Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bisa Jadi Diskursus Politik Terpanas sebagai Obat Perangsang

10 Oktober 2022   09:05 Diperbarui: 2 Juli 2023   17:47 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena itu, jika wacana penundaan pemilu sebagai bagian dari kebebasan berbicara, maka sesuatu energi yang terungkapkan dari fantasi seksual tanpa "organ" (ala Deleuzean) diramu oleh elite politik. 

Gambaran penundaan pemilu tidak bisa dipaksakan sebagai sekadar ruang proyeksi dari kepentingan tertentu dengan berbagai mekanisme kuasa.

Lebih jelasnya, wacana tentang penundaan pemilu yang menggiurkan terlokalisir dalam kuasa elite politik. Wacananya merupakan langkah taktis, di mana fungsinya tidak seragam dan stabil.

Membayangkan satu wacana tersebar di antara wacana tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang tertolak.

Para elite politik mungkin akan membayangkan kedua wacana itu tidak berhadapan dengan wacana hukum sebagai landasan untuk menolak wacana sesudahnya. 

Sudah bukan rahasia lagi, konstitusi itulah yang membatasi dan menyirkulasi pemilu lima tahunan beserta masa jabatan presiden.

Anehnya, pihak yang menolak wacana terimbas dengan tantangan dan rangsangan "fantasi seksual" di bawah wacana kuasa elite politik. Yang menyeruak dari wacana tentang penundaan pemilu ke permukaan bukan wacana yang terdominasi.

Lebih penting bagaimana para elit politik membayangkan diri dalam fantasi seksual tanpa "organ" atau tubuh murni yang mengatasi nalar, sehingga mereka bisa bermain dalam ragam strategi.

Permasalahan bukan terletak di segelintir elite politik seakan-akan buta terhadap kenyataan dengan menjadikan alasan pandemi corona untuk menunda pemilu. 

Wacana tentang penundaan pemilu bisa saja kehilangan lokalitas bagi elite politik. Tetapi, saat seseorang terbuai oleh fantasi seksual, maka "lekukan tanpa organ" membuat elite politik berbicara.

Kerlap-kerlip fantasi dari sesuatu yang kasat mata malah begitu menggairahkan bagi elite politik. Permainan politik bisa dirujuk menjadi satu wacana yang jumlahnya masih sebatas wacana tentang penundaan pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun