tanggal satu
kugoreskan selarik tinta
hitam memanjang
awal penanda
jeda akan segera melebar
menuju penghujung tahun
tanggal dua
kita hias dengan untai kata
janji tuk bersua
matahari mengaminkannya, kurasa
ia membagi senyum
berbalut sulur sulur hangat
kilaukan titik embun
yang segra mengelana
tanggal tiga
mestikah kubendel lembar lembar rindu
saat jeda yang tercipta
hendak kau lekatkan
tanpa jurang menganga
tanggal empat
kembali kugoreskan
tinta sbagai penanda
kali ini putih kupilih
agar nampak seperti jeda
setitik harap
bak noktah pelengkap
renjana yang kita gambar
di selembar kanvas lapuk
tanggal lima
lembar lembar memori
makin terbingkai
dalam alunan romansa tanpa kata
seandainya asa ini
mampu membalutnya
agar dingin di ujung malam
tak melukainya
tanggal enam
kueja senyum pagi
berkalungkan mendung
basahi kayu penyangga kanvass usang
tempat kau goreskan cerita cerita
tentang hijau dedaun
bunga bunga me layu
dan rumput meranggas
sudah tanggal tujuh
jeda yang tercipta tak halangiku
selesaikan gambaran tentangmu
tentang seraut wajah
tentang lesung di pipi kiri
tentang dagu terbelah
dan tentang tipis bibir
tenang tetapi menghanyut rasa
tanggal delapan
kutambahkan leret warna
dalam baris putih hitam di dinding
agar tak terlewat
hari hari mengantarai
tanggal sembilan
sepertiga bulan hampir terraih
kita masih berkutat dengan rasa
kehilangan kerinduan dan segala entah
sementara waktu tak henti
jejakkan langkah berlari
dan tinggalkan kita di sini
terduduk menahan perih
di persimpangan
antara rindu dan dendam
tanggal sepuluh
genap pula sepuluh jari
sebanyak itu pula goresan putih hitam
temaniku menata hati
asa bukan satu-satunya
elegi tentang cita
dan juga romansa
diantara dua kelepak hati
yang hampir terkoyak
tanggal sebelas
sengaja kusemaikan jarak
tonggak tonggak terpancang
sepanjang sisi jalanan
yang kita susuri tadi malam
entah bilangan ke berapa
goresan putih hitam itu
tertapak di buram dinding
menggenapi hari hari kosong
warnai kepergianmu
tanggal duabelas
hujan semalam
hapuskan tapak jejak
yang sengaja kau tinggal
tanggal tigabelas
kubertanya: "lalu dengan apakah
kuisi potongan puzzle
yang terlarut
bersama hujan"
tanggal empatbelas
sepagi ini kau deraskan tangis
alangi isak yang coba kutepis
menghabiskannya bersama derai hujan
kaburkan sketsa tentang seraut wajah
di kanvass kanvass terbentang
tanggal limabelas
goresan warna tlah menjelma
menjadi larik larik penanda
hitam
putih
berderet berbaris
tlah jauh kita saling melangkah
kau ke sana
aku ke sini
menanti ujung labirin
menjadi pintu sua
kita
tanggal enambelas
tlah separuh waktu berlari tinggalkan jejak
langkah langkah tertatih
tapak tapak berbalut letih
tanggal tujuhbelas
mentari menua
teriknya kalahkan gundah
kening kening membasah
lukisan rindu tak usai
genapkan romansa
tanggal delapanbelas
penyangga kanvass
gelisah dalam tegak
tak jua kurampungkan gambar wajah
tentangmu
tanggal sembilanbelas
hujan membiru
larutkan warna warna sendu
berleleran di palet buram
menjadikannya bercak bercak
tanpa makna
tanggal duapuluh
kristal kristal rindu
kau sorongkan padaku
dalam bejana berhias senyum
'genap dua pertiga bulan
kau sorongkan padaku
dalam bejana berhias senyum
'genap dua pertiga bulan
kita saling melangkah,' tulismu
prasasti lukisan buram
tak saling bertaut
tanggal duapuluh satu
'sekarang atau nanti
atau mesti menunggu
lagi lagi dan lagi,' keluhmu
waktu tak leluasa memberi
ruang dan hawa sepenuh pinta
hanya bayang, buram tanpa arsir
garis garis yang perlahan pudar
tanggal duapuluh dua
sengaja tak kuberi jeda
gores putih hitam
memanjang sedepa
ujung labirin
tak nampak jua
tak kutahu engkau kemana
arah langkah terhalang kabut
tanggal duapuluh tiga
halimun membentang
percikkan rona rona pelangi
saat matahari membagi hangat
meski tirai langit
sesekali berteman rintik
tak halangi timbunan rindu
yang susah payah kukumpul
untukmu
tanggal duapuluh empat
haruskah kukabarkan pada rindu
bait bait renjanaku
merdu bertunas
nyanyikan serenade
tentang hari baru
tanggal duapuluh lima
simphoni beradu, mendayu
nyanyikan gita seirama orkestra
tabir harapan bawakan kisah
tapak jejakmu semakin nyata
tanggal duapuluh enam
tinggal sedikit hari
kita 'kan mengukir petak petak memori
yang rapat tersimpan
tanggal duapuluh tujuh
kanvass kanvass tlah penuh
bergambarkan kisah
berbaur gores gores memanjang
putih
hitam
tanggal duapuluh delapan
aku tlah lelah melangkah
lorong labirin tak janjikan cahaya
hanya isak
hanya sedu di ujung lidah
dan hanya hanya lain
tak terungkap
tanggal duapuluh sembilan
raga tlah tertatih
menuju letih
membawa badan menghela rintih
gerbang di ujung labirin
menyambut sedih
tanggal tigapuluh
terduduk aku di sisi tebing
renjana yang kupilin tak pernah usai
kuanyam menjadi penghangat
saat hujan menderaskan cerita
luka
tanggal tigapuluh satu
karat karat bertanggalan
remahnya kotori ujung gaun
melambai tersapu angin
inikah ujung
penantian akhir dari asa
yang tersemat dari potongan romansa
kisah duka
rindu dendam dan sedu sedan
angkara sesekali hinggap
kau di tebing terjal
dan aku di lembah landai
sendiri menatap harapan
sia sia
=====%%%%%%%=====
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H