Hari-hari belakangan terjadi kebijakan pemekaran provinsi. Untuk itu, kita mengapresiasi langkah pemerintah untuk menciptakan iklim kondusif menuju kehidupan yang lebih sejahtera di Papua.
Di sini, ada pertanyaan yang perlu digaris bawahi. Cukupkah dengan pemekaran provinsi di Papua?
Suatu hal yang menantang sisi terbalik dari gambar sesungguhnya berasal dari pernyataan penundaan atas wilayah pertumbuhan kuasa.
Tarik menarik penanganan prioritas permasalahan dalam tempo cepat, pembebasan dari ribetnya birokrasi.
Penataan administrasi pemerintahan yang efektif, dari ‘pusat’ ke 'daerah" betul-betul mencerminkan otonomi yang didambakan.
Cerminan otonomi diarahkan dalam ketajaman gambar diwarnai dengan perbedaan ganda berupa permukaan yang keluar dari hirarki dan representasi. Jangan hanya di atas kertas, buktikan juga di lapangan.
Diakui, tidak semua tuntutan masyarakat terhadap pemerataan “kue lapis” pembangunan secara adil betul-betul murni dari mereka. Tetapi, tuntutan mereka tidak berarti disepelehkan saja.
Perbedaan dan permukaan gambar peristiwa tidak bisa direpesentasikan dengan kesadaran.
Capaian kinerja program prioritas perlu dihubungkan dengan kebijakan kawasan pengembangan di Papua. Misalnya, sarat nilai ekonomi di balik kekayaan alam, yang tidak terlihat oleh mata publik.
Berapa besar dampak dari prioritas program pembangunan terhadap pertumbuhan inklusif (menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran) di Papua, misalnya.
Hal-hal tersebut masih perlu perhatian yang lebih besar di Papua dengan kebijakan otonomi khususnya.