Kalau ada yang bertanya film apa yang cocok untuk ditonton sepasang kekasih khususnya pasangan suami istri? Maka saya dengan antusias akan merekomendasikan film Indonesia "Critical Eleven". Banyak banget pelajaran yang bisa diambil tentang bagaimana cara memahami pasangan satu sama lain yang berujung dengan keutuhan sebuah hubungan.
Critical Eleven merupakan film yang diangkat dari Novel Best Seller karya Ika Natassa. Namun, saya sendiri lebih dulu menonton filmnya baru membaca novelnya. Meski ceritanya sama, penyajian antara buku dan film tentu berbeda. Meskipun tidak membaca novelnya, kalian tetap akan bisa masuk dan menikmati kisah yang disuguhkan.
Berikut beberapa alasan kenapa film ini wajib untuk ditonton setiap pasangan, khususnya pasangan yang sudah menikah.
Cerita yang Kuat dan Menarik
Film yang diproduksi oleh Starvision dan Legacy Pictures ini berkisah tentang romansa dan konflik Ale (Reza Rahadian) dan Anya (Adinia Wirasti). Anya yang sering bepergian menggunakan pesawat karena tuntutan pekerjaan, bertemu dengan Ale yang bekerja di pengeboran minyak luar negeri. Siapa sangka tidak sengaja duduk bersebelahan di pesawat justru menjadi takdir bahwa mereka berjodoh.
Critical Eleven sendiri merupakan istilah dalam dunia penerbangan, yaitu sebelas menit paling kritis di pesawat. Tiga menit setelah lepas landas, dan delapan menit sebelum mendarat.
Sama halnya dengan kehidupan Anya dan Ale, Critical Eleven juga bisa menggambarkan pertemuan dengan seseorang. Tiga menit pertama saat kesan pertama terbentuk, dan delapan menit terakhir yang akan menentukan apakah pertemuan itu akan menjadi "sesuatu" atau menjadi perpisahan begitu saja.
Ternyata sebelas menit itu mengubah hidup mereka, yang menyadari bahwa akhirnya satu sama lain menemukan "the one" dan siap menempuh hidup bersama dalam naungan pernikahan. Kebahagiaan menyeruak dari raut wajah dan kata-kata cinta dari Ale dan Anya untuk satu sama lain.
Meski ada konflik-konflik kecil, mereka berusaha tetap kompak demi menyambut buah hati. Rasanya tidak ada yang lebih mendebarkan daripada menanti kelahiran Ale Junior ke dunia.
Namun apa jadinya jika yang Maha Kuasa mengatakan bahwa anak itu belum rezeki mereka? Disinilah konflik utama dimulai, rasa sakit dan sedih menyelimuti Ale dan Anya saat terpaksa merelakan anak mereka lahir tanpa nyawa.
Kepergian anak yang didambakan membuat mereka terpukul. Hubungan yang semula romantis dan harmonis berubah menjadi kaku dan pilu. Apalagi sempat ada perkataan Ale yang seolah menyalahkan Anya. Padahal sebagai Ibu Anya merasa dialah yang paling terluka.
Lalu apakah mereka bisa kembali seperti dulu? Atau membiarkan hubungan mereka terus-terusan diselimuti awan kelabu? Menonton penuh filmnya akan membuat kalian menemukan jawabannya.
Film yang Mampu Mengaduk Emosi
Film ini benar-benar membuat emosi saya naik turun. Dari awal kisah Ale dan Anya yang bertemu di pesawat dan saling jatuh cinta, membuat saya senyum-senyum sendiri.
Apalagi ketika mereka menikah dan menjadi pengantin baru. Rasa senang yang ditunjukkan mereka melalui adegan romantis seperti pelukan, ciuman, kata-kata cinta, mengingatkan saya dan suami ketika menjadi pengantin baru tiga tahun lalu. Otomatis saya yang menonton film ini dengan suami, langsung berpandangan dan mengeratkan gandengan tangan.
Pembicaraan tentang keinginan punya anakpun menjadi topik yang menyenangkan bagi suami istri yang baru menikah. Persis seperti yang dilakukan Anya dan Ale, berkhayal ingin punya anak berapa, bagaimana kelak kehidupan mereka jika ada anak, dan sebagainya.
Hampir satu jam pertama,  film ini kita akan banyak tersenyum melihat romansa Anya dan Ale, seolah-olah mereka memang diciptakan untuk satu sama lain, cocok sekali. Meskipun ada beberapa dialog yang menurut saya terlalu cheesy untuk diucapkan pasangan dewasa.
Namun setelah adegan konflik muncul, terutama bagian meninggalnya anak yang mereka damba-dambakan, air mata saya mengucur deras. Saya ini seorang ibu, tentu saya merasakan bagaimana saya mencintai anak sejak dari dalam kandungan.
Apalagi hal yang sama pernah menimpa kakak kandung saya, anaknya meninggal di dalam kandungan. Tentu kesedihan meliputi kami sekeluarga. Wajar jika adegan ini membuat saya menghabiskan banyak tisu.
Dekat Dengan Kehidupan Nyata
Perasaan saya terus bergejolak melihat kehidupan pernikahan Anya dan Ale yang tak seindah seperti sebelum musibah kehilangan menimpa mereka. Mereka tenggelam dengan kesedihannya masing-masing. Rasa terpukul membuat Anya dan Ale lupa bahwa mereka tidak hanya butuh dikuatkan, namun harus menguatkan satu sama lain.
Begitu juga dengan kehidupan pasangan rumah tangga di dunia nyata. Seringkali ketika ada masalah, alih-alih bergandengan tangan menghadapinya, suami dan istri justru sibuk mencari-cari sumber masalah berasal. Dibanding instropeksi, rasanya lebih mudah menyalahkan pasangan.
Tentu saja itu merupakan hal yang fatal, karena jika tidak dihiasi dengan keributan, rumah tangga akan berbalut kesunyian karena perang dingin dengan pasangan. Â Seharusnya suami/istri menjadi "rumah" yang paling nyaman, tempat berbagi kesedihan dan kebahagiaan.
Kalau sudah terjadi seperti itu, rumah tangga terasa simalakama. Dilanjutkan akan saling menyakitkan, namun berhenti dan menyerah bukan tujuan awal menikah.
Meski Novel dan Film  Critical Eleven hanyalah fiksi, saya yakin konflik ceritanya sangat dekat dengan banyak pasangan di dunia nyata. Sulitnya memahami orang yang bahkan sudah satu ranjang tempat tidur, membuat masalah menjadi semakin rumit.
Namun jangan khawatir, setiap film tentu mempunyai ending cerita. Dimana penonton bisa mendapatkan hikmahnya. Pelajaran berharga yang bisa saja diterapkan dalam kehidupan nyata agar kita mampu menyelami perasaan pasangan, dan menyelamatkan pernikahan.
Pemilihan Pemeran yang Tepat
Selain cerita yang kuat, tentu dengan menonton trailer filmnya, saya sudah merasa ini adalah jaminan film Indonesia yang berkualitas karena menampilkan Reza Rahadian (Ale) dan Adinia Wirasti (Anya) sebagai  pemeran utama.
Chemistry mereka sebagai pasangan juga benar-benar tak terbantahkan. Mungkin karena mereka sudah pernah menjadi pasangan di dua film sebelumnya, Jakarta Maghrib (2011) dan Kapan Kawin? (2015). Sehingga tidak sulit membangun kembali chemistry dalam film ini.
Kualitas Gambar dan Soundtrack yang Bagus
Dalam film yang berdurasi 2 jam 10 menit ini, mata penonton juga akan dimanjakan dengan sinematografi yang indah dipandang. Saya memperhatikan kualitas gambar film-film Indonesia tahun 2016 ke atas sudah bagus sekali. Menjadi alasan tambahan untuk menikmati film-film lokal.
Lokasi syutingnya dilakukan di tiga lokasi berbeda, yaitu New York - Amerika Serikat, Lamongan - Jawa Timur dan Jakarta. Khusus di Newyork gambar yang diambil benar-benar memikat, terutama patung Liberty, ikon New York yang tak luput menjadi perhatian. Â Ditambah dengan latar belakang lagu dari The Kloons -- Only on New York menjadikan penonton ikut terhanyut dalam hubungan asmara Ale dan Anya.
Beberapa alasan yang saya jabarkan diatas membuat saya berani memberikan rating 4.5/5 untuk film Indonesia dengan Genre Drama-Romantis.
Meski begitu tetap ada beberapa hal yang menurut saya menjadi kekurangan kecil dalam film ini.
Film yang rilis 5 Mei 2017 ini hanya meraup 881.530 penonton. Angka yang  menurut saya bisa lebih tinggi, hanya saja mungkin pemasarannya masih kurang maksimal. Karena dari trailernya adegan konflik utama (meninggalnya anak mereka) tidak ditayangkan. Padahal menurut saya adegan tersebut menjadi klimaks yang mengaduk emosi pada film ini.
Jika adegan itu ditayangkan mungkin akan menarik lebih banyak penonton, karena konflik utamalah yang membuat orang penasaran untuk menonton agar mengetahui penyelesaian apa dari konflik tersebut. Â
Selain itu durasinya cukup panjang (2 jam 10 menit), dengan konflik utama yang muncul hampir satu jam durasi berjalan. Jika kalian penyuka film dengan konflik yang padat, mungkin akan cepat merasa bosan. Ini memang menjadi dilema film yang diangkat dari Novel, dimana penulis  novel dan pihak produksi film berusaha menyelaraskan cerita dari novel dengan ratusan halaman ke dalam film dengan durasi 1,5-2 jam.
Namun kekurangan itu tertutupi dengan cerita yang kuat dan memikat seperti yang sudah saya tuliskan di atas.
Meski film ini rilis pada tahun 2017, kalian masih bisa menontonnya di aplikasi Hooq, layanan streaming film secara legal dan gratis.
Setelah menonton film ini akan membuat kita banyak berpikir dan mengevaluasi hubungan yang selama ini dijalani dengan suami/istri. Terasa sekali bagaimana ketika ada masalah dalam rumah tangga, bukan hanya diri sendiri yang merasakan bebannya, tapi juga pasangan.
Critical Eleven mengajak kita untuk lebih berusaha memahami pasangan. Bahwa kesedihan tidak seharusnya ditanggung sendirian. Justru masalah akan terasa lebih ringan jika dihadapi dengan bergandengan tangan.
Tentu yang belum menikah juga bisa menjadikan film ini sebagai refrensi jika kelak sudah menemukan orang yang tepat untuk diajak mengarungi lautan kehidupan dalam rumah tangga.
Jadi, jangan lupa ajak pasanganmu untuk nonton film ini bersama ya.