Mohon tunggu...
Erik Mangajaya Simatupang
Erik Mangajaya Simatupang Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis

Pengamat Isu-Isu Kontemporer

Selanjutnya

Tutup

Money

Waiver Kekayaan Intelektual bagi Penanganan COVID-19 dan Kesiapan Nasional

26 Mei 2021   20:50 Diperbarui: 31 Mei 2021   17:32 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beyond Moderna’s vaccine, there other COVID-19 vaccines in development that may use Moderna-patented technologies. We feel a special obligation under the current circumtatnces to use an end as quickly as possible. Accordingly, while the pandemic continues, Moderna will not enforce our COVID-19 related patents against those making vaccines intended to combat the pandemic. Further, to eliminate any perceived IP barriers to vaccine development during the pandemic period, upon request we are also willing to license our intellectual property for COVID-19 vaccines to others for the post pandemic period.

Paten sebagai hak eksklusif menjadi muara penyebab terbatasnya dan tidak meratanya pusat-pusat produksi dan distribusi vaksin, obat dan alat kesehatan di berbagai belahan dunia. Hal ini pada gilirannya mengakibatkan failure of global market. Permintaan (demand) akan vaksin, obat, bahan baku obat (BBO) serta alat kesehatan COVID-19 lebih besar daripada supply yang ada.

Mengubah Game

Waiver ditujukan untuk mengubah game hubungan antara negara-perusahaan farmasi. Kelangkaan produksi dan distribusi mendorong berbagai negara, khususnya negara berkembang dan negara kurang berkembang, untuk mengubah strategy melalui proposal waiver. Pada masa pandemi seperti sekarang ini, bargaining position perusahaan farmasi sangatlah tinggi. Waiver ditujukan untuk menaikan daya tawar anggota WTO di atas perusahaan farmasi.

Proposal waiver mengubah game agar perusahaan farmasi tidak terlalu mendominasi , tetapi "dipaksa secara tidak langsung" untuk berkerja sama dengan negara. Kerja sama tersebut dapat dilakukan melalui voluntary license (berinvestasi) ke berbagai negara.

Melalui waiver, perusahaan farmasi dihadapkan pada pilihan apakah membiarkan anggota WTO melakukan “Lisensi Wajib” atau “Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah”, atau memilih untuk  melakukan voluntary license (berinvestasi). Dari sudut perusahaan farmasi, proposal waiver tentunya akan merugikan perusahaan farmasi karena akan membuka perlindungan paten mereka. Namun pada akhirnya, perusahaan farmasi "terpaksa" memilih apakah melakukan pendekatan win-win melalui voluntary license dan kolaborasi, atau memilih pendekatan zero-sum game seperti "Lisensi Wajib" dan "Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah."

Proposal Waiver mencoba untuk menciptakan pasar sempurna yang diwarnai kompetisi di antara industri farmasi. Hal ini tentunya akan menekan harga dan dapat semakin mendorong kompetisi di antara perusahaan farmasi. Proposal waiver diharapkan mendorong scaling up of global manufacturing process. Inilah rasional dari proposal waiver.

Kebijakan Investasi dan Kolaborasi Penelitian

Salah satu kelemahan dari waiver adalah tetap tidak dibukanya know how dan trade secret. Kendatipun tirai pelindung (shield) paten telah dibuka, namun know how dan trade secret masih dipegang oleh pemilik paten. Dibutuhkan waktu sangat lama untuk mempelajari know how sedangkan batas waktu waiver sangat pendek.

Hal ini mendorong penulis pada pandangan bahwa kendatipun proposal waiver diadopsi oleh WTO, sebaiknya pemerintah tetap mendorong dan mengupayakan dilakukannya voluntary license (investasi) dan kolaborasi penelitian dan pengembangan (research and development). Dengan demikian, know how dan transfer of technology perlahan dapat dilakukan. Diharapkan kolaborasi penelitian dan pengembangan akan men-generate penelitian selanjutnya di dalam negeri.

Keberhasilan waiver untuk menarik voluntary license dan kolaborasi riset dipengaruhi berbagai faktor terkait calon penerima investasi. Faktor-faktor tersebut antara lain: Pertama, apakah negara yang membutuhkan vaksin atau obat dan alat kesehatan tersebut cukup proaktif menarik investasi vaksin, obat, bahan baku obat dan alat kesehatan untuk penanganan COVID-19. Kedua, bagaimana kesiapan iklim investasi, infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) termasuk peneliti dan  tenaga kerja di calon negara penerima. Ketiga, kelangkaan sumber bahan baku di negara calon penerima. Keempat, faktor pertimbangan geo-politik kedekatan hubungan bilateral negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun