“Ampun Sal, ampun, apa salahku, kenapa kamu jadi begini?” teriak Ezar sambil berusaha menghindar.
Aku tidak peduli dengan ucapannya. Aku terus menghantamkan pisau ke tubuh Ezar sampai ketua kelompok KKN-ku itu lemas tak berdaya. Wajah dan bajuku penuh dengan bercak darah. Aku teriak sekencang-kencangnya sebelum aku tak sadarkan diri setelahnya.
Hari ke-30 KKN, hari terakhir di Sukabumi
Pak Rangga memapahku masuk ke dalam mobil. Pak RT menjabat tangan Pak Rangga erat-erat dengan raut wajah penyesalan. Langit muram, gerimis mengundang. Aku dan Pak Rangga meninggalkan Sukabumi dengan wajah yang muram. Mobil melaju menjauhi tubuh Pak RT yang perlahan membuka kopiah di kepalanya.
***
Sudah 16 tahun berlalu sejak kejadian naas itu. Aku tidak bisa melupakan keenam temanku saat di pedalaman Sukabumi. Sampai saat ini aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Semoga kalian semua memaafkan kesalahanku.
Aku ingin sembuh.
“Minum obat dulu, yuk, bu!” pinta dokter padaku yang sedang melamun di atas kursi roda.
Aku hanya tersenyum dengan tatapan yang kosong—dengan jas almamater terpasang di badanku.
SELESAI