Mohon tunggu...
Erik Mangajaya Simatupang
Erik Mangajaya Simatupang Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis

Pengamat Isu-Isu Kontemporer

Selanjutnya

Tutup

Money

Waiver Kekayaan Intelektual bagi Penanganan COVID-19 dan Kesiapan Nasional

26 Mei 2021   20:50 Diperbarui: 31 Mei 2021   17:32 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proposal Waiver (Dok IP/C/W/669).  

Monopoli Produksi dan Distribusi

Dilihat dari negosiasi dan berbagai kajian serta perdebatan, termasuk di beberapa lini media online, isu paling mendasar adalah: apakah kelangkaan supply dan terbatasnya pusat produksi vaksin diakibatkan oleh sistem kekayaan intelektual? Dokumen perdebatan isu waiver ini seluruhnya dapat diakses pada laman WTO TRIPS Council.

Kelompok penolak proposal waiver berargumen bahwa isu kelangkaan produksi vaksin bukanlah isu kekayaan intelektual. Persoalan sesungguhnya adalah teknis distribusi dan bagaimana membuat pusat produksi vaksin. Bagi penulis, pandangan ini hanyalah statement politik yang tidak didasarkan atas argumen hukum yang kuat. Argumen ini bahkan cenderung misleading.

Rejim paten bukan hanya mengenai perlindungan inovasi, tetapi juga distribusi, jual-beli dan lisensi. Paten adalah hak eksklusif (exclusive rights) yang memberikan kewenangan bagi pemegang hak paten untuk mengizinkan kepada siapa produk tersebut dapat dibuat dan produksi, didistribusikan, diperjualbelikan dan diberikan lisensi (secara eksklusif maupun non-eksklusif). 

Keberadaan paten sebagai hak eksklusif tegas diatur dalam Pasal 28 TRIPS. Ketentuan ini kemudian dijabarkan dalam beberapa norma UU Paten, seperti antara lain Pasal 1 ayat (1), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 76. Prinsip dasar mengenai hak eksklusif paten ini juga diatur dalam berbagai hukum anggota WTO.

Kelangkaan vaksin dan obat COVID-19 sekarang terjadi karena pemegang paten hanya memberikan persetujuan lisensi sukarela (voluntary license) kepada pihak tertentu saja. AstraZeneca misalnya hanya mengizinkan pembuatan produksi vaksin di India, Korea Selatan dan Thailand. Hal sama juga berlaku bagi vaksin lainnya. Pfizer dan BioNTech misalnya hanya mengizinkan pembuatan vaksin di Amerika Serikat, di Puurs Belgia, di Marburg Jerman dan Tiongkok (Fosun Pharma). Vaksin Sputnik misalnya hanya dapat diproduksi di Rusia, India (Panacea Biotec) dan Mesir (Minapharm).

Saat India mengalami ledakan (tsunami) COVID-19, vaksin AstraZeneca tidak dapat diekspor karena diperuntukan bagi keperluan dalam negeri India. Akibatnya, distribusi vaksin ke seluruh dunia pun terhambat. Distribusi vaksin AstraZeneca ke COVAX-AMC, Uni Eropa dan negara-negara lainnya mengalami gangguan. Uni Eropa bahkan mengancam akan menggugat AstraZeneca karena terlambat mengirim vaksin AstraZeneca. AstraZenca pada lamannya memberikan pernyataan akan membahas isu ini lebih lanjut dengan pihak Uni Eropa (AstraZeneca, 26 April 2021).

Sebagaimana disampaikan dalam laman resminya, Gilead sebagai pemegang paten obat Remdesivir hanya memberikan non-exclusive voluntary license untuk memproduksi obar Remdesivir kepada beberapa perusahaan di Mesir, India dan Pakistan. Obat Remdesivir diizinkan untuk didistribusikan kepada 127 negara, termasuk Indonesia. 

Sebenarnya Indonesia sejak awal pandemi tahun 2020 telah meminta voluntary license obat Remdesivir, namun sampai saat ini belum berhasil mendapat respon positif dari Gilead.

Adanya pembatasan ekspor Remdesivir oleh Pemerintah India untuk kebutuhan dalam negeri mengakibatkan semakin menipisnya persediaan Remdesivir di berbagai negara.  Kiranya perlu diantisipasi terjadinya kelangkaan obat Remdesivir di Indonesia akibat terhambatnya distribusi salah satu obat andalan untuk penanganan pasien COVID-19 dengan level infeksi sedang dan parah.

Perusahaan vaksin COVID-19 seperti Moderna secara eksplisit mengakui bahwa kekayaan intelektual, khususnya paten, dapat mengakibatkan hambatan produksi dan distribusi vaksin. Moderna, sebagaimana dapat diakses pada laman resminya, pada tanggal 8 Oktober 2020 menyatakan bahwa:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun