Mohon tunggu...
Erlina Nurazizah
Erlina Nurazizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Gizi

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pendidikan Gizi Prakonsepsi bagi Calon Pengantin sebagai Upaya Menghindari Bayi dengan Gizi Buruk

1 Desember 2021   07:39 Diperbarui: 1 Desember 2021   08:02 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh:

Erlina Nurazizah

Nurseva Pinastika Utarling

Universitas Brawijaya

Gizi prakonsepsi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kesehatan seorang ibu dan janin yang dikandungnya. Namun, hingga saat ini masih banyak calon pengantin yang belum memiliki pengetahuan mengenai gizi seimbang pada masa prakonsepsi. Padahal, status gizi wanita pra nikah selama tiga sampai 6 bulan sebelum konsepsi akan menentukan kondisi bayi yang dilahirkan.  Akibatnya, banyak bayi lahir dengan  gizi buruk akibat kurangnya pemahaman orang tua mengenai gizi seimbang pada masa prakonsepsi. Bayi gizi buruk dapat dicirikan dari bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

Di Indonesia, angka kejadian bayi BBLR masih cukup tinggi. Bayi BBLR merupakan kondisi bayi yang memiliki berat badan kurang dari 2,5 kg. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, angka kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 6,2%. Provinsi dengan persentase kejadian BBLR paling tinggi yaitu Provinsi Sulawesi Tengah (8,9%), sedangkan provinsi yang memiliki persentase angka kejadian BBLR paling rendah adalah Provinsi Jambi (2,6%) (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Statistik, Kesehatan, & USAID, 2018).

Bayi BBLR dapat disebabkan karena kondisi bayi lahir prematur. Meskipun bayi BBLR bisa tetap hidup sehat, namun bayi BBLR rentan mengalami gangguan perkembangan kognitif, retardasi mental, infeksi, dan penyakit degeneratif.  Data dari World Health Organization (WHO) hingga 2018 menunjukkan bahwa terdapat 15 juta bayi lahir prematur di dunia setiap tahun. Kelahiran prematur ini ditengarai menjadi penyebab setidaknya 1 juta kematian anak di bawah usia 5 tahun pada 2015. Dikutip dari catatan tirto, beberapa kondisi ibu hamil dapat menyebabkan bayi BBLR, seperti infeksi selama kehamilan, berat badan ibu hamil kurang, riwayat BBLR sebelumnya, merokok, serta konsumsi alkohol dan narkoba.

Tingginya prevalensi bayi BBLR baik di Indonesia maupun dunia menunjukkan pentingnya mempersiapkan status gizi yang baik sejak masa prakonsepsi. Pengetahuan mengenai gizi seimbang pada masa prakonsepsi berperan penting dalam memenuhi kecukupan gizi calon pengantin sehingga dapat menghindari bayi lahir dengan gizi buruk. Akan tetapi, masih banyak calon pengantin yang belum memiliki pengetahuan mengenai gizi seimbang pada masa prakonsepsi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya calon ibu yang mengalami Kurang Energi Kronik (KEK) dan anemia.

Bayi dengan gizi buruk cukup banyak terjadi di Indonesia, hal ini disebabkan oleh masalah kesehatan pada wanita seperti kekurangan energi kronik, anemia dan lain-lain. Penyebab lainnya dapat berupa rendahnya pengetahuan mengenai kebutuhan gizi yang harus terpenuhi pada masa kehamilan sehingga menyebabkan rendahnya asupan gizi yang diterima ibu hamil pada masa kehamilan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan adanya pendidikan gizi prakonsepsi bagi para calon pengantin guna mencegah adanya kemungkinan bayi lahir dengan gizi buruk.

Contoh kasus di daerah Sumatera Barat, terdapat kejadian bayi baru lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) sebesar 4,6% dan PB < 48 cm sebesar 19,8%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh status gizi yang buruk selama masa kehamilan. Mengingat di Indonesia saat ini masih banyak masalah kesehatan yang terjadi pada perempuan seperti KEK (Kekurangan Energi Kronik), anemia, dan HIV.

Selain sebagai upaya untuk mencegah bayi dengan gizi buruk, pendidikan gizi prakonsepsi juga penting karena gizi pada periode prakonsepsi merupakan faktor penting untuk mendukung kesehatan dan kelangsungan hidup ibu yang tentunya juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan bayi baik saat masih di dalam kandungan maupun setelah dilahirkan.

Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan upaya pemberian informasi seputar gizi yang tepat melalui pendidikan gizi prakonsepsi pada para calon pengantin. Hal tersebut perlu dilakukan agar wanita dalam masa prakonsepsi mendapat pengetahuan gizi yang cukup sehingga memiliki bekal pengetahuan seputar gizi yang baik untuk mencegah adanya masalah kesehatan selama proses kehamilan dan mencegah bayi lahir dengan gizi buruk karena status gizi selama masa prakonsepsi akan menentukan kondisi bayi yang dilahirkan.

Berdasarkan uraian singkat diatas, artikel ini difokuskan pada pemberian pendidikan gizi prakonsepsi bagi calon pengantin sebagai upaya untuk mencegah adanya kemungkinan bayi lahir dengan gizi buruk. Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pendidikan gizi prakonsepsi bagi calon pengantin yang tepat dilakukan untuk menghindari bayi lahir dengan gizi buruk.

GIZI PRAKONSEPSI DAN BAYI GIZI BURUK

Masa pranikah erat kaitannya dengan masa prakonsepsi karena pada masa tersebut pasangan pengantin akan segera menjalani proses konsepsi setelah menikah. Masa prakonsepsi merupakan masa yang terjadi sebelum masa kehamilan. Masa prakonsepsi berlangsung sekitar tiga bulan hingga satu tahun sebelum terjadinya konsepsi. Masa prakonsepsi yang ideal yakni sekitar 100 hari sebelum konsepsi atau setidaknya ketika ovum dan sperma telah matur (Simatupang, 2018). Status gizi wanita pra nikah selama tiga sampai enam bulan pada masa prakonsepsi merupakan faktor penting kelahiran bayi normal dan sehat. 

Pemberian pendidikan gizi pranikah bagi calon pengantin cukup penting untuk dilaksanakan guna memberikan pengetahuan dan bekal yang cukup bagi calon pengantin agar dikemudian hari memiliki persiapan yang matang dalam menghadapi proses kehamilan dan menghindari kasus bayi lahir dengan gizi buruk. Wanita dan pria dalam masa pranikah harus menjaga kecukupan gizi yang seimbang sehingga dapat menunjang fungsi alat-alat reproduksi mereka sehingga dapat bekerja dengan optimal serta menghasilkan sel telur dan sel sperma dengan kualitas yang baik untuk melancarkan proses pembuahan. Gizi seorang calon ibu yang baik juga memiliki peran yang penting dalam penyediaan nutrisi untuk proses tumbuh kembang janin (Doloksaribu dan Simatupang, 2019). Bagi calon ibu, status gizi akan mempengaruhi kondisi selama periode kehamilan serta kondisi bayi yang akan dilahirkan nanti.

Status gizi bayi mulai terbentuk sejak masa dalam kandungan hingga usia dua tahun atau biasa disebut sebagai periode emas. Pada periode emas ini, pertumbuhan dan perkembangan bayi sangat pesat sehingga diperlukan asupan gizi yang seimbang. Asupan gizi yang seimbang bagi ibu hamil dan janin akan membuat bayi lahir dengan sehat dan memiliki berat tubuh yang normal, serta menunjang proses tumbuh kembang bayi setelah dilahirkan. Sebaliknya, asupan gizi yang tidak terpenuhi dapat membuat bayi lahir dengan gizi buruk sehingga tumbuh kembangnya dapat terganggu.

Gizi yang didapatkan selama 1000 hari pertama kehidupan sangat penting sehingga dapat menyebabkan dampak yang buruk apabila tidak terpenuhi (Ayudia dan Putri, 2021). Pengaruh dari tidak terpenuhinya gizi dalam periode 1000 hari pertama kehidupan tidak hanya terhadap perkembangan fisik, namun juga terhadap perkembangan kognitif yang nantinya akan mempengaruhi kecerdasan dalam berpikir, serta produktivitas kerja seorang individu. Jika hal ini tidak diatasi sejak dini, maka akan timbul kemungkinan bahwa di masa depan nanti ketika memasuki usia dewasa dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan seperti hipertensi, stroke, dan diabetes. Penyakit degeneratif ini dapat terjadi di masa depan jika kebutuhan gizi dalam periode 1000 hari pertama kehidupan tidak terpenuhi dan dilanjutkan dengan asupan gizi yang kurang baik setelah melewati periode tersebut. 

Kurangnya pengetahuan mengenai gizi prakonsepsi dapat menjadi penyebab kurangnya asupan gizi bagi ibu hamil dan janin. Akibatnya, janin dapat mengalami kegagalan pertumbuhan selama dalam kandungan sehingga menyebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Gizi buruk juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) serta Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang tinggi disebabkan oleh status gizi ibu hamil yang buruk. Ibu hamil dengan status gizi buruk, seperti mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) memiliki kecenderungan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih tinggi dibandingkan ibu yang memiliki status gizi baik. 

Gizi buruk pada bayi baru lahir merupakan salah satu penyebab Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun lebih dari 20 juta  bayi atau sekitar 15% bayi di dunia lahir dalam kondisi BBLR. Di Indonesia, angka kejadian BBLR sebesar 9-20%. Angka kejadian BBLR di Indonesia berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain (Maryunani, 2013:11). Kondisi bayi BBLR ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan kematian pada bayi.

Secara garis besar, terdapat dua faktor yang mempengaruhi bayi lahir dengan kondisi  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), yaitu faktor maternal dan faktor janin. faktor maternal yang mempengaruhi BBLR diantaranya adalah usia ibu hamil yang masih terlalu muda atau sudah terlalu tua (<20 tahun dan >35 tahun), jarak persalinan yang sebelumnya dengan kehamilan selanjutnya terlalu pendek, keadaan ibu yang bekerja terlalu berat, sosial ekonomi, status gizi, perokok, pengguna obat-obatan terlarang, konsumsi minuman beralkohol, dan masalah kesehatan yang dialami ibu hamil (anemia berat, pre eklamsia, dan infeksi kesehatan lainnya). Sedangkan faktor janin yang menyebabkan kondisi BBLR dapat berupa cacat bawaan dan infeksi yang terjadi dalam kandungan selama proses kehamilan (Sulistyorini dkk, 2015:1). 

Bayi lahir dengan gizi buruk dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya yang dapat berlanjut hingga dewasa. Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah juga berisiko mengalami kematian yang lebih tinggi dibanding bayi lahir dengan berat badan normal (Permatasari, 2010:2). Dampak gizi buruk pada bayi lainnya yaitu risiko penyakit infeksi, seperti gangguan pencernaan. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang tidak kuat akibat kekurangan zat gizi terutama vitamin dan mineral yang memiliki peran penting dalam sistem kekebalan tubuh, misalnya vitamin C, zinc, dan zat besi. Selain itu, bayi dengan BBLR juga memiliki resiko tinggi terkait kondisi tubuh yang lebih lemah dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat normal karena organ-organ tubuhnya belum dapat berfungsi secara optimal. 

PENDIDIKAN GIZI PRAKONSEPSI BAGI CALON PENGANTIN

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam pengetahuan seseorang, terutama kaitannya dengan masalah gizi dan kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah (Deshmukh dkk, 2006). Sehubungan dengan itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari bayi lahir dengan gizi buruk yaitu dengan dilakukannya edukasi kepada masyarakat terhadap pentingnya pengetahuan gizi yang seimbang. Salah satu kelompok dalam masyarakat yang perlu diberikan pendidikan gizi adalah para calon pengantin, hal ini dikarenakan calon pengantin merupakan individu yang akan segera menuju kehidupan rumah tangga dan bersiap untuk memiliki keturunan. 

Pengetahuan mengenai gizi memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi seseorang karena tingkat pengetahuan akan mendorong perubahan sikap seseorang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan mengenai gizi yang masih kurang dapat mempengaruhi pemikiran seseorang dalam memahami konsep, prinsip, serta informasi yang berhubungan dengan gizi. Kurangnya pengetahuan mengenai gizi juga dapat menyebabkan seseorang mudah termakan oleh informasi hoax seputar gizi. Maka dari itu, diperlukan sebuah upaya untuk meningkatkan pengetahuan mengenai gizi yang dapat dilakukan dengan pemberian pendidikan gizi. Pemberian pendidikan gizi ini akan mendorong seseorang dalam segi pengetahuan, sehingga mereka akan dapat melakukan perbaikan sikap.

Pengetahuan seorang calon ibu mengenai pentingnya asupan gizi seimbang selama masa prakonsepsi dan kehamilan dapat meningkatkan kesadaran akan pemenuhan gizi sebelum ia hamil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Fauziyah (2012) di Kota Tegal yang menunjukkan pengaruh pendidikan gizi prakonsepsi terhadap pengetahuan dan sikap seseorang sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Setelah dilakukan intervensi, terdapat kenaikan pengetahuan subjek penelitian mengenai gizi dari kurang baik menjadi baik sebesar 24,2%, sedangkan pada skor sikap terdapat kenaikan sikap dari kurang baik menjadi baik sebesar 36,45%.

Pengetahuan gizi prakonsepsi meliputi segala bentuk pengetahuan dan informasi yang perlu dimiliki oleh setiap individu dalam masa prakonsepsi. Pengetahuan gizi prakonsepsi dapat mencakup kebutuhan zat gizi makro maupun mikro, skala kebutuhan terhadap zat gizi, sumber zat gizi yang dapat diperoleh, serta batas zat gizi yang dapat dikonsumsi. Pendidikan gizi yang diberikan kepada calon pengantin ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan mereka seputar gizi yang baik dan sesuai dengan kebutuhan. Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan (Mahirawati, 2014). 

Calon ibu hamil harus memiliki pengetahuan tentang gizi seimbang sebelum masa kehamilan sehingga dapat meningkatkan kesadaran mengenai pemenuhan kebutuhan gizi sebelum calon ibu tersebut hamil (Saptawati, 2012). Dengan demikian, maka para calon ibu akan mempersiapkan dengan sebaik mungkin asupan zat gizi mereka sebelum dan selama masa kehamilan tiba. Meskipun demikian, pendidikan gizi prakonsepsi ini tidak hanya diberikan pada wanita selaku calon ibu saja, tetapi juga perlu diberikan kepada pria selaku calon ayah yang akan bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kebutuhan calon ibu dan bayi selaku anggota keluarga.

Pendidikan gizi prakonsepsi diberikan dengan tujuan meningkatkan status gizi calon ibu dan ayah sehingga dihasilkan sel sperma dan ovum yang berkualitas baik guna melancarkan proses pembuahan. Pendidikan prakonsepsi juga bertujuan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi selama masa kehamilan sehingga kondisi janin selama masa kehamilan dapat terjaga dengan baik dan bayi lahir dengan sehat tanpa adanya masalah kesehatan yang serius. Pendidikan gizi prakonsepsi ini dapat diberikan melalui kegiatan penyuluhan dan konseling gizi. 

Penyuluhan gizi bagi calon pengantin ini dilakukan oleh tenaga kesehatan terkait. Kegiatan penyuluhan gizi bagi calon pengantin ini memerlukan kerjasama antara Dinas Kesehatan dan Departemen Agama untuk mengetahui calon pengantin yang mendaftarkan diri untuk melaksanakan pernikahan sehingga mendapat pendidikan mengenai gizi prakonsepsi. Kegiatan penyuluhan gizi ini dilakukan secara rutin dan terjadwal serta harus diikuti seluruh rangkaiannya oleh calon pengantin. Penyuluhan gizi ini dilakukan beberapa kali dengan materi yang berbeda sehingga dapat memberi pengaruh signifikan dalam meningkatkan pengetahuan gizi prakonsepsi bagi calon pengantin. 

Dalam memudahkan penyuluhan gizi, tenaga kesehatan dapat menggunakan media pembelajaran, seperti poster dan buku pedoman. Poster dapat berisi pesan, imbauan, atau ajakan untuk masyarakat mengenai gizi prakonsepsi dan pentingnya menjaga asupan gizi seimbang pada masa prakonsepsi. Poster yang diwujudkan dalam bentuk gambar dan tulisan menarik sehingga pesan di dalamnya dapat dipahami dengan mudah oleh masyarakat. Buku pedoman pendidikan gizi prakonsepsi diberikan kepada calon pengantin yang akan mengikuti pendidikan gizi prakonsepsi. Di dalamnya berisi rangkuman materi yang akan dibahas serta jadwal penyuluhan gizi prakonsepsi. 

Selain penyuluhan gizi, dalam kegiatan pendidikan gizi prakonsepsi juga dilaksanakan konseling gizi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui status gizi calon pengantin serta permasalahan gizi yang sedang dialaminya sehingga permasalahan tersebut dapat segera diatasi. Calon pengantin diukur terlebih dahulu status gizinya sebagai dasar bagi tenaga kesehatan untuk memberikan konseling gizi seimbang. Jika hasil pengukuran menunjukkan status gizi calon pengantin buruk, maka antara tenaga kesehatan dan calon pengantin akan bersama-sama memperbaiki status gizi calon pengantin dengan menentukan asupan gizi seimbang, prioritas makanan, serta aktivitas fisik sehingga status gizi seimbang dapat dicapai calon pengantin.

Pada akhir masa pendidikan gizi prakonsepsi, calon pengantin akan diberikan sebuah tes untuk mengevaluasi tingkat pemahaman calon pengantin mengenai gizi prakonsepsi. Dalam tes ini, terdapat skor minimal yang harus dicapai oleh setiap calon pengantin. Jika skor yang diperoleh calon pengantin masih belum memenuhi batas minimal, maka calon pengantin dapat mengikuti tes ulang.

PENUTUP

Upaya dalam mencegah bayi lahir dengan gizi buruk dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan gizi prakonsepsi pada calon pengantin. Kurangnya pengetahuan gizi prakonsepsi yang dialami para calon orang tua terutama calon ibu sangat berpengaruh dalam pertumbuhan bayi dalam masa kehamilan hingga setelah dilahirkan. Kehamilan dengan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi dapat mengakibatkan bayi lahir dengan BBLR dan gizi buruk.

Maka dari itu, perlu dilakukan pemberian pendidikan gizi prakonsepsi bagi calon pengantin guna menghindari bayi lahir dengan gizi buruk. Pendidikan gizi prakonsepsi dapat dilakukan melalui penyuluhan serta konseling gizi yang ditargetkan pada para pasangan calon pengantin, utamanya mereka yang sudah mendaftarkan diri di Kantor Urusan Agama (KUA). Kegiatan penyuluhan dan konseling gizi ini perlu dilakukan untuk mengetahui status gizi calon pengantin dan memberikan arahan serta pengetahuan kepada mereka sebagai bekal dalam melewati masa prakonsepsi hingga terjadinya kehamilan di kemudian hari. 

DAFTAR RUJUKAN

Ayudia, F. and Putri, A. 2021. ‘Pengaruh Status Gizi Prakonsepsi dengan Berat Badan Lahir Bayi pada Ibu Bersalin di Kota Padang’, Jurnal Kesehatan Medika Saintika, 12(1): 83-87.

Doloksaribu, L. G. and Simatupang, A. M. 2019. ‘Pengaruh Konseling Gizi Prakonsepsi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Wanita Pranikah Di Kecamatan Batang Kuis’, Wahana  Inovasi, 8(1): 63-73.

Melani, V. et al. 2019. ‘Pengetahuan Gizi Seimbang Calon Pengantin di Beberapa KantorUrusan Agama Jakarta Barat’, Darussalam Nutrition Journal, 31(1): 1-6.

Novitasari, A., Hutami, M. S. and Pristya, T. Y. R. 2020. ‘Pencegahan dan Pengendalian BBLR Di Indonesia: Systematic Review’, Indonesian Journal of Health Development, 2(3): 175–182. 

Simatupang, A. M. 2018. Pengaruh Konseling Gizi Prakonsepsi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Wanita Pranikah di Kecamatan Batang Kuis. Skripsi. Politeknik Kesehatan Medan.

Sumiaty and Restu, S. 2016. ‘Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu Hamil dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)’, Jurnal Husada Mahakam, 4(3): 162-170.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun