Pikiranku tak kembali jernih, meskipun kesiangan, aku harus tetap ke kampus. Mengantarkan laporan yang kubuatkan untukmu. Empat hari lalu kau bilang, ada laporan kunjungan praktik yang tak sempat kau tulis. Kau memintaku untuk membuatkannya. Katamu, kau tak ada waktu.
 Entahlah, cinta memang tak bisa ditebas begitu saja. Saat ia datang, kepala menjadi kaki, akar menjadi dahan, busuk menjadi harum dan salah menjadi sesuatu yang benar.
Aku tahu, laporan kunjungan seyogyanya harus kau kerjakan sendiri. Bukan aku yang menjadi tameng untuk mengerjakannya. Tuhan memang baik memberikan otak encer padaku, sehingga aku tak mengalami kesulitan mengerjakannya. Meski, jujur hatiku enggan melakukannya. Berkali-kali, laporanmu kubuatkan. Kau datang mengandalkan senyummu. Dan aku luluh begitu mudah. Namun, sekali lagi cinta tak dapat ditebas. Cinta tak mengenal logika..
Aku ambil kacamata besarku. Kau selalu melarang aku menggunakannya. Kau bilang, jika aku memakai kacamata besar, aku terlihat sangat tak kekinian. Penampilanku tak seperti gadis pada umumnya.
Akan tetapi, aku tak sempat mencari kacamata kecil yang kau belikan untukku. Bukan membelikan tepatnya, namun menemaniku membelikan. Aku harus segera ke kampusmu. Menemuimu.
Rupanya, jalanan tak memihak jua padaku. Macet tak terelakkan, angkot yang kutumpangi bergerak sangat lambat. Aku merana dalam kutukan yang tak kunjung jeda. Aku mengutuk diri pagi ini. Mengutuk apa yang telah aku lakukan tadi malam. Mengutuk mimpi yang kudapati semalam. Meski mimpi itu membahagiakan.
Apabila menuju kampusmu, aku hanya perlu waktu satu jam. Kali ini, kuhabiskan dua jam. Bajuku yang rapi kini lusuh, rambutku yang terurai pun sudah tak beraturan.
Aku segera menuju ruang jurusanmu. Tak kudapati kau yang biasanya berada di ruang kuliah dekat pohon pinus. Ingin menyampaikan lewat handphone kalau aku sudah di kampus, handphone belum sempat dicas.
Tak selamanya kesialan itu mengungkungku, Rama temanmu datang.
"Eh, Na. Lu dari tadi ditungguin sama Angga." Suara Rama seakan jarum yang menusuk kepanikanku.
"Sekarang, dia di mana?" tanyaku.