kita salut pada Anies dengan syarat kepemimpinan nasional. Belum lagi tahapan penyampaian visi dan misi. Kita bisa membayangkan gaya Anies di hadapan publik. Aplaus untuk Anies (he he)!
Jauh dari bayang-bayang menara Eiffel, sebuah komunitas Relawan Ganjar Perancis (GP) mendeklarasikan dukungan pada Ganjar. Deklarasi dukungan tersebut tidak disertai oleh feisyen Paris. Busana relawan GP nampak jelas tidak berkesan glamor di negeri para desainer Perancis kelas dunia, sebutlah diantaranya Yves Saint Laurent, Christian Dior, Coco Chanel, dan Thierry Hermes.
Mereka memiliki keyakinan pada  nilai dan prinsip kemajemukan dan toleransi di Indonesia. Penampilan beken Relawan GP tidak melunturkan identitas bangsa: "Bhinneka Tunggal Ika." Begitu kata Ganjar.
"Visi Bhinneka Tunggal Ika harus kita rawat baik-baik, maka kalau ada yang mengganggu, yuk kita ingatkan bareng-bareng, sekeras-kerasnya."
Bagaimana dengan Prabowo? Dia sudah ditempa dengan penghargaan atas perbedaan. Terlatih dalam kehidupan yang penuh toleransi dan kebinekaan.Â
Miniatur kebinekaan ada dalam keluarganya berdasarkan suku dan agama. Diakui oleh seorang pengamat komunikasi politik tentang pluralisme Prabowo. "Prabowo kan tokoh pluralisme. Dia bukan tokoh yang sektarian. Di keluarganya saja sudah Pancasila sekali. Jadi, sangat salah orang mengusung dia dengan coba memainkan isu agama. Sangat tidak tepat." Kesaksian dari Emrus Sihombing diutarakan sekitar setahun Pilpres 2019. Ada jarak, tetapi tuntutan terhadap pluralisme, kebinekaan, dan toleransi selalu relevan, sekalipun zaman sudah berubah.