Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #7

15 Januari 2024   11:04 Diperbarui: 15 Januari 2024   11:58 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aditya ragu-ragu, mengingat undangan tersembunyi di dalam sarannya. Seleranya sudah tidak asing lagi dengan rasa nyaman yang sudah dikenal, dan perpaduan ini menjanjikan petualangan ke wilayah yang belum dipetakan.

"Lanjutkan Aditya," desak Fajar lembut, senyuman menggoda di sudut mulutnya. "Apalah artinya hidup tanpa sedikit petualangan?"

"Baiklah," Aditya akhirnya menyetujui, keputusannya didukung oleh pandangan mendukung dari teman-temannya. "Aku akan mencobanya."

Saat Agnes memberi isyarat kepada barista, Aditya menyaksikan dengan campuran antisipasi dan gentar saat kopi disiapkan dengan sangat hati-hati. Cairan kental berwarna gelap itu dituangkan ke dalam cangkir dengan penuh semangat, permukaannya dipenuhi rahasia yang belum bisa dicicipi.

"Ini tidak ada apa-apa," gumam Aditya sambil melingkarkan tangannya di sekitar keramik hangat. Dia mendekatkan cangkir itu ke bibirnya, uap membelai wajahnya dengan bisikan dari negeri jauh. Pada tegukan pertama, lidahnya dibanjiri dengan intensitas kuat dari kopi Robusta, diikuti dengan tarian halus aroma bunga arabika. Cokelat dan jeruk melekat di lidahnya, melodi rasa yang menyanyikan eksplorasi dan penemuan.

"Wow," dia menghela napas, kata itu merupakan wadah bagi wahyu yang terbentang di dalam dirinya. "Ini seperti... sebuah perjalanan dalam setiap tegukan."

Agnes memperhatikannya dengan tatapan penuh pengertian, senyum puas tersungging di bibirnya, sementara Fajar mengangkat cangkirnya sendiri dan bersulang dalam diam untuk pengalaman baru.

Dan pada saat itu, Aditya menyadari bahwa dunia ini jauh lebih luas dan kaya dibandingkan batasan rutinitasnya. Di sini, di tengah simfoni aromatik kedai kopi, dia menemukan titik temu dengan dua jiwa yang, seperti dia, berusaha menikmati kepenuhan hidup---satu cangkir, satu mimpi, satu tawa bersama.

Matahari, penjaga yang sunyi jauh di atas, melemparkan pandangannya yang lesu melalui jendela kafe, mewarnai ruangan itu dengan warna keemasan. Udara dipenuhi aroma biji kopi yang sedang dipanggang---simfoni perasaan yang membuat jantung Aditya berdebar-debar dengan kegembiraan yang asing.

"Aditya, kawan," teriak Fajar, suaranya memecah hiruk pikuk pembicaraan. "Bagaimana kalau kamu meningkatkan permainanmu? Cobalah metode siphon. Ini bukan untuk orang yang lemah hati."

Aditya berkedip, matanya menelusuri kontur peralatan kaca di depannya. Itu lebih terlihat seperti peninggalan dari laboratorium alkemis daripada alat untuk menyeduh kopi---sebuah keseimbangan antara keanggunan dan kerumitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun