Daripada tidak sama sekali, lebih baik menyuarakan aspirasi masyarakat. Saya seperti agak tersendat suara di kerongkongan, ketika menyebut massa mahasiswa sudah berbeda sejak Mei 1998?
Bisa jadi, ‘redupnya’ aura KPK sebagai akibat dari pengesahan oleh DPR RI tentang Revisi Undang-Undang KPK RI.
Kini, bendera Merah Putih nampak masih samar-samar penampakan “berkibar setengah tiang” di depan halaman kantor KPK. Setelah pegesahan Revisi UU KPK akan menuju simbol kematian akan keadilan, kematian akan institusi anti korupsi di tanah air.
Keterusterangan berbicara kebenaran mengambil dari kata parrhesia yang pertama muncul dalam kesusastraan Yunani atas karya Euripides (484-407 SM) dan kata tersebut berkembang luas dalam dunia kesusteraan Yunani kuno hingga akhir Abad Kelima Sebelum Masehi.
Tetapi, ia masih dapat pula ditemukan dalam teks tertulis pada akhir Abad Keempat dan sepanjang Abad Kelima Masehi. Parrhesia ini selanjutnya dikembangkan oleh Michel Foucault dalam tradisi pemikiran filsafat di abad keduapuluh satu.
Lazimnya, parrhesia diterjemahkan dalam bahasa Inggris yang berarti “berbicara bebas-free speech” (dalam bahasa Perancis franc-parler, dan dalam bahasa Jerman dengan Freimüthigkeit). Parrhesiazomai atau Parrhesiazesthai adalah menggunakan Parrhesia, dan Parrhesiastes adalah orang yang menggunakan Parrhesia, yaitu: seseorang yang berbicara kebenaran. (Lihat Michel Foucault, Fearless Speech, Semiotext(e), Los Angeles, 2001, hlm. 11)
Bagi kaum intelektual muda, orang-orang perlu mewaspadai kebenaran yang terjatuh dalam dua jenis parrhesia, yaitu terdapat pengertian peyoratif hingga kata tersebut tidak terlalu jauh maknanya dari “ocehan,” yang terdiri dari perkataan sembarangan atau segala sesuatu terlintas dalam benak seseorang tanpa kualifikasi. Pengertian peyoratif teringat dalam Plato.
Misalnya, ada karakterisasi konstitusi demokratis yang buruk, dimana setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pesan sesama warga dan mengatakan mereka apa saja, bahkan hal-hal paling pandir atau berbahaya bagi warga kota.
Luapan keterusterangan berbicara diantara kaum intelektual muda (mahasiswa) menggunakan parrheriazesthai berarti “mengatakan kebenaran” (to tell the truth).
Permasalahannya, apakah para parrhesiastes mengatakan apa yang pikirkan benar atau apakah yang dia katakan sungguh-sungguh benar? Kemudian, karenanya ciri-ciri parrhesia yang kedua adalah selalu ada kejadian yang kebetulan sekali antara keyakinan dan kebenaran (2001 : 14).
Memang benar, pertanyaan tersebut yang diajukan oleh Foucault boleh dikatakan berlaku bagi siapa saja yang menginginkan perkataan kebenaran sekalipun kebenaran sebagai permainan dan getir sekalipun.