Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ironi dan Kelucuan

26 November 2022   08:05 Diperbarui: 27 November 2022   19:58 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu kasus, orang setengah teler tertawa sendiri saat melihat tiang listrik. Dia melihat tiang listrik seperti orang yang sedang memanggilnya. Orang setengah teler itu tidak termasuk dalam ironi dan kelucuan.

Alasannya, karena dia tidak mempermasalahkan kebenaran. Yang tidak mempermasalahkan kebenaran bukan juga berarti divonis sebagai orang setengah teler. Jika ingin mempermasalahkan kebenaran, seseorang perlu memikirkan ironi dan kelucuan. Keduanya datang silih berganti dalam kehidupan.

***

Lucu atau tidak? Komedian pun tidak luput menghadapi ironi. Sebaliknya, ruang informasi yang menggeser pengetahuan  yang diminati kawula muda, jika tidak kecanduan berat terhadap medsos, diantaranya buku elektronik maupun lewat 'mbah' google. 

Kawula muda tidak perlu meratapi kematian Socrates karena gambaran perjalanan hidupnya begitu singkat, karena tersaji di ruang siber.

Dibandingkan hukum yang tidak memihak padanya menjadi takdir tidak mampu mengutuk pada siapapun atas nama manusia.

Kita wajar bertanya tentang hukuman apa yang setimpal dikenakan pada orang-orang yang merenggut hidup hingga nyawanya melayang hanya karena filsuf atau pemikir besar lainnya membela kebenaran dengan segenap jiwa dan raganya. Setidak-tidaknya dalam pikiran orang-orang yang melihat masih ada secerca harapan akan hari esok.

Bahwa, biarlah pihak yang mencelakai diri seseorang yang mengutuk dirinya sendiri dalam kehidupan manusia rasional agar lebih berdaulat. Sesungguhnya tidak ada lagi urusan besar dari ironi kehidupan yang bergerak mencari jejak-jejak kebenaran dan kebajikan kembali menjadi prinsip tertinggi. Kebenaran sebagai prinsip keniscayaan yang mendasari proses antara keadaan dan kenyataan, peristiwa, dan kondisi yang diharapkan.

Hal yang sama, ada pertimbangan orang-orang yang melihat masa depan, dari keadaan dimana manusia bertahan hidup melalui hiburan sesuai kelucuan (humor). Ironi sejenis kelucuan tersendiri. 

Keadaan menertawakan diri kita. Kelucuan mengatur irama konflik pikiran dengan nafsu, nurani dan godaan yang mengikuti hukum secara relatif untuk membujuk kita dan hingga melupakan keadaan kekacauan pikiran kita.

Sebaliknya, gangguan pada kelucuan justeru akan membawa kita dalam keadaan yang tidak diharapkan, energi patah semangat, bergeser dan hancurnya mencipta. Di atas semua hal itu, kematian Socrates bukan berarti kematian manusia atau kelenyapan makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun