Lain halnya, ketika Anda berada dalam mekanisme pembacaan atas teks tertulis diisyaratkan dengan setiap babakan, pertukaran, pergeseran, pembalikan, dan hentakan perlu dibaca ulang agar pembaca dibuat lebih kepo tentang pentingnya tulisan.
Naskah yang dihafal atau dibaca berulang-ulang agar lebih fasih diucapkan di atas panggung sesungguhnya perkara metode untuk memikul beban dari proses pembacaan atau penyelidikan atas teks tertulis setelah wahyu. Teks tertulis dari Al-Qur’an tidak datang dengan sendirinya. Selain tulian dan mesin tulisan (apapun bentuknya) itu sendiri, penafsir terlibat langsung untuk memperkenalkan sejauh mungkin tentang cara pembacaan dalam setiap relasi yang dibentuknya.
Sebuah jalin kelindan menjadikan pembaca, penikmat, penonton, dan seluruh pihak yang terlibat atau tidak secara langsung akan mengagumi lekak-lekuk menggiurkan dari kesenangan yang nyata.
Sudah tentu, teks tertulis masih perlu ditafsirkan kembali secara luas dan beragam sampai pembaca bergerak dari satu celah ke celah lain. Penafsiran atas teks tertulis Al-Qur’an tidak keluar dari wahyu, kecuali kontekstualitas perlu dikembangkan akibat perkembangan zaman yang selalui dinamis dan cair.
Dalam pemikiran Islam, bahasa lisan selalu diberi nilai tinggi.
Tetapi, bahasa tulisan diberi nilai “lebih” tinggi. Kita mengetahui, bahasa bahasa lisan menandai pembicara dan pendengar hadir secara serempak. Mereka tidak ada jarak spasio-temporal antara pembicara, pembicaraan, dan pendengar. Karena pembicara dan pendengar diandaikan terjalin kelindang dalam satu momen pembicaraan, dimana pembicara dan pendengar saling mendengarkan satu sama lain.
Masih ada anggapan bahwa dalam bahasa lisan belum tentu diketahui apa yang pembicara maksudkan. Memahami apa yang kita katakan berarti mengatakan apa yang kita tuliskan, serta mengetahui apa yang telah kita tuliskan.
Gambaran mengenai makna yang hadir secara penuh ini dari penafsir atau penulis. Menurut Derrida, ia merupakan wujud ideal yang melatarbelakangi pemikiran atau peradaban modern (Barat).
Mesin kertas atau tulisan otomatis yang menopang penafsiran atas teks memungkinkan akan melebihi wahyu karena konteks yang berbeda. Penulisan sebanyak penafsirang atas teks Al-Qur’an setelah diwahyukan. Tidak jauh dari hal tersebut, tulisan yang disusun dan memistifikasi siapa saja yang memiliki melek huruf yang tinggi.
Huruf-huruf yang tersembunyi apalagi yang nampak dalam mesin uang atau mesin kertas dinikmati oleh orang pada saat muncul tulisan otomatis yang tersibernisasi. “Tulisan dalam wahyu.” Tulisan bersifat imanen membuat wahyu melalui Al-Qur’an akan dipahami dan ditafsirkan dari segala macam persfektif.
Kesenangan atas tulisan adalah ketidakhadiran tidur atau malas. Ketidakhadiran total karena hilangnya sebagian tulisan.