"Pak Juan, jangan macam-macam!"
Â
JK tetap mencengkeram dan menarik tangan Yerma sambil berkata, "Saya mohon jangan salah paham Yerma. Tenang dan duduklah. Dan jangan berpikir saya ini pantas masuk dalam berita kriminal di televisi." JK melonggarkan cengkeramannya. Yerma kembali duduk, lebih tenang.
Â
"Ok. Begini lebih baik. Dan kita akan bicara dengan tenang." Tanpa sadar JK mengelus punggung tangan Yerma. Darah Yerma tesirap, terlebih ketika dengan selembut dan seelegan mungkin, JK mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Yerma. Cih, rutuk Yerma dalam hati, rupanya begini saja editor hebat itu. Yerma dengan sebat menarik tangan kirinya yang dipegang JK, lalu secepat kilat pula meraih asbak gelas di meja JK dengan tangan kanannya.
Â
"Awas kalau Pak Juan kurang ajar lagi!" Yerma mulai melangkah mundur. Namun, pada saat yang sama JK melompati meja di depannya untuk menjangkau Yerma. Dengan panik Yerma melemparkan asbak itu ke arah JK. Lelaki itu terjatuh sambil memegangi mata kirinya yang perih karena abu rokok dan tangan kanan menggenggam tali tas Yerma yang putus. Yerma kabur, tak peduli pada tasnya yang terjatuh dan menghamburkan segala isinya: dompet, sapu tangan, permen, pembalut wanita, dan koin recehan yang menggelinding ke segala arah. Â Â
Â
Di pintu gerbang, Mang Mu'lim penjaga malam Gabriel Books terheran-heran melihatnya berlari-lari. "Masih ada bus, kok, Neng!" serunya. Hampir saja sebuah sepeda motor menyambarnya ketika Yerma menyeberang jalan yang memisahkan gedung penerbit Gabriel Books dengan percetakannya.
Â
***