Saya berpandangan lain. Kalau kita mengkaji atau menganalisis Doktor Said Rijal, sekarang ini sudah sulit membedakan yang mana Komunis, Muslim, Syiah, dan Non Muslim, yang mana kapitalis dan sosialis komunis? Apa alasanku?
Koperasi yang dikatakan sebagai soko guru ekonomi yang sesuai dengan asas kekeluargaan Indonesia, pada kenyataannya terjadi pada “anggota memakan anggota,” saling mengeksploitasi.
Perusahaan besar (seperti yang bergerak di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, perkebunan, energi, dan pertambangan, properti/perumahan), yang notabene berhaluan kapitalis dituntut untuk menjalankan CSR (tanggungjawab sosial perusahaan).
Fakta, dalam politik praktis umat (mayoritas terutama di daerah-daerah) di Indonesia tidak jarang melakukan hallal’a hullulu’ (menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan), memperalat orang lain demi kenikmatan politik dan hal itu berlangsung sampai sekarang. Bukankah praktik-praktik tersebut beraroma (telah mnenjurus) komunis?
Kita mengetahui bersama, bahwa Republik Rakyat Tionghoa (RRT) pasca-Perang Dingin tanpa malu-malu mencoba mempraktekkan sistem ekonomi pasar (kapitalisme global), sekalipun tetap mempertahankan rezim komunisnya.
Ideologi apapun yang dianut, ia akan diambilalih oleh “simulasi” dan “skenario,” yang menghegemoni global (termasuk politik AS cs).
Dimanakah Dunia Islam (termasuk umat Indonesia) yang kaya raya akan sumberdaya alam? Ditambah lagi peristiwa ironis di Timur Tengah (dunia Islam) saling cakar, dibodoh-bodohi, saling membunuh, atau ditunggangi oleh hegemoni global.
Doktor Nuh Bahrun. "Astaqfirullah azhim banyak istiqfar, sudah jelas di belakang Z, Komunis, Syiah, LGBT, Sekuler, masih tidak bisa dibedakan, maka hal seperti itu sudah buta hati, pendengaran, dan penglihatan. Wahai para penyokong di atas bertobatlah, sebelum ajal tiba!"
Saya menanggapi Doktor Nuh Bahrun, yang mempermasalahkan hubungan Z, Komunis, Syiah, LGBT, Sekuler.
Saya melihat tidak relevan lagi dengan Z, Doktor Nuh Bahrun. Menyangkut masalah Syiah, LGBT, sekuler, dan seterusnya, sekali lagi tidak ada hubungannya, karena jauh-jauh sebelumnya secara genealogi telah ada memang sejak dahulu.
Misalnya, masalah LGBT, bukankah akar-akar sejarahnya telah ada sejak Nabi Luth As dan kaumnya. Sekuler (secara harfiah, berarti dunia, saat ini, temporal, jangka pendek), selama kita masih hidup di dunia, kita tidak bisa lepas dari sekuler.