Satu langkah lagi terjadi hubungan seks di luar nikah terancam sebagai penyelewengan atau penyimpangan seks melalui sodomi dan satu jenis kelamin lainnya. Seks halal dan serba boleh di luar nikah akan mengkhianati hubungan seks secara legal membuat tindakan kekurangajaran menentang hukum perkawinan juga dianggap biasa-biasa saja.
Hubungan seks tanpa nikah dengan apa yang disebut ‘seks bebas’ dikaburkan seperti orang-orang terdengar berbisik-bisik dan hubungan seks melalui pernikahan secara resmi dan sah disyiarkan secara terbuka yang memungkinkan di hadapan khalayak ramai.
Pada satu sisi, kenikmatan seksual yang dianggap biasa-bisa di luar hubungan pernikahan yang sah, seperti perkosaan, perzinahan, incest badaniah (hubungan seks sedarah), dan sodomi membuka jalan bagi tindak penyimpangan seks.
Sisi lain, kenikmatan psikis dan badaniah dari homoseksual seperti dari kaum lesbi dan gay saat terjadi kekerasan seksual yang menimpa mereka justeru tidak dianggap sebagai bagian dari penyimpangan seksual.Â
Ia malahan dikaburkan dengan bentuk hubungan seks lainnya melalui inses dari ‘ayah yang menggagahi anak kandung perempuannya sendiri dan saudara sedarah laki-laki menghamili saudara perempuan sendiri’ dalam seks terlarang.
Paling ekstrim dari ketiadaan penghukuman dari negara tertentu atas penyimpangan seks melalui hubungan seks dengan ‘binatang’ dan dengan ‘mayat’.Â
Tidak mengherankan, bahwa sesuatu yang di luar pertanyaan bagaimana kenikmatan mereka untuk tidak menyenangi sesama jenis kelamin lawannya berlanjut pada ketertarikan pada bukan sesama jenis kelaminnya sendiri.Â
Penyimpangan seks merupakan wilayah netral melintasi titik samar-samar dari kebenaran yang dipasangkan dengan kenikmatan.
Penyimpangan seks dimasukkan dalam ruang yang sesungguhnya telah dikenal sebelumnya tetap sebagai bentuk kebejatan setiap saat menghantui anak dan saudara kandung perempuannya sendiri yang mengundang pendidik, dokter atau psikiater untuk menganalisis pelaku dimasukkan sebagai pasien atau si sakit mental.
Suatu kenikmatan yang bukan hanya lebih terinci melalui prostitusi, inses, dan pornografi, tetapi juga jenis dan bentuk penyimpangan seks yang dilakukan oleh pelaku hanya menganggap dirinya biasa-biasa saja atau diri mereka tidak menganggap telah mengidap sama sekali sakit jiwa.Â
Sebaliknya, mereka sebagai pelaku paling tidak mengira para pendidik, dokter, psikiater, dan penegak hukum telah mengidap sakit jiwa sebelum pelaku penyimpang seks dicap sebagai manusia bejat di balik kenikmatan.