Jadi, dunia individu sebagai pertukaran 'kepastian langsung', banyak diyakini orang awam.Â
Dalam sebuah insiden kecil, dari oknum pesohor yang diperhadapkan dengan pertanyaan metafisika. Hal ini bagi kita justeru benar-benar merupakan serangkaian pertanyaan 'kaum muda terhadap individu yang berbahaya'.Â
Misalnya, dari mana asal-usul kejahatan yang terencana, terorganisir atau tidak? Mengapa aku percaya pada relasi sebab dan akibat, dari kondisi apa?
Apa yang memberikan hak-hak padaku untuk berkata mengenai "prinsip keadilan" dan  terlebih lagi kebenaran yang bertopeng dari kelompok dan institusi yang mengorbankan individu.Â
Satu kata, seluruhnya menjadi individu yang berbahaya. Ia menjadi mesin bagi dirinya sendiri. "Mesin hasrat untuk berkuasa sebagai penyebab pikiran (Deluzean)?" Seseorang memberanikan menjawab dan menentang pertanyaan metafisik sebelum individu yang berbahaya melihat seseorang lebih berbahaya dari individu lainnya.Â
Individu yang berbahaya seakan-akan mengetahui apa-apa yang akan terjadi padanya dibalik pikiran yang diselimuti oleh nafsu gelap.
Setidaknya "benar," "nyata," dan "pasti" akan diperhadapkan dengan setiap senyuman dan dua tanda tanya besar dari para filsuf. "Dengar bawahanku!" "Apakah sang reformis telah menggumuli seluruh atau sebagian saja yang dikuasai di bidang kehidupan? "Tidak mungkin Anda tidak salah."Â
Tetapi, mengapa kita tetap bersikeras terhadap kebenaran yang bertopeng, padahal gagal mendukungnya dari balik layar? Â
Disitulah tujuan kita, dimana inti rangsangan atau daya pikat politik kuasa pertama kali dibentuk menuju arah pembagian kesenangan baru dan diskursus tentang kebenaran.Â
Singkat kata, "di dalam" dan "di luar" rezim kuasa masing-masing memiliki daya pikat tersendiri, sekalipun dengan cara berbeda, diantaranya secara terpaksa menampilkan individu yang berbahaya.
Dibandingkan jika dia harus dilihat sebagai penegasan diri sebuah kelas dari individu yang berbahaya: perlindungan, penguatan, dan ketinggiannya, akhirnya akan diperluas pada yang lain sebagai individu yang tersosialkan (demi 'negara' dan 'bangsa' atau tujuan ideologis yang dicita-citakan, mereka rela mengorbankan dirinya dan mengorbankan pihak lain).Â