Mohon tunggu...
Erliana Dwi Mutiara
Erliana Dwi Mutiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Blog Menulis

w e l c o m e

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Sosial Multikultural antara Pribumi dengan Etnis Tionghoa di Surakarta

12 Desember 2021   15:36 Diperbarui: 12 Desember 2021   15:44 2425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa rasis anti-Tionghoa di kota Surakarta ini memiliki pemicu kerusuhan skala kecil yang unik. Dua faktor yang paling dominan di balik peristiwa rasial antara etnis Tionghoa dan Jawa di Surakarta pada tahun 1998 adalah sebagai berikut.

  1. Provokasi dalam bentuk mobilisasi massa : Mobilisasi massa pada saat kerusuhan Mei 1998 berlangsung saat demonstrasi damai di kampus UMS. Saat unjuk rasa mahasiswa gagal dipadamkan aparat keamanan dan berhasil keluar dari kampus, massa semakin bertambah setelah beberapa pemuda berkumpul di kawasan Kleco.
  2. Aksi Mahasiswa : Peristiwa 14 Mei 1998 diawali dengan demonstrasi mahasiswa yang terjadi di dua lokasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Pabelan dan Universitas Sebelas Maret (UNS) di Kentingan, Surakarta. Dengan dua aksi tersebut, kekerasan massal dimulai di kampus UMS

Dampak kerusuhan rasial tahun 1998 lebih parah dibandingkan dua periode lalu. Pemberontakan ini menyebar lebih merata ke seluruh kota Surakarta dan sekitarnya. Suasana tegang masih terasa saat kobaran api dan asap hitam menggelapkan langit. Puing-puing bangunan, ribuan rongsokan sepeda motor, ratusan rongsokan mobil dan benda-benda yang terbakar masih berserakan di jalanan. 

Perekonomian kota Surakarta telah lumpuh karena dihancurkan, dibakar dan dijarah oleh massa selama kerusuhan, oleh sebab itu menyebabkan kekurangan barang dan kenaikan harga kebutuhan pokok. Bahkan penjual pinggiran kota masih takut jika mereka ingin membuka toko, tidak hanya penjual Cina, tetapi juga penduduk asli pun takut. Sektor transportasi juga lumpuh total, hampir tidak ada kendaraan di jalan-jalan utama, kecuali konvoi roda dua pengunjuk rasa dan aparat penegak hukum. 

Dunia pendidikan juga menderita akibat dari pemberontakan ini. Sebagian besar sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, harus memulangkan siswanya lebih awal. 

Sementara itu, beberapa sekolah telah menelantarkan siswanya yang telah memutuskan untuk bergabung dalam konvoi keliling kota. Bahkan di Sukoharjo, ribuan siswa terjebak di pinggir jalan dalam perjalanan ke sekolah. Hanya siswa yang didampingi atau yang datang dengan kendaraan sendiri yang dapat mencapai sekolah.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menangani konflik tersebut seperti, Gubernur Jawa Tengah dan Wali Kota Surakarta sama-sama menyerukan himbauan kepada seluruh korban kerusuhan dan mengecam perilaku tak bertanggung jawab para perusuh. 

Karena itu, pihaknya mengimbau seluruh warga setempat untuk bahu-membahu mengatasi akibat dari kerusuhan tersebut, dan ABRI tidak akan segan-segan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang berada di balik pemberontakan dan kekacauan tersebut. Posisi ABRI diharapkan dapat memoderasi kerusuhan agar tidak meluas. Selama kerusuhan, kota Surakarta dijaga ketat oleh pasukan keamanan tentara Indonesia dan beberapa unit lainnya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Konflik etnis Tionghoa dan Jawa di Surakarta pada masa lalu sebagian besar disebabkan oleh isu atau doktrin yang disebarluaskan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memecah belah masyarakat, yang selanjutnya dapat melemahkan ketahanan dan integritas nasional. 

Peristiwa rasis anti-Tionghoa di kota Surakarta ini telah menimbulkan kerusuhan-kerusuhan kecil, yang merupakan suatu keunikan tersendiri yang dapat menimbulkan kekacauan yang sangat besar dan sangat serius, memakan banyak korban dan menimbulkan kerusakan serta masalah-masalah lain yang menyebar ke luar kota Surakarta.

Pemicu konflik di Surakarta 1972-1998 adalah terbentuknya mobilisasi massa dan aksi mahasiswa. Akibat dari peristiwa ini berdampak sangat besar bagi berbagai sektor, baik sektor ekonomi, pendidikan, transportasi dan kerugian materiil dialami oleh hampir seluruh warga kota Surakarta. Banyak pihak yang berperan dalam pengelolaan konflik, seperti ABRI dan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun