Mohon tunggu...
ENISABE WARUWU
ENISABE WARUWU Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

YER. 17:7 DIBERKATILAH ORANG YANG MENGANDALKAN TUHAN DAN YANG MENARUH HARAPANNYA PADA TUHAN.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meraih Kesuksesan Organisasi dengan Kepemimpinan Managerial yang "Smart" dengan Pendekatan Riset Empiris

22 Maret 2022   10:44 Diperbarui: 22 Maret 2022   10:55 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                   LAPORAN BACAAN

A.  IDENTITAS BUKU

Judul buku            : Meraih Kesuksesan Organisasi Dengan Kepemimpinan

                                      Manajerial Yang ‘Smart’ Dengan Pendekatan Riset Empiris

Pengarang             : Yuni Siswanti , SE, M, Si

Penerbit                 : Yuni Siswanti , SE, M, Si

Tahun penerbit   : 2015

Jumlah halaman  :  236 Halaman

B. GAMBARAN UMUM

Menurut “Bernard Montgomery, Jenderal Lapangan Inggris” Kepemimpinan adalah suatu kemampuan serta kemauan untuk menggalang pria dan wanita menuju suatu maksud / tujuan, serta karakter yang menginspirasikan keyakinan. Menurut  “John C. Maxwell”  Kompetensi adalah lebih dari sekedar kata-kata. Kompetensi adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengatakannya, merencanakannya, dan melakukannya dengan sedemikian rupa sehingga orang lain mengetahui bahwa ia mengetahui caranya  dan mengetahui bahwa mereka ingin menjadi pengikutnya.

 

Ada beberapa para ahli yang mengemukakan pengertian dari kepemimpinan yaitu antara lain :

1. Joseph C. Rost., 1993 kepemimpinan adalah Sebuah hubungan yang saling mampengaruh diantara pemimpin dan pengikut yang            menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama dengan berlandaskan pada fungsi-fungsi manajerial .

2. Robbins, 2010 kepemimpinan adalah Kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan dengan mendasari             pada fungsi-fungsi manajerial.

3. Gibson, 2009 kepemimpinan adalah suatu Upaya menggunakan  berbagai  jenis  pengaruh  yang bukan paksaan untuk memotivasi         anggota organisasi agar mencapai tujuan tertentu.

4. Harold Koontz, Cyril O’Donnel dan Heinz Weihrich, 1988, kepemimpinan adalah Seni/proses mempengaruhi orang (anggota                     organisasi) sehingga berusaha mencapai tujuan organisasi dengan kemauan dan antusiasme yang tinggi.

5. Lussier, 2005, kepemimpinan adalah Proses mempengaruhi pihak lain untuk bekerja lebih baik guna mencapai tujuan .

6. Greenberg dan Baron, 2010, kepemimpinan adalah Proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi ang- gotanya untuk                           mencapai tujuan kelompok/organisasinya.

                 Sesudah kita  memahami  makna  kepemimpinan   secara   umum,  maka ada baiknya kita mengembangkan pemahaman mengenai kepemimpinan manajerial. Kepemimpinan mana- jerial merupakan proses mempengaruhi anggota / bawahan  (dari subjek / dalam hal ini  seorang  pemimpin)  melalaui  proses manajerial (dengan perencanaan, pengorganisasian, pendelegasian, pelaksanaan (pengarahan, koordinasi, dan komunikasi), penganggaran (budgeting) serta pengawasan atau pengendalian )) dengan motivasi yang tinggi agar anggota / bawahannya bersedia mengikuti apa yang diharapkan subjek/ pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.

                 Para pemimpin besar yang berhasil mengubah organisasinya menjadi organisasi yang besar dan dikenal luas di seluruh dunia, memulai kepemimpinannya dari ruang lingkup yang kecil. Dalam perjalanan kepemimpinannya, banyak menemui hambatan dan tantangan, sehingga mereka bisa mengambil hikmah dari setiap tantanagan dan hambatan yang dihadapi untuk menuju pada kesuksesan. Sebagian besar orang mengalami hal ini, dimana dia tidak menyadari ketidakmampuannya sebagai pemimpin dan tidak memiliki kemampuan dalam hal kepemimpinan. Pada tahap ini, dia menyadari ketidak mampuannya dan mencari cara bagaimana agar dapat terampil menjadi pemimpin, misalnya: membaca buku-buku  kepemimpinan,  mengikuti  berbagai pelatihan kepemimpinan, sehingga lambat laun dia menyadari apa saja yang dibutuhkan untuk bisa menjadi pemimpin yang handal.

                Beberapa hak yang dimiliki oleh pemimpin dalam sebuah organisasi adalah kekuasaan dan wewenang. Dengan memiliki kedua hak tersebut, bukan berarti pemimpin dapat bertindak semaunya sendiri untuk mencapai tujuannya, namun di balik kedua hak ini, justru harus disadari oleh tiap pemimpin, bahwa kedua hak tersebut harus diaplikasikan dalam organsasi yang dipimpinnya secara tepat dan benar agar tidak terjadi masalah di kemudian hari atau bahkan menjadi bumerang bagi pemimpin itu sendiri. Masalah dapat saja timbul ketika seorang pemimpin menggunakan kekuasaan dan wewenangnya tanpa melihat situasi dan kondisi anggota. Pemimpin yang bijak akan selalu belajar memahami apa yang diharapkan oleh anggota- anggotanya dengan senantiasa berpegang pada niat yang mulia untuk meraih tujuan dan kepetingan organisasi bersama-sama.

               Seorang pemimpi harus mengerti apa yang di maksudkan kekuasaan dan wewenang sebelum memimpi. Kekuasaaan adalah kapasitas seseorang untuk mempe- ngaruhi dalam pembuatan keputusan.  Kekuasaan  timbul  karena: expert power, referent power, reward power, legitimate power. Kekuasaan merupakan bagian dari wewenang. Wewenang adalah hak untuk bertindak atau memerintahkan orang lain ke arah pencapaian tujuan organisasi (Stephen P. Robbins, 2001). Inti kepemimpinan yang efektif adalah pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku anggota / bawahan. Hingga saat ini baru ada sejumlah kecil penelitian mengenai hubungan antara kekausaan pemimpin dan efektivitasnya. Dalam kebanyakan penelitian tersebut, diklasifikasikan ke dalam pengertian taksonomi yang dikembangkan oleh J. R. P. French Jr. dan B. Raven pada tahun 1959 (Timpe, 1991).

            Banyak orang yang menduga bahwa pemimpin dan manajer memiliki fungsi yang sama. Kalau seseorang dipilih menjadi pemimpin, otomatis dia juga jadi manajer, dan sebaliknya. Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kerancuan di kemudian hari, karena kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Menurut Warren G. Bennis, ada perbedaan yang cukup signifikan antara manajer dengan pemimpin. “Untuk bertahan hidup di abad XXI ini, kita memerlukan seorang pemimpin generasi baru, pemimpin  dan  bukan  manajer”!  Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak pemimpin yang berperilaku seperti seorang manajer, meskipun mereka telah memiliki bawahan seorang manajer. Hal ini terjadi karena kebanyakan mereka belum memahami apa filosofi dan eksistensi dari seorang pemimpin sehingga terjebak dalam peran yang salah.

                Gaya kepemimpinan merupakan bagian dari apa yang disebut “Tipe Kepemimpinan”. Tipe kepemimpinan adalah: bentuk/pola/jenis kepemimpinan, yang di dalamnya diimple- mentasikan satu /lebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnya.

                 Gaya kepemimpinan ini didasarkan pada keahlian tertentu yang dimiliki seseorang dan keahliannya etrsebut banyak dibutuhkan oleh anggota-anggotanya. Gaya ini menekankan seorang pemimpin harus professional di bidangnya yang dapat diperoleh dari pendidikan formal dan/atau pengalaman kerja yang cukup lama di bidangnya. Dalam aplikasinya, gaya kepemimpinan keahlian cenderung dilaksanakan dengan gaya atau perilaku yang termasuk pada tipe kepemimpinan otoriter. Kecenderungan ini dapat terjadi karena pemimpin yang ahli sering merasa tidak perlu memperoleh masukan berupa inisiatif, kreativitas, saran atau kritik dari anggotanya yang dipandang tidak ahli di bidang yang dia kuasai tersebut. Keputusan yang diambil dipandang yang terbaik menurut kaca mata pemimpin keahlian tersebut, dan harus dilaksanakan tanpa berhak dibantah oleh anggota-anggotanya.

                  Pengertian Organisasi Belajar dikemukakan juga oleh A. Jashapara mengutip David Birchall dan Laurence Lyons (1995, p.60) dengan menjelaskan bahwa organisasi belajar adalah sebuah organisasi yang dapat menyesuaikan diri secara terus menerus  dalam  meningkatkan  fokus  individu,  tim   (team) dan organisasi untuk belajar melalui pemasaran kebutuhan- kebutuhan para pelanggan dan pemahaman dinamika kekuatan yang bersaing. Pendapat ini semakin menekankan betapa pentingnya kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi melakukan kegiatan organisasi belajar dengan memfokuskannya pada kemampuan individu, tim dan organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus menerus berubah dan berkembang setiap saat.

                    Peter M. Senge dan Art Klener (1990, p.20) menjelaskan bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang para anggotanya secara terus menerus meningkatkan kapasitas kerjanya untuk menciptakan hasil - hasil yang sungguh-sungguh diinginkan dan pola - pola berpikir yang baru serta tetap maju secara terarah dan aspirasi bersama diberi ruang yang bebas, dan para anggot secara terus menerus mempelajari bagaimana cara belajar kelompok.

                  Salah satu teori agen perubahan yang paling komprehensif adalah  teori kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Gagasan awal mengenai model kepemimpinan ini dikembangkan oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya disempurnakan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Basa (Eisenbach, Watson, dan Pillai (1999). Kepemimpinan transaksional memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pimpinan dengan anggota yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, dan penugasan kerja serta imbalan (imbalan dan insentif) atas pemenuhan tugas tersebut (prestasi).

C. KERANGKA PENULISAN   DAN PENJELASANNYA

                   Buku tentang “MERAIH KESUKSESAN ORGANISASI DENGAN KEPEMIMPINAN MANAJERIAL YANG ‘SMART’ DENGAN PENDEKATAN RISET EMPIRIS” yang dituliskan oleh   “YUNI SISWANTI , SE, M, SI” yang disusun dengan komposisi materi yang sesuai dengan bagaimana cara meraih kepemimpinan yang sukses.

BAB I KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah kemampuan serta kemauan untuk menggalang pria dan wanita menuju suatu maksud / tujuan, serta karakter yang menginspirasikan keyakinan (Bernard Montgomery, Jenderal Lapangan Inggris). Kompetensi adalah lebih dari sekedar kata-kata. Kompetensi adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengatakannya, merencanakannya, dan melakukannya dengan sedemikian rupa sehingga orang lain mengetahui bahwa ia mengetahui caranya – dan mengetahui bahwa mereka ingin menjadi pengikutnya (John C. Maxwell) .

Kepemimpinan yang  mana- jerial merupakan proses mempengaruhi anggota / bawahan  (dari subjek / dalam hal ini  seorang  pemimpin)  melalaui  proses manajerial (dengan perencanaan, pengorganisasian, pendelegasian, pelaksanaan (pengarahan, koordinasi, dan komunikasi), penganggaran (budgeting) serta pengawasan atau pengendalian )) dengan motivasi yang tinggi agar anggota / bawahannya bersedia mengikuti apa yang diharapkan subjek/ pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.

 Salah satu indicator seorang pemimpin dikatakan sukses apabila dia mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya secara efektif. Untuk itu, perlu dipahami mengenai sifat-sifat kepemimpinan yang efektif agar siapapun yang membaca buku ini minimal menjadi tergerak untuk memiliki sifat-sifat tersebut. Evolusi kepemimpinan terjadi seirama dengan perubahan zaman yang mempengaruhi organisasi secara keseluruhan. Evolusi kepemimpinan melewati empat (4) tahapan dimana masing-masing tahapan secara umum dibagi menjadi dua (2) dimensi yaitu dimensi tingkat mikro atau makro dan dimensi lingkungan stabil atau chaos / kacau (Daft & Lengel, 1998 dalam Triantoro, 2004).  Para pemimpin besar yang berhasil mengubah organisasinya menjadi organisasi yang besar dan dikenal luas di seluruh dunia, memulai kepemimpinannya dari ruang lingkup yang kecil. Dalam perjalanan kepemimpinannya, banyak menemui hambatan dan tantangan, sehingga mereka bisa mengambil hikmah dari setiap tantanagn dan hambatan yang dihadapi untuk menuju pada kesuksesan.

BAB  II KEKUASAAN DAN WEWENANG

Kekuasaaan adalah kapasitas seseorang untuk mempe- ngaruhi dalam pembuatan keputusan.  Kekuasaan  timbul  karena: expert power, referent power, reward power, legitimate power. Kekuasaan merupakan bagian dari wewenang. Wewenang adalah hak untuk bertindak atau memerintahkan orang lain ke arah pencapaian tujuan organisasi (Stephen P. Robbins, 2001). Inti kepemimpinan yang efektif adalah pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku anggota / bawahan. Hingga saat ini baru ada sejumlah kecil penelitian mengenai hubungan antara kekausaan pemimpin dan efektivitasnya.

Kekuasaan yang diaplikasikan oleh pemimpin kepada anggota-anggotanya dapat berimplikasi pada beberapa hal yang bereda satu dengan yang lain, terutama pada reaksi anggota. Konsekuensi yang mungkin dirasakan oleh pemimpin terkait dengan penggunaan kekuasaan yang dijalankannya dapat berupa: menghasilkan komitmen anggota, atau anggota sekedar menuruti pemimpinnya, atau dapat saja terjadi perlawanan dalam diri anggota. Konsekuensi yang terjadi dalam diri anggota ini merupakan hasil dari kombinasi motivasi dan usaha yang mereka lakukan. Wewenang dan kekuasaan imbalan dapat menghasilkan komitmen anggota jika digunakan oleh pemimpin yang memiliki keterampilan bagus dan dalam situasi yang tepat. Paksaan tidak perlu menghasilkan perlawanan, apabila dipergunakan dengan terampil, justru dapat menghasilkan sikap menurut. Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa hasl riset tentang kekuasaan menghasilkan penemuan yang agak membingungkan. Seseorang dapat memperoleh kesan bahwa pemimpin yang efektif hanya menggunakan kekuasaan keahlian dan wibawa, tanpa sama sekali memerlukan wewenang, paksaan atau imbalan. Namun kesan ini bertolak belakang dengan penemuan dari riset motivasi yang mengindikasikan bahwa imbalan dapat dengan efektif meningkatkan usaha dan kinerja anggota dalam beberapa situasi. Riset tentang motivasi juga membuktikan bahwa kadangkala hukuman dapat dengan efektif membuat anggota menuruti petunjuk dan peraturan atasan (Timpe, 1991).

BAB III TEORI KEPEMIMPINAN

Teori yang usianya dipandang cukup tua ini menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir dari kedua orang tuanya. Bennis dan Nanus, 1990 menjelaskan bahwa Teori Great Man (Orang Besar) berasumsi pemimpin dilahirkan, bukan diciptakan. Dengan kata lain, pemimpin berasal dari keturunan tertentu yang berhak jadi pemimpin. Misalnya: anak raja pasti memiliki bakat untuk menjadi raja sebagai pemimpin rakyatnya. Menurut Bennis dan Nanus (1990) dalam perkembangannya, teori berdasar bakat cenderung ditolak dan lahirlah Teori Big Bang. Teori ini menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan/dapat membuat seseorang menjadi pemimpin. Teori ini mengintegrasikan antara situasi dan pengikut organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwaperistiwa besar seperti revolusi, pemberontakan, reformasi. Yang dimaksud pengikut adalah orang-orang yang menokohkan orang tersebut dan bersedia patuh / taat pada keputusankeputusan / perintah-perintahnya dalam kejadian tertentu.

Perilaku kepemimpinan berorientasi pada karyawan akan dapat meningkatkan produktivitas kelompok dan kepuasan kerja dalam jangka panjang, sedang perilaku berorientasi produktivitas/hasil kerja dapat meningkatkan produktivitas kelompok dalam jangka pendek, namun berdampak kepuasan kerja menjadi rendah. Jadi, 3 penelitian dari 3 universitas yang berbeda, ternyata menemukan perilaku kepemimpinan yang cenderung sama. Perilaku/gaya kepemimpinan ditampilkan dengan mem- berikan perhatian besar pada produktivitas, sedang perhatian pada anggota rendah. Kepemimpinan ini disebut manajemen tugas atau otoriter (task or authoritarian management). Tuntutan pemimpin sangat tinggi pada efisiensi dan efektivitas kerja untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi.

BAB IV GAYA KEPEMIMPINAN (STYLE OF LEADERSHIP) 

            Gaya kepemimpinan merupakan bagian dari apa yang disebut “Tipe Kepemimpinan”. Tipe kepemimpinan adalah: bentuk/pola/jenis kepemimpinan, yang di dalamnya diimple- mentasikan satu /lebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnya.  Gaya kepemimpinan di bagi menjadi dua yaitu; gaya kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis. Pemimpin memerankan dirinya sebagai pelindung anggota, sebagaimana layaknya seorang ayah. Pemimpin berusaha mengetahui kegiatan dan masalah anggota, karena ia harus bertanggung jawab atas segala akibatnya, baik positif/ negatif.  Pemimpin menampilkan tanggung jawabnya mengayomi, melindungi, dan  membela  kepentingan  anggotanya. Menjadi tumpuan harapan anggota.  Pemimpin selalu berusaha mendahulukan dan menguta- makan kepentingan organisasi karena merupakan kepentingan bersama, walaupun terpaksa harus mengor- bankan kepentingan anggota yang berbeda atau bertentang bersama.  Kepemimpinan ini dijalankan juga dengan sikap pengabdian, kerelaan berkorban dan kepeloporan yang tinggi dalam mewujudkan kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan organisasi.

           

            BAB V PERAN PEMIMPIN DI ERA PERUBAHAN 

            Pemimpin organisasi harus dapat bertindak sebagai agen perubahan bagi anggota-anggotanya. Dalam  perkembangannya,  anggota- anggota organisasi tersebut harus mampu menjadi agen perubahan bagi lingkungannya. Untuk itu, kedua pihak perlu diberlakukan proses pemberdayaan, sehingga masing-masing individu merasa siap menghadapi perubahan dan siap pada saat yang dibutuhkan. Pemberdayaan membutuhkan gaya kepemimpinan partisipatif  yang  memberlakukan  anggota  sebagai   mitra kerja. Dalam pemberdayaan, pemimpin mendelegasikan sebagian wewenang yang dimiliki kepada  anggota  agar  melalui pendelegasian tersebut, anggota organisasi merasa dipercaya oleh pemimpin untuk berperan dalam menyelesaikan masalahmasalah organisasi. Dalam menghadapi era perubahan seperti saat ini, setiap pemimpin dituntut mampu melakukan perubahan strategis, perubahan fundamental, perubahan dengan pendekatan cultural, perubahan partisipatif, dan perubahan berbasis hubungan. Dengan menguasai beragam bentuk-bentuk perubahan tersebut, pemimpin siap mengelola perubahan, mengelola sumberdaya manusia yang dimiliki untuk memenangkan persaingan.

            Sebagian besar perubahan organisasi dilakukan dengan pendekatan organisasi terlebih dahulu, baru kemudian diikuti perubahan individu yang terlibat di dalamnya. Pengalaman menunjukkan kesimpulan yang berkebalikan, yakni keberhasilan perubahan dimulai dari mengubah individunya terlebih dahulu baru perubahan oganisasi. Pendekatan “individual out” secara strategis mengubah organisasi dengan terlebih dahulu mengubah individual (Black dan Gregersen, 2003:2 dalam Wibowo, 2006: 16). Perubahan individu dimulai dari adanya kesadaran bahwa pada dasarnya setiap orang dalam benaknya telah memiliki “peta mental” tentang bagaimana mereka melihat organisasi dan pekerjaannya. Peta mental tersebut mengarahkan perilaku orang dalam kehidupan berorganisasi. Seorang pemimpin organisasi ditntut mampu menjadi map maker atau pembuat peta yang efektif, karena bila individu tidak dlakukan pemetaan kembali atas apa yang ada di benak mereka, ada kecenderungan tidak dapat memecahkan brain barrier (suatu rintangan dalam otak seseorang).

 Memimpin perubahan strategis harus bersedia menghadapi tantangan dan hambatan serta mampu menerobos inovasi, mekukan pertumbuhan dan memiliki taktik dalam menentukan perubahan. Pemimpin perubahan  harus  mampu  mempengaruhi  orang lain secara positif; dengan memperhatikan kapan, siapa, dn keterampilan  yang  dibutuhkan  untuk  mempengaruhi setiap pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang dipimpinnya.

BAB VI PERAN PEMIMPIN DALAM PEMBELAJARAN ORGANISASI 

            Pengertian Organisasi Belajar dikemukakan juga oleh A. Jashapara mengutip David Birchall dan Laurence Lyons (1995, p.60) dengan menjelaskan bahwa organisasi belajar adalah sebuah organisasi yang dapat menyesuaikan diri secara terus menerus  dalam  meningkatkan  fokus  individu,  tim   (team) dan organisasi untuk belajar melalui pemasaran kebutuhan- kebutuhan para pelanggan dan pemahaman dinamika kekuatan yang bersaing. Pendapat ini semakin menekankan betapa pentingnya kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi melakukan kegiatan organisasi belajar dengan memfokuskannya pada kemampuan individu, tim dan organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus menerus berubah dan berkembang setiap saat.

            Peter M. Senge dan Art Klener (1990, p.20) menjelaskan bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang para anggotanya secara terus menerus meningkatkan kapasitas kerjanya untuk menciptakan hasil - hasil yang sungguh-sungguh diinginkan dan pola - pola berpikir yang baru serta tetap maju secara terarah dan aspirasi bersama diberi ruang yang bebas, dan para anggot secara terus menerus mempelajari bagaimana cara belajar kelompok. Pengertian berikut dikemukakan oleh  Michael  Back  di  dalam Michael Marquardt dan Angus  Reynolds  (1994,  p.20)  yang mengatakan: organisasi belajar adalah organisasi yang memberikan fasilitas pembelajaran dan pengembangan pribadi pada semua anggotanya dan pada saat yang sama organisasi tersebut secara terus menerus mengubah dirinya sendiri. Pengertian ini menjelaskan bahwa pengefektifan organisasi  dalam  mencapai  tujuannya,  harus dilakukan dengan cara memberikan fasilitas pembelajaran dan pengembangan pribadi setiap anggota organisasi. Pemberian fasilitas berarti pemimpin perlu memberikan peluang bagi anggota organisasi untuk meningkatkan kemampuannya melalui proses pembelajaran di dalam atau di luar organisasi, dengan atau tanpa menyediakan pembiayaan (cost) untuk keperluan tersebut. Misalnya dengan memberikan kesempatan mengikuti pendidikan yang leih tinggi, pelatihan, seminar, dll.

            David A. Garin (1993, p.78) dalam Hadari (2004) mengatakan bahwa organisasi belajar merupakan pengorganisasian kreativitas, kecakapan dan transfer ilmu pengetahuan, yang selanjutnya diharapkan mampu memperbaiki perilaku sebagai pengejawantahan wawasan dan ilmu pengetahuan baru. Pengertian ini jelas menunjukkan bahwa sebuah organisasi bersifat dinamis, karena harus mengikuti perkembangan dan perubahan lingkungannya, agar dapat mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya.

            Organisasi Belajar adalah organisasi yang pemimpinnya mampu menerapkan pembelajaran bersama secara  terus  menerus,  untuk mentransformasikan organisasinya agar lebih baik dari masa sebelumnya. Pembelajaran itu mencakup seluruh aspek kehidupan organisasi untuk menjadi lebih baik dalam mengelola, memberdayakan pengetahuan untuk keberhasilan organisasi, memberdayakan Sumber Daya Manusia, mendayagunakan teknologi secara optimal untuk keberhasilan atau produktivitas.

                        BAB VII KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL 

            Kepemimpinan transaksional memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pimpinan dengan anggota yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, dan penugasan kerja serta imbalan (imbalan dan insentif) atas pemenuhan tugas tersebut (prestasi).

            Apabila model tradisional lebih berfokus pada gaya kepemimpinan yang sesuai untuk status  quo,  maka  model  agen perubahan (change agency models) menekankan alternatif kepemimpinan yang tepat untuk mengadakan perubahan. Salah satu teori agen perubahan yang paling komprehensif adalah  teori kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Gagasan awal mengenai model kepemimpinan ini dikembangkan oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya disempurnakan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Basa (Eisenbach, Watson, dan Pillai (1999).

            Dengan demikian, kepemimpinan transaksional mengarah pada upaya mempertahankan atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan transaksional  juga  dipandang  cenderung menghambat kebutuhan organisasi akan perubahan (Ticky & Ulrich, 1987 dalam Fulop & Linstead, 1999).

           

                        BAB VIII KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL 

            Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai kepemimpinan yang mencakup upaya perubahan organisasi (sebagai lawan kepemimpinan yang dirancang untuk mempertahankan status quo). Diyakini bahwa gaya ini akan mengarah pada kinerja superior dalam organisasi yang sedang menghadapi tuntutan pembaharuan da perubahan (Bass & Avolio, 1994).  Dalam kaitannya dengan kepemimpinan transformasio-  nal, Bass (1985) menegaskan bahwa kepercayaan (trust)  anggota merupakan konsekuensi logis dari kepemimpinan transformasional. Kepercayaan merupakan faktor esensial dalam manajemen perubahan karena dibutuhkan untuk pengambilan risiko yang merupakan bagian integral dari kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan ini sering kali diidentifikasi melalui dampaknya terhadap sikap, nilai, asumsi, dan komitmen para anggota (Yukl, 1989).

            kepemimpinan transformasional tepat diterapkan untuk situasi yang bersifat non rutin. Menurut Pawar & Easman (1997) (dalam Fandy dan akhmad, 1999), organisasi akan lebih bersedia menerima kepemimpinan transformasional apabila adaptasi merupakan tujuannya. Sebaliknya situasi evenbased pacing (focus untuk mempertahankan status quo dan mencapai sasaran-sasaran spesifik) lebih sesuai dengan tipe kepemimpinan transaksional. Bass (1985) juga menyatakan bahwa kepemimpinan tarnsformasional paling cocok untu level manajemen puncak. Meskipun demikia, ada pula teoritisi yang berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapat berlaku untuk semua level organisasional, bukan semata-mata pada manajemen puncak. Kouzes dan Posner (1988); dalam fandy dan Akhmad (1999) merumuskan lima (5) langkah yang harus dilakukan agar dapat menjadi pemimpin transformasional, yaitu: (1) mempertanyakan praktik yang ada saat ini; (2) menginspirasi visi bersama; 3) membantu orang lain untuk bertindak; (4) memperagakan atau mempraktikkan cara  merealisasikan  visi  baru; dan (5) encourage the heart.

           

                        BAB IX KEPEMIMPINAN VISIONER DAN PENGEMBANGAN

            Kepemimpinan strategis bertanggung jawab untuk men- ciptakan harmoni antara tuntutan lingkungan eksternal organisasi (dunia) dengan visi, misi, strategi, dan implemenasi strategi. Visi menggambarkan wujud organisasi di masa depan, sedangkan misi menggambrakan nilai-nilai pokok (core values), tujuan (purpose), dan alasan akan eksistensi organisasi. Strategi menyediakan arah yang menterjemahkan visi menjadi aksi dan merupakan dasar bagi pengembangan mekanisme spesifik untuk menolong organisasi mencapai tjuannya. Strategi adalah niat (intention), sebaliknya implemen- tasi melalui arsitektur dasar organisasi seperti struktur organisasi, system, budaya dan iklim, system insentif dan lain sebagainya yang menjamin terwujudnya visi di masa depan.

            Kepemimpinan visioner  adalah  kepemimpinan  yang mengandung ambisi besar dalam memandang masa depan, dan mewujudkannya, dengan senantiasa percaya bahwa keinginan setiap orang di dalam organisasi merupakan sesuatu yang amat berharga untuk dicapai dengan penuh pengorbanan (Nanus, 1992). Pemimpin visioner selalu berusaha ingin meraih visi yang sudah ditetapkan, dengan anggota dimotivasi untuk meraih visinya tersebut.

            Ada beberapa cirri-ciri seorang pemimpin visioner dipandang efektif dalam menjalankan kepemimpinannya, yaitu:

Pemimpin mampu menghubungkan visi saat ini dengan visi ke masa depan (links the present to the future). Banyak pemimpin yang hanya berfokus pada masalah- masalah yang muncul saat ini, tetapi jarang yang berusaha untuk berkontemplasi dalam menvisualisasi masa depan bagi organisasinya. Pemimpin visioner selalu berusaha menghubungkan visi organisasi yang sekarang ini dianut dengan visi di masa yang akan datang. Jadi, pemimpin mampu melihat dan menghadapi kebutuhan organisasi saat ini dan memenuhi kewajiban saat ini, sementara itu juga tetap berusaha mencapai impian di masa depan.

Pemimpin visi menggerakkan energi dan komitmen bagi seluruh anggotanya Pemimpin visioner senantiasa menimbulkan inspirasi, semangat, komitmen, spirit untuk diperjuangkan guna mencapai sesuatu yang lebih bermakna bagi kehidupannya, bagi rang lain, dan bagi masyarakat. Pemimpin visioner mampu menggerakkan orang-orang menuju transendensi diri sehingga bekerja bukan hanya sekedar mencari uang, tetapi lebih bermakna yakni dari aktualisasi diri, membangun bangsa dan negara, dan mensejahterakan masyarakat melalui produk perusahaan yang unggul. Pemimpin visioner senantiasa menerapkan dlam hidupnya bahwa apapun yang dilakukannya selayaknya harus memneri makna bagi dirinya, dan bagi orang lain yang ada di sekitarnya. Upaya ini selalu diusahakan dalam diri setiap anggotanya, sehingga semua yang dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi mengupayakan nilai-nilai bagi sesamanya.

Pemimpin visioner membangun standar keunggulan dan kualitas Pemimpin visioner senantiasa berupaya menyediakan sebuah ukuran bagi anggotanya dalam menilai kontribusi mereka terhadap organisasi. Pemimpin juga menyadari apakah usaha keras mereka sudah sesuai dengan tujuan organisasi dan merupakan satu kesatuan dalam kinerja organisasi. Standar kualitas anggota pun dimiliki oleh pemimpin visioner, sehingga membuat setiap orang dalam organisasi mampu memahami dan ebrusaha memberikan kontribusi yang optimal bagi organisasi.

Pemimpin visioner memiliki daya tarik yang luas dan mendalam Pemimpin visioner selalu melibatkan anggota-anggotanya dalam setiap aktivitas penting, karena pemimpin tipe ini menyadari bahwa kekuatan organisasi tidak lepas dari SDM yang dimilikinya. Pemimpin visioner memberkan kebebasan pada setiap angota untuk menyuarakan ide-idenya dan bekerja secara mandiri, dengan sasaran yang sama.

Pemimpin visioner berhubungan dengan perubahan Pemimpin yang visioner cenderung melihat perubahan, mengamati, dan berusaha melakukan perubahan yang signifikan bagi organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin tipe ini selalu mendorong anggotanya untuk mau berubah ke arah yang lebih baik, mengubah pola piker yang cenderung santai dan masa bodoh menjadi peta mental yang positif untuk siap menghadapi perubahan di luar organisasi yang terjadi sangat cepat dan di setiap waktu.

Pemimpin visioner mendorong keyakinan dan harapan Pemmpin visioner mendampingi anggotanya dengan selalu mendorong keyakinan dan harapan tiap anggota untuk yakin bahwa masa depan masih terbentang luas bagi hidup mereka. Masa depan yang menyenangkan akan mereka raih apabila seluruh anggota organisasi memiliki keyakinan kuat dalam dirinya bahwa setiap orang memiliki potensi yang unik untuk berkembang. Harapan anggota akan dapat dicapai apabila memiliki keyakinan pada kemampuan diri sendiri.

Pemimpin visioner memiliki idealisme yang tinggi Pemimpin visioner selalu berupaya melihat kemungkinan- kemungkinan yang terjadi beberapa waktu yang akan datang dengan idealisme tinggi. Pemimpin tipe ini berusaha meraih tujuan organsiasi dengan cara ideal dan terhormat, bukan dengan cara yang munafik. Bersama dengan seluruh anggota, pemimpin mengupayakan kemajuan-kemajuan yang berarti bagi organisasi.

Pemimpin pengembangan membuat asumsi yang dapat mengarahkan tindakan dan pekerjanya. Menurut Maslow (1908) dalam Hadari, 2003 menyatakan bahwa pemimpin pengem- bangan membuat asumsi tentang pekerjanya yang meliputi :

 1. Dipercaya untuk memerankan keahlian dan kemampuan yangterbaik.

 2. Berhak memperoleh informasi mengenai keputusan, misi dan strategi organisasinya

 3. Berkeinginan menjadi kontributor lebih dari sekedar pengamat pasif.

 4. Berkeinginan mengatasi risiko jika organisasi membangun jaring pengaman (sosial).

 5. Menikmati kerjasama tim dan harmonitas kelompok.

 6. Kemampuan pekerjanya dapat ditingkatkan.

 7. Berkeinginan untuk tumbuh dan berkembang.

 8. Ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna, sukses, dihargai dan direspek

 9. Ingin mengembangkan hubungan baik dengan pemimpin, manajer dan koleganya

 10. Menginginkan pekerjaan yang bermakna.

 11. Berkeinginan memperoleh penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang dicapai.

 12. Menginginkan tanggung jawab atas kepasifannya.

 13. Menginginkan pendekatan kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya sendiri.

 14. Menginginkan organisasinya berhasil dan mencapai tujuan serta sasaran bisnisnya.

pemimpin pengembangan menganut prinsip berorientasi pada kinerja untuk membantu organisasinya mencapai hasil usaha  yang  dibutuhkan  dan  untuk   memperbaiki   kinerja   dan produktivitas pekerjanya melalui pertumbuhan dan perkembangan secara berkelanjutan. Tiga prinsipnya-yakni kemitraan kinerja, perbaikan kinerja dan komunikasi yang efektif-merupakan dasar bagi kesuksesan dengan cara memberi kesempatan kepada pemimpin untuk mengkomunikasikan harapannya secara jelas, memotivasi dan menginspirasi.

BAB X PERAN PEMIMPIN DALAM PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI 

Kepemimpinan adalah kemampuan serta kemauan untuk menggalang pria dan wanita menuju maksud tertentu, serta karakter yang menginspirasikan keyakinan dan nilai-nilai yang dipegang dengan teguh. (Barnard Montgomery, Jenderal Lapangan Inggris). Budaya merupakan nilai - nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati. Di dalam suatu organisasi, kebiasaan ini menjadi budaya kerja sumber daya manusia di dalam organisasi, dan sering dinamakan sebagai budaya organisasi. Budaya adalah apa yang dilakukan orang dan apa arti tindakan mereka. Budaya adalah gagasan, kepentingan, nilai - nilai dan sikap yang disumbangkan oleh kelompok. Budaya menjadi latar belakang, keterampilan, tradisi, komunikasi dan proses keputusan, mitos, ketakutan, harapan, aspirasi, dan harapan yang menjadi pengalaman (Wibowo, 2006).

Budaya organisasi didominasi oleh tahap awal dari kedewasaan, biasanya pemimpin yang frustasi. Perubahan terletak di tangan pemimpin. Orang tidak ingin dikatakan sebagai orang yang berperilaku tidak dewasa. Jika pemimpin meminta mereka untuk berindak lebih dewasa, mereka akan cepat mengikuti, bahkan kadang-kadang berperilaku lebih dewasa dari pemimpinnya. Tetapi dengan bertambahnya tingkat kedewasaan budaya, maka yang terjadi adalah bahwa budaya kerja justru menurun. Pada tingkat kedewasaan tertinggi, budaya kerja akan bersamaan terjadi dengan peluang yang tersedia.

Setiap organisasi perlu mengubah budaya yang dianut selama ini agar mampu menciptakan iklim yang mendorong terjadinya proses  pemberdayaan.  Menjadi  sangat  perlu didefinisikan kembali nilai-nilai yang diharapkan dapat diterima oleh segenap sumber daya manusia di dalamnya. Nilai-nilai yang dipilih dengan baik dapat membantu menciptakan iklim pemberdayaan (Smith, 2000). Dengan demikian, setiap orang tahu perilaku apa yang diharapkan dari mereka. Nilai-nilai dan budaya organisasi akan mempengaruhi bagaimana orang berperilaku, tetapi sebaliknya bagaimana orang berperilaku akan mempengaruhi budaya suatu organisasi. Dengan demikian, untuk memberdayakan budaya organisasi dapat dilakukan dengan memberdayakan orang di dalam organisasi. keberdayaan orang di dalam organisasi akan dapat meningkat apabila diberi kesempatan atau dilibatkan dalam seluruh proses kegiatan organisasi.

Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. budaya organisasi menjadi acuan bersama di antara manusia dalam melakukan interaksi dalam organisasi. budaya organisasi adalah bagaimana orang merasakan tentang pekerjaan baik dan apa yang membuat orang bekerja bersama dalam harmoni. Budaya organisasi merupakan perekat bagi semua hal di dalam organisasi. budaya organisasi adalah bagaimana orang merasa tentang melakukan pekerjaan baik dan apa yang membuat peralatan dan orang bekerja sama dalam harmoni. Hal ini merupakan perekat dan menjadi minyak yang melicinkan.

 

D.  IDE UTAMA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN KRISTENAN

Menurut Kristus, Jenis kepemimpinan yang paling sejati dan benar adalah yang mengutamakan pelayanan, pengorbanan, dan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Orang yang sombong dan mengagungkan diri sendiri, jauh dari citra pemimpin yang berdasar pada Yesus Kristus, tidak peduli seseorang itu memiliki kekuatan politik atau memegang wewenang kekuasaan yang besar. Pemimpin yang memandang Yesus Kristus sebagai pemimpin dan teladan utama kepemimpinan akan memiliki hati pelayan. Mereka akan menunjukkan keteladanan dalam bentuk pengorbanan (MacArthur, 2009).

Menurut Engstrom dan Dayton (1998) kepemimpinan Kristen ialah kepemimpinan yang dimotivasi oleh kasih dan disediakan khusus untuk melayani. Itu merupakan kepemimpinan yang telah diserahkan kepada kekuasaan Yesus Kristus dan teladan-Nya. Para pemimpin Kristen yang terbaik memperlihatkan sifat-sifat yang penuh dengan dedikasi tanpa pamrih, keberanian, ketegasan, belas kasihan, dan kepandaian yang persuasif yang menjadi ciri pemimpin agung.

Sedangkan menurut Y. Gunawan, Pr (2014) kepemimpinan Kristiani adalah model kepemimpinan yang universal. Model kepemimpinan Kristiani dilandasi oleh nilai-nilai dan prinsip-prinsip kasih yang tulus ikhlas dan berkesinambungan kepada sesama dan semesta alam. Model kepemimpinan ini juga meyakini dan mengimani akan adanya kekuatan, tuntunan, pertolongan, campur tangan, dan kehendak Yesus Kristus penyelenggaraan kepemimpinan organisasional dan individual. Suka-duka, kesuksesan-kegagalan, kejayaan atau kemuliaan yang dicapai oleh suatu korporasi, organisasi, entitas keluarga atau individual pemimpin hanyalah merupakan konsekuensi dari internalisasi model kepemimpinan yang dijiwai oleh nilai-nilai kasih dan keyakinan akan kehendak Yesus Kristus.

E.  KUTIPAN ATAU MOTIVASI

Kepemimpinan adalah kemampuan serta kemauan untuk menggalang pria dan wanita menuju suatu maksud / tujuan, serta karakter yang menginspirasikan keyakinan. (Bernard Montgomery, Jenderal Lapangan Inggris) .

Kompetensi adalah lebih dari sekedar kata-kata. Kompetensi adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengatakannya, merencanakannya, dan melakukannya dengan sedemikian rupa sehingga orang lain mengetahui bahwa ia mengetahui caranya – dan mengetahui bahwa mereka ingin menjadi pengikutnya (John C. Maxwell).  

Kepemimpinan merupakan Sebuah hubungan yang saling mampengaruh diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama dengan berlandaskan pada fungsi-fungsi manajerial (Joseph C. Rost., 1993)

Pemimpin adalah Kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan dengan mendasari pada fungsi-fungsi manajerial (Robbins, 2010).

Pemimpin adalah Upaya menggunakan  berbagai  jenis  pengaruh  yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi agar mencapai tujuan tertentu (Gibson, 2009)

Pemimpin adalah Seni/proses mempengaruhi orang (anggota organisasi) sehingga berusaha mencapai tujuan organisasi dengan kemauan dan antusiasme yang tinggi (Harold Koontz, Cyril O’Donnel dan Heinz Weihrich, 1988).

Pemimpin adalah Proses mempengaruhi pihak lain untuk bekerja lebih baik guna mencapai tujuan (Lussier, 2005). 6. Proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi ang- gotanya untuk mencapai tujuan kelompok/organisasinya (Greenberg dan Baron, 2010).

Kepemimpinan mana- jerial merupakan proses mempengaruhi anggota / bawahan  (dari subjek / dalam hal ini  seorang  pemimpin)  melalaui  proses manajerial (dengan perencanaan, pengorganisasian, pendelegasian, pelaksanaan (pengarahan, koordinasi, dan komunikasi), penganggaran (budgeting) serta pengawasan atau pengendalian )) dengan motivasi yang tinggi agar anggota / bawahannya bersedia mengikuti apa yang diharapkan subjek/ pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.

Para pemimpin besar yang berhasil mengubah organisasinya menjadi organisasi yang besar dan dikenal luas di seluruh dunia, memulai kepemimpinannya dari ruang lingkup yang kecil. Dalam perjalanan kepemimpinannya, banyak menemui hambatan dan tantangan, sehingga mereka bisa mengambil hikmah dari setiap tantanagn dan hambatan yang dihadapi untuk menuju pada kesuksesan.

Inti kepemimpinan yang efektif adalah pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku anggota / bawahan. Hingga saat ini baru ada sejumlah kecil penelitian mengenai hubungan antara kekausaan pemimpin dan efektivitasnya. Dalam kebanyakan penelitian tersebut, diklasifikasikan ke dalam pengertian taksonomi yang dikembangkan oleh J. R. P. French Jr. dan B. Raven pada tahun 1959 (Timpe, 1991).

Kepemimpinan yang efektif adalah dimana kepemimpinan tersebut mampu memotivasi bawahannya untuk terus berjuang menuju kesuksesan, memiliki semangat bekerja, produktif, berorientasi terhadap hasil dan tentunya akan memberikan dampak positif kepada perusahaan atau kelompok yang sedang di pimpinnya.

F.  KEKUATAN BUKU

1. Kelemahan buku

Buku ini tidak dapat dicapai oleh pemimpi yang biasa-biasa saja tanpa memiliki wawasan yang sangat luas dan juga bisa banyak menyesuaikan diri dengan para pengikutnya atau para anggotanya.

Ada beberapa kelemahan para pemimpi yang dapat kita pahami dalam buku ini ;

a. Menghadirkan suasana yang kaku karena adanya sifat keras dari pemimpin.

b. Besarnya peluang untuk terjadi keluhan, dan pengunduran diri karena rasa tidak nyaman.

c. Adanya peluang untuk merasa tertekan jika adanya perbedaan antara pemimpin dan karyawan.

d. Minimnya kreativitas yang terbatas dari karyawan.

e. Menimbulkan keluhan, permusuhan dan adanya peluang terjadi perpindahan kerja karena bawahan tidak merasa nyaman

f. Dominasi yang berlebihan membuat munculnya oposisi.

g. Disiplin yang terjadi bisa saja karena adanya rasa ketakutan.

2.  Kelebihan buku

buku ini meliputi beberapa bagian,untuk bisa di ikuti oleh para pemimpi yang manajerial  yakni:

1. pemahaman konsep dasar kepemimpinan, kepemimpinan manjerial, karakteristik kepemimpinan yang efektif dengan baik,

2. kekuasaan dan wewenang para pemimpin , serta perbedaan pemimpin dengan manajer harus yang efektif

3. teori kepemimpinan yang memiliki banyak motivasi,

4. gaya kepemimpinan yang bisa menyesuaikan dengan anggotanya atau pengikutnya,

5. peran pemimpin dalam menghadapi era perubahan yang sangat berteladan,

6. para pemimpin dapat berperan dalam pembelajaran organisasi

7. kepemimpinan yang transaksional,

8. kepemimpinan yang  transformasional

9. kepemimpinan yang  visioner  dan kepemimpinan yang  pengembangan,

10. peran pemimpin dalam perubahan budaya organisasi.

                  Bagian-bagian tersebut diiringi dengan contoh kasus riil, serta dilengkapi dengan hasil riset tentang kepemimpinan yang dilakukan oleh penulis di beragam objek. Semoga  buku ini dapat bermanfaat bagi semua  para pemimpi yang mana jerial dan juga para pembaca, terutama dalam upaya untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin yang handal guna menghadapi persaingan yang semakin kompetitif saat ini.

 

G.  KESIMPULAN

Seorang pemimpin adalah seseorang yang dapat melihat bagaimana hal-hal dapat ditingkatkan dan yang mendorong orang untuk bergerak menuju visi yang lebih baik itu. Pemimpin dapat bekerja untuk mewujudkan visi, berkoordinasi, tetapi juga mengutamakan orang. Pemimpin tidak harus berasal dari latar belakang yang sama atau mengikuti jalur yang sama. Pemimpin masa depan sebenarnya akan lebih beragam, yang menghadirkan berbagai macam cara pandang. Tentu saja, orang lain mungkin tidak setuju dengan definisi saya. Yang terpenting adalah organisasi disatukan secara internal dengan definisi kepemimpinannya.

Manajemen sumberdaya manusia bukanlah suatu yang baru di lingkungan suatu organisasi. Upaya manusia, bukan suatu yang statis, tetapi terus berkembang dan berubah seirama dengan dinamika kehidupan manusia yang berlangsung dalam kebersamaan. Keberhasilan suatu instansi ditunjang oleh beberapa faktor, diantaranya peranan sumberdaya manusia, oleh karenanya instansi harus memahami perilaku dari pegawai. Hal ini disebabkan pegawai merupakan penggerak utama dalam organisasi, sehingga harus mendapatkan perhatian yang lebih serius (Buchari Zainun, 2001: 51). Tugas seorang pimpinan suatu instansi untuk mempengaruhi bawahannya, dalam arti mengarahkan, membimbing, menggerakkan dan mengontrol bawahan agar dalam setiap tindakannya sesuai dengan keinginan organisasi serta mengarahkan penggunaan fasilitas yang ada demi tujuan organisasi, bagaimanapun lengkapnya peralatan kerja, faktor manusia harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh karena manusia paling menentukan berhasil dan tidaknya suatu organisasi. Seorang pemimpin dituntut harus mempunyai kemampuan memimpin dan kemampuan intelektual yang tidak diragukan sehingga di dalam memutuskan suatu kebijakan diterima baik di dalam organisasi yang dipimpinnya. Dengan adanya kepemimpinan manajerial yang memadai, maka pegawai akan memiliki persepsi yang baik sehingga segala tindakannya akan dijadikan panutan atau tauladan bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan.

menurut Nelson (2002) Pemimpin adalah orang yang mampu melihat dan mengemukakan visi, melakukan perubahan dengan cara menyelaraskan orang-orang dengan sumber daya, dan mengatur orang-orang maupun sistem-sistem untuk mencapai sasaran tersebut. Kepemimpinan adalah pengaruh tapi tidak semua pengaruh adalah kepemimpinan. Pemimpin diberi otoritas untuk menggerakkan para pengikut mencapai tujuan yang sama. Pemimpin adalah katalisator- pengantar perubahan yang menggerakkan dan memudahkan penggunaan talenta serta sumber daya setiap anggota kelompok.Para pemegang kekuasaan yang sebenarnya dalam kepemimpinan adalah para pengikut dan mitra kerja, bukan para pemimpin. Apabila pemegang kekuasaan tidak memperoleh kekuasaan itu dengan sukarela, maka itu bukan kepemimpinan. Apabila orang-orang tidak membiarkan para pemimpin memiliki pengaruh, pemimpin itu sama sekali bukan pemimpin. Pemimpin semacam itu hanyalah boneka. Seseorang yang menganggap dirinya sedang memimpin padahal para pengikutnya sudah keluar untuk berjalan sendiri-sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun