Lalu apakah mereka bisa kembali seperti dulu? Atau membiarkan hubungan mereka terus-terusan diselimuti awan kelabu? Menonton penuh filmnya akan membuat kalian menemukan jawabannya.
Film yang Mampu Mengaduk Emosi
Film ini benar-benar membuat emosi saya naik turun. Dari awal kisah Ale dan Anya yang bertemu di pesawat dan saling jatuh cinta, membuat saya senyum-senyum sendiri.
Apalagi ketika mereka menikah dan menjadi pengantin baru. Rasa senang yang ditunjukkan mereka melalui adegan romantis seperti pelukan, ciuman, kata-kata cinta, mengingatkan saya dan suami ketika menjadi pengantin baru tiga tahun lalu. Otomatis saya yang menonton film ini dengan suami, langsung berpandangan dan mengeratkan gandengan tangan.
Pembicaraan tentang keinginan punya anakpun menjadi topik yang menyenangkan bagi suami istri yang baru menikah. Persis seperti yang dilakukan Anya dan Ale, berkhayal ingin punya anak berapa, bagaimana kelak kehidupan mereka jika ada anak, dan sebagainya.
Hampir satu jam pertama,  film ini kita akan banyak tersenyum melihat romansa Anya dan Ale, seolah-olah mereka memang diciptakan untuk satu sama lain, cocok sekali. Meskipun ada beberapa dialog yang menurut saya terlalu cheesy untuk diucapkan pasangan dewasa.
Namun setelah adegan konflik muncul, terutama bagian meninggalnya anak yang mereka damba-dambakan, air mata saya mengucur deras. Saya ini seorang ibu, tentu saya merasakan bagaimana saya mencintai anak sejak dari dalam kandungan.
Apalagi hal yang sama pernah menimpa kakak kandung saya, anaknya meninggal di dalam kandungan. Tentu kesedihan meliputi kami sekeluarga. Wajar jika adegan ini membuat saya menghabiskan banyak tisu.
Dekat Dengan Kehidupan Nyata
Perasaan saya terus bergejolak melihat kehidupan pernikahan Anya dan Ale yang tak seindah seperti sebelum musibah kehilangan menimpa mereka. Mereka tenggelam dengan kesedihannya masing-masing. Rasa terpukul membuat Anya dan Ale lupa bahwa mereka tidak hanya butuh dikuatkan, namun harus menguatkan satu sama lain.
Begitu juga dengan kehidupan pasangan rumah tangga di dunia nyata. Seringkali ketika ada masalah, alih-alih bergandengan tangan menghadapinya, suami dan istri justru sibuk mencari-cari sumber masalah berasal. Dibanding instropeksi, rasanya lebih mudah menyalahkan pasangan.
Tentu saja itu merupakan hal yang fatal, karena jika tidak dihiasi dengan keributan, rumah tangga akan berbalut kesunyian karena perang dingin dengan pasangan. Â Seharusnya suami/istri menjadi "rumah" yang paling nyaman, tempat berbagi kesedihan dan kebahagiaan.