Besok, PMIA akan mengajak anak-anak yatim buat belanja kebutuhan pindahan mereka untuk pondok baru. Dana dari donator sudah ready, siapa nih yang berbaik hati nganter mereka belanja? Siapa tahu ada mobil yang nganggur, syukur-syukur mau nyopirin.
Pagi itu aku membaca status WA temanku, Tika, founder komunitas PMIA (Pejuang Muda Indonesia). Komunitas itu bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Mengumpulkan informasi calon penerima donasi, lalu membuka kesempatan para donator untuk membantu calon penerima.
Setelahnya, dia akan posting status. Akulah yang hari ini tergerak. Bukan karena aku sedang ada uang, aku merasa bisa berbagi karena momennya tepat saat aku sedang meminjam mobil Ibu untuk tes.
***
“Ay, tadi baca pengumuman yang Ibu kirim di grup keluarga?”
Aku bertanya kepada suami yang kupanggil Ay (Ayah) sambil harap-harap cemas meminta persetujuan.
“Oh, yang pengumuman di pdf? Belum kubuka. Isinya apa, Nda?
Suami yang memanggilku Nda (Bunda), baru saja bangun karena shift malamnya. Aku merasa ada harapan di lowongan guru kontrak pagi ini.
Setelah kuceritakan, ternyata suami pun setuju saja aku ikut tes. Bahkan menawariku untuk mengantar di hari terakhir pendaftaran.
***
Aku yang tadinya sudah hilang harapan dengan waktu mepet mengurus berkas, berucap syukur. Kemudahan berkas yang disyaratkan, bahkan semua yang diminta sudah siap di tas berkasku. Aku merasa jalan ini sangat mudah, bahkan suami dan ibuku sangat mendukung.