Mohon tunggu...
Erica AuliaWidiani
Erica AuliaWidiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Writer - Content Creator - Businesswoman

Nama Lengkap : Erica Aulia Widiani | Seorang mahasiswa, menyukai tulis menulis dan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Terakhir

5 April 2021   09:28 Diperbarui: 5 April 2021   09:54 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh ValeriaLu dari Pixabay

Biasanya, baru pukul dua belas malam Dewa akan pamit pulang dengan sepedanya. Sedangkan Aria dengan wajah sumringahnya juga akan kembali ke rumahnya. Lalu dengan perlahan memanjat kain seprai dan kain-kain lainnya yang ia jalin menjadi lebih panjang untuk turun dan kembali naik ke balkon kamarnya. Lalu sebelum tidur, ia akan membongkar jalinan itu dan melipat kain-kain tersebut dengan rapi. Seperti melakukan ritual sebelum pergi tidur.

Keesokan pagi saat ia bangun, Ibunya tak akan menyadari bahwa semalam anaknya baru saja kabur dari rumah untuk beberapa saat.

Walaupun Aria dan Dewa sangat dekat setelah peristiwa pagi itu. Tapi mereka hanya menghabiskan waktu setelah pulang sekolah, atau setelah Aria selesai dari les matematika, atau les bahasa, atau mungkin les pianonya. Dan Dewa selalu dengan sabar menanti itu. Sebab mereka beda sekolah. Aria sekolah di SMA Negeri sedang Dewa di swasta.

"Sekarang kenapa tidak pernah mengajakku keliling naik sepeda lagi?"

Tiba-tiba Aria teringat sesuatu. Dulu, hampir setiap hari Dewa akan mengajaknya berkeliling dengan sepedanya. Melewati gang-gang sempit yang belum pernah Aria ketahui dan bahkan tak akan pernah diketahuinya seandainya Dewa tak mengajaknya. Melewati jalan raya dan sesekali mencoba menyalip pesepeda motor atau mobil yang lewat mendahului mereka. Menyambangi perpustakaan kecil yang didirikan seorang bapak tua di rumahnya sendiri, seorang laki-laki yang hidup dengan puisi di kepalanya. Menyambangi panti sosial untuk mengajak beberapa anak bermain. Tapi entah kenapa, hampir satu bulan terakhir Dewa sudah tak melakukannya lagi. Dia hanya memintanya datang di malam hari untuk menemuinya.

"Datanglah pukul sepuluh malam kalau kau bisa. Kalau tidak juga tak apa." Begitu Dewa bilang,  tepat sehari setelah Dewa tak lagi mengajaknya jalan-jalan lagi.

Walau bagaimanapun juga, Aria tidak bisa mengacuhkan ucapan Dewa. Meskipun ia tahu, Ayah dan Ibunya tak akan mengijinkannya keluar malam-malam. Akhirnya ia mendapatkan ide untuk bisa keluar menemui Dewa di malam hari. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, ia diam-diam mengambil kain-kain yang disimpan Ibunya di salah satu lemari di rumah. Menjalinnya hingga menjadi sangat panjang, ujungnya ditalikan pada pagar balkon kamarnya hingga kain-kain tersebut menjuntai ke bawah dan menyentuh tanah. Dengan sangat pelan, Aria turun dengan kain itu. Awalnya ia merasa agak kesulitan, tapi setelah beberapa kali naik turun dengan cara yang sama ia menjadi sangat mahir untuk urusan yang satu ini.

"Ria." Ucap Dewa seperti mengacuhkan pertanyaan yang Aria barusan beri.

"Iya."

Dewa kemudian bangkit. Ia berjongkok di depan Aria yang masih bergeming di atas kursi. Lagi-lagi menggenggam jemarinya, tapi kini lebih erat. Aria bisa merasakan kehangatan yang tak wajar dari sela-sela jari Dewa.

"Mungin ini malam terakhir kamu keluar malam." Lanjut Dewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun