Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Wahyu Tanpa Tulisan Secara Otomatis Lenyaplah Makna: Catatan untuk Sukidi, Ph.D

18 April 2023   16:33 Diperbarui: 23 Juni 2023   07:36 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit demi sedikit, rangkaian kalimat atau huruf demi huruf dalam mesin tulisan menunjukkan tidak ada perbedaan bahasa matematika dalam mesin hitung. Istilah yang satu tidak menggeser istilah yang lain.

Dalam model permainan nyata, sistem kuasa mengemas dan menyebar teks tertulis di dalam rangka mengontrol pertumbuhan penduduk, seksualitas remaja atau obat terlarang. Sistem kuasa tidak membekali dirinya dengan teknik penggodaan, melainkan mengembangkan rantai produksi ketularan pada sesuatu yang terlanjur disenangi atau digemari. 

Sampai saat ini, tanda kuasa tidak berasal dari sistem politik atau sistem ekonomi, melainkan sirkulasi dan jaringan kontrol. Buku Foucaldian melihat institusionalisasi tulisan yang mengontrol publik. 

Setiap teks tertulis terlepas apakah membujuk atau tidak, ia hanyalah  bagian dari aparatur kuasa yang menyenangkan oleh siapa saja, bukan satu individu, dominasi dan hirarki belaka, tetapi pluralitas untuk menjelajah. Model teks tertulis dalam kuasa adalah penaklukan. Kuasa tulisan adalah untuk mengabadikan membaca Al-Qur’an yang dipadatkan melalui tulisan.

Kita tidak akan terburu-buru mengatakan bahwa wahyu adalah relasi kuasa alam pengertian yang sempit, terutama relasi produksi, kecuali kuasa dan tanda yang dialirkannya memiliki relasi antara teks tertulis dan penerapan, strategi dan kesejahteraan, jaringan dan keadilan. Ataukah, semuanya ini hanyalah tulisan? Suatu ungkapan bagi jaring laba-laba yang rapuh. Teks tertulis memperkaya dirinya sendiri karena wahyu yang mengarahkannya. 

Jadi, setiap teks tertulis dalam tanda keilahian menjadi suatu mekanisme yang serasi dengan wahyu. Teks tertulis melalui mushaf Al-Qur’an sebelumnya sebagai penandaan secara tertulis telah diprogram, dicetak, disebar, dan dievaluasi dalam tanda zaman. Dari titik ini, kata-kata yang telah diperbincangkan tidak lagi untuk diledakkan keluar, melainkan berada dalam mekanisme kontrol yang dimainkan melalui tulisan.

Setiap permainan yang disenangi dituntut mengejar posisi dan level status. Tulisan-simbol diproduksi oleh tulisan-simbol. Hakikat produksi kehidupan dan cara mekanis, kuasa dan pengetahuan adalah peperangan abadi yang disimbolisasi atau ditandai oleh dirinya sendiri. 

Bukan perpecahan, melainkan jalinan kelindang. Dari teks tertulis bergerak secara mekanis menerobos tubuh menjadi mekanisme hasrat untuk pengetahuan.

Kini dan sampai batas yang tidak dapat kita tentukan, makna tidak lagi sebatas sisi gelap dan terang, tetapi juga begitu kompleks pergerakannya makna menjadi permainan kembali dari tanda atau kata. Berapapun luasnya wilayah ketidakstabilan makna, saat ketidakhadiran bahasa lisan dari wahyu lantaran tulisan mengambil-alihnya. Lain halnya, ketika mekanisme pembacaan atas teks tertulis diisyaratkan dengan setiap babakan, pertukaran, pergeseran, pembalikan, dan hentakan perlu dibaca ulang agar pembaca dibuat lebih tentang pentingnya tulisan.  

Naskah yang dihafal atau dibaca berulang-ulang agar lebih fasih diucapkan di atas panggung sesungguhnya perkara metode untuk memikul beban dari proses pembacaan atau penyelidikan atas teks tertulis setelah wahyu. Teks tertulis dari Al-Qur’an tidak datang dengan sendirinya. Selain tulian dan mesin tulisan (apapun bentuknya) itu sendiri, penafsir terlibat langsung untuk memperkenalkan sejauh mungkin tentang cara pembacaan dalam setiap relasi yang dibentuknya. Jalinan kelindan menjadikan pembaca, penikmat, penonton, dan seluruh pihak yang terlibat atau tidak secara langsung akan mengagumi lekak-lekuk menggiurkan dari kesenangan yang nyata.

Sudah tentu, teks tertulis masih perlu ditafsirkan kembali secara luas dan beragam sampai pembaca bergerak dari satu celah ke celah lain. Penafsiran atas teks tertulis Al-Qur’an tidak keluar dari wahyu, kecuali kontekstualitas perlu dikembangkan akibat perkembangan zaman yang selalui dinamis dan cair.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun