"Dik," panggil Ghaffar lagi.
"Iya, Mas?"
"Masih mas ingat-ingat, apakah sebelum ini kita pernah berjumpa, atau beberapa tahun ke belakang?"
Adawiyah mengingat-ingat, memutar otaknya untuk kembali pada tahun belakangan.
"Lupa, Mas," akunya. Setelah berusaha berpikir keras, ia menyerah, ia tak mengingat sosok Ghaffar di masa lampau.
"Betul, Dik, tujuh tahun lalu, di swalayan, ingat gak? Kamu belum berhijab waktu itu, masih memakai baju ketat, dan rambut yang digerai, waktu itu aku bersama mendiang istri sedang berbelanja, dan parahnya belanjaan kita tertukar. Ia kamu kan waktu itu?" tanya Ghaffar  dengan berusaha meyakini wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu.
Wajah Adawiyah memerah, otakkan kembali kepada tujuh tahun silam, akibat kecerobohannya ia mengambil belanjaan orang lain, bukannya minta maaf ia malah marah-marah. Pasangan suami istri itu hanya terdiam dan meminta maaf, Adawiyah meninggikan suara dan berkata kasar kepada sang istri. Mereka hanya diam dan sesekali keluar kata maaf dari mulut sang istri.
"Astagfirullah, aku inga, Mas, Ya Allah, malunya aku," kata Adawiyah menutup wajahnya.
"Kan benar." Ghaffar menarik tangan istrinya lalu menciumnya berkali-kali.
"Qadarullah, Dik," sambungnya lagi
"Mas sudah memaafkan? Aku yang salah waktu itu," rengeknya. Bulir air mengalir disudut pipinya.