Sehingga, untuk kegiatan seksual selalu melintasi zaman dan pengetahuan dengan seluruh bentuk rangsangan tidak dikenal sebelumnya.
Perhatian terhadap seks menciptakan (daya tarik) diskursus, bukan hanya melalui tulisan dan perbincangan tentang keasusilaan atau ketabuan.Â
Ia bukan sekedar pertimbangan rasionalitas dan irasionalitas, tetapi juga pengakuan seks bersifat kodrati sekaligus pengakuan atas pelanggaran dan penyelewengan seks.Â
Setiap pelanggaran dan penyelewengan seks bukanlah dibalas dengan kata-kata jorok dan gambaran senonoh yang membuat kita malu dan muak setengah sesak dari apa-apa yang ditimbulkannya.
Tetapi, seseorang masih enggan mengakui, bahwa dirinya telah terjerumus dalam kebenaran seks. Dari salah satu alasan untuk setiap zaman, endapan seksual akan membuka topeng bernama kemunafikan.Â
Paling penting, bukan rasa malu, muak atau jijik untuk melihat prilaku asusila dan pelanggaran seks lain, melainkan bagaimana kita menanamkan keterusterangan secara kodrati.
Pengakuan secara tulus untuk menanggulangi penyelewengan maupun penyimpangan seks dengan cara untuk menciptakan pengelolaan kebenaran seks yang lancung menjadi sesuatu yang lebih bertanggungjawab, terbuka, dan transformatif.Â
Pelanggaran batas dan penyelewengan seks memiliki kecenderungan pada alasan ekonomi dan motif lain. Pemujaan ekonomi seiring dengan pemujaan seksual.
 Seks bukan hanya permasalahan kedalaman hasrat dan kekaguman, melainkan kewaspadaan. Seks bukanlah semata suatu rangsangan, melainkan keteraturan dalam kehidupan.Â
Sehingga, seks perlu diungkapkan dan dibicarakan secara lebih berterus terang dan secara dialogis tentang tarik ulur antara pelanggaran dan kehormatan diri, penyelewengan, dan tanggungjawab secara kolektif dan individual.Â
Cobalah lihat! Seks online merebak di sekitar kita. Pelanggaran dan penyelewengan seks terjadi sebagai akibat keruntuhan atas kebenaran yang dimilikinya.Â