Mohon tunggu...
Endang saefulloh
Endang saefulloh Mohon Tunggu... Guru - Bahagia dan sehat selalu

Belajar mensyukuri yang ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

8 Sikap Orangtua yang Dapat Memupuk Kreativitas Remaja

7 Oktober 2021   23:57 Diperbarui: 8 Oktober 2021   10:35 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak bermain di alam bebas (Dok. iStock/FatCamera)

Remaja adalah aset keluarga bahkan aset suatu bangsa. Potensi mereka sungguh besar, masa remaja merupakan pintu gerbang menuju dewasa, jika fase ini berhasil dilalui, maka tantangan yang remaja ke depan lebih mudah diatasi. 

Sebaliknya, bila gagal, maka remaja bisa mengalami kesulitan memasuki tahap berikutnya. Masa remaja masa badai dan gelombang, perlu arahan dan bimbingan yang baik.

Orangtua dan para pendidik diharapkan dapat membimbing remaja, sehingga mereka tidak salah melangkah, terjebak pada pilihan keliru. 

Pembinaan terpadu di rumah, sekolah dan masyarakat yang mengarahkan kepada hal positif sangat diperlukan. Sehingga mereka mampu melewati masa transisinya dengan selamat.

MENGENAL JATI DIRI REMAJA 

Sebagian pendapat mengatakan Usia remaja berkisar antara usia 13- 25, namun yang paling disepakati para ahli psikolog berkisar antara usia 13- 21 tahun. 

Dari kondisi fisik, remaja memiliki tubuh yang indah bak bunga yang sedang mekar, kesehatan dan daya tahan tubuh yang prima. 

Mereka cenderung lebih tahan terhadap cuaca buruk. Menurut penelitian para medis sakit atau angka meninggal di kalangan remaja relatif lebih kecil dibanding orangtua. 

Masa remaja sesungguhnya masa yang tepat untuk mengukir prestasi. Karena pada masa ini peluang, kesempatan masih terbentang luas, selama ia bisa memanfaatkan waktu dengan baik. 

Masa remaja adalah masa paling indah dan paling berkesan, banyak pengalaman berarti yang dialami, banyak peristiwa yang sulit untuk dilupakan terbayang masa-masa indah penuh kenangan, berlanjut hingga acara reuni tiba. 

Rasanya ingin kembali menikmati masa-masa indah, namun mereka sadar harus segera mempersiapkan masa depan yang sarat tantangan. 

Fase ini merupakan fase perkembangan individu yang sangat penting, masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. 

Remaja tidak bisa dikatakan kanak-kanak, tapi belum cukup dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang sesuai dengan dirinya, yang dilakukan dengan coba-coba meski melalui banyak kesalahan. 

Hal ini sering menimbulkan kekhawatiran orangtua juga lingkungan sekitar. Jiwa remaja yang bergelora, ingin mendobrak segala kebokbrokan, menendang semua kepincangan, mengusir segala kemunafikan. 

Tak sabar menunggu apa yang harus dimusyawarahkan, agresif menghendaki gerak cepat, sehingga orangtua yang tidak memahami karakter remaja menganggapnya tidak punya etika.

Masa remaja adalah masa yang bergejolak, masa di mana seseorang sedang mencari jati diri secara utuh. Namun dalam pencariannya seringkali mereka terjerumus, karena tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh, dengan siapa, sebab apa bahkan dengan alasan yang tidak logis. 

Terkadang mereka lebih percaya kepada teman dari pada orangtua, mereka lebih care kepada orang yang memberi perhatian lebih walau baru dikenal, padahal mereka lebih sering tertipu dan terpedaya dengan janji-janji palsu. Sayangnya mereka tidak sadar meski sering diingatkan orang-orang yang menyayangi mereka dengan sepenuh hati.

Kontrol diri yang lemah, kondisi emosi yang belum stabil, jiwa yang masih labil membuat mereka mudah terpengaruh hal negatif. 

Mereka sedang mencari pola hidup yang sesuai dengan dirinya, yang dilakukan dengan coba-coba meski melalui banyak kesalahan. 

Hal ini sering menimbulkan kekhawatiran orangtua dan lingkungan sekitar. Istilah galau seringkali dialami remaja, karena masa remaja adalah masa pertumbuhan menuju dewasa, di mana mereka tengah mencari jati diri.

Peralihan dari masa kecil menuju dewasa, seringkali memunculkan perasaaan hampa, kebingunan mencari identitas diri yang sebenarnya. Remaja ingin tahu apa kekurangan dan kelebihan dirinya, apa yang terbaik untuk masa depan mereka. 

Adakalanya mereka menginginkan sesuatu namun tidak terpenuhi, hal ini membuat mereka gelisah dan putus asa. Hal ini seringkali menjadi pemicu munculnya perilaku yang menyimpang.

Berikut sikap orangtua yang dapat memupuk pertumbuhan dan kreativitas anak termasuk anak yang memasuki masa puber, disarikan dari "Kreativitas Sepanjang Masa oleh Prof. DR.SC Utami Munandar", di antaranya:

1. Orangtua yang memberi perhatian dan kasih sayang

Kasih sayang merupakan kebutuhan jiwa yang paling pokok dalam hidup manusia. Tanpa kasih sayang seseorang akan mengalami kesulitan menjalani kehidupan ini. 

Tidak ada seorang pun yang merasa senang dibenci orang lain. Setiap orang ingin disayangi baik oleh orangtua, keluarga, teman dan setiap orang yang dikenalnya. Apabila seseorang merasa tidak disenangi, maka ia pun merasa sedih dan gelisah.

Begitu pun dengan anak remaja, cinta merupakan bagian integral dari kebutuhan mental. 

Kenyataannya, dasar dari pertumbuhan anak dan kebahagiaannya sangat ditentukan atas cinta dan kasih sayang. 

Kasih sayang mampu membuat anak remaja menjadi optimis, berbaik hati dan memiliki keyakinan diri. Sebagaimana yang dikemukakan Mahjubah Magazine: 

"Anak yang mendapat cinta orangtua memiliki hati dan jiwa yang bahagia. Ia tidak merasa kehilangan atau perlu memberontak. Ia akan bersifat optimis, berbaik hati, dan memiliki keyakinan diri. Singkatnya, ia menjadi manusia yang normal tanpa beban psikologis. Oleh karena dirinya sendiri telah merasakan kebaikan, maka ia juga siap menawarkan kabaikan itu kepada orang lain."

Menurut pandangan psikolog, dampak kurangnya kasih sayang, sangat rentan terjadi pada anak yang berusia sekitar 2 tahun. Pada usia ini masa traumatis anak yang merasa diabaikan orangtuanya akan membekas hingga dewasa. 

Anak-anak yang kebutuhan emosinya tidak terpenuhi akibat problem kasih sayang, berpotensi mengalami masalah intelektual, emosional dan moral di kemudian hari. 

Selain itu akan muncul dampak negatif anak kurang kasih sayang, di antaranya mengalami kesulitan belajar, sulit mengendalikan emosi, hal ini disebabkan karena dorongan kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi, membuat anak sulit menemukan kepuasan atas perlakuan yang diterimanya, meski bersifat positif. Gangguan berbicara, serta gangguan pola makan. 

Munculnya konsep diri yang negatif dan sulit membedakan perbuatan mana yang baik dan mana buruk. Sehingga tidak sedikit muncul sikap negatif, seperti berbohong, mencuri, merusak dan menyakiti.

Di sinilah pentingnya sikap orangtua membangun interaksi, komunikasi yang didasarkan kasih sayang. 

Pendekatan yang didasarkan kasih sayang akan menciptakan hubungan harmonis antara orangtua dan anak remaja. 

Pendekatan kasih sayang, akan menyentuh langsung perasaan anak, sehingga tercipta suasana menyenangkan bagi kedua belah pihak.

2. Orangtua memahami keinginan dan kebutuhan anak

Pernahkah bapak ibu menghadapi anak yang sulit diatur dan malas belajar? Ya, setiap orangtua pasti pernah mengalami. Memaksa anak mengikuti keinginan orang tua, bukan solusi yang tepat. 

Memahami kebutuhan anak menjadi salah satu prioritas bagi orangtua. Setiap orangtua ingin selalu memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. 

Namun, umumnya orangtua tidak menyadari bahwa pola asuh yang mereka terapkan kepada anak belum tepat. Hal ini menyebabkan niat baik yang orangtua lakukan berdampak buruk bagi anak.

Contohnya, saat orangtua mengharapkan anak rajin belajar, tetapi anak belum memiliki keinginan sendiri untuk belajar. 

Situasi ini akan menimbulkan ketidak sesuaian antara anak dan keinginan orangtua.

Ada kebutuhan anak yang sangat mendasar, yaitu bermain. Berdasarkan konvensi PBB tahun 1989 mengenai hak anak, bermain merupakan hak anak. 

Bermain merupakan kebutuhan dasar anak usia dini yang dapat meningkatkan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik. 

Saat orangtua membimbing anak melakukan proses belajar, maka lakukan dengan cara yang menyenangkan. Sehingga anak merasa bahwa mereka sedang bermain bukan sedang belajar. 

Ketika orangtua memberikan contoh bahwa belajar itu mengasyikkan dan menyenangkan, maka akan tertanam semangat belajar dalam diri anak. 

Dampaknya kemampuan anak lebih meningkat, anak menjadi mandiri, optimis, dan senang belajar. Mari kita memahami kebutuhan anak agar anak kita tumbuh dan berkembang dengan karakter yang baik.

3. Orangtua lebih banyak mendengarkan dengan baik

Keinginan untuk didengar adalah sifat alamiah anak. Sayangnya sedikit sekali orangtua yang mau menyisihkan waktu untuk duduk bersama anak mendengar kisah mereka. 

Seorang anak dengan dunia bermain mereka, menyimpan begitu banyak momen. Di mana mereka sangat antusias menceritakan kepada orang-orang terdekat. 

Dalam kondisi ini orangtua punya andil besar mendengarkan cerita mereka sehingga mereka merasa dihargai. Orangtua hendaknya mau menjadi pendengar yang baik tanpa memotong pembicaraan anak. Ini adalah momen penting dalam mendidik anak menjadi pendengar yang baik dengan memberi contoh. 

Jadi orangtua tidak egois, hanya ingin di dengar tapi tidak mau mendengar. Perlu dipahami bahwa anak lebih banyak belajar dengan melihat dari pada mendengar. 

Maka pendidikan yang terbaik bagi anak anak adalah melalui contoh dan keteladanan. Orangtua yang mau mendengar dengan baik tanpa memotong pembicaraan, membuat anak belajar menghargai pendapat orang lain. 

Sayangnya banyak orangtua yang menganggap sepele hal ini karena kesibukan mereka. Padahal pada fase inilah nilai moral lebih mudah diajarkan. 

Menurut penelitian ketika anak-anak memiliki masalah mereka lebih memilih curhat dengan teman, Facebook, dibanding curhat kepada orangtua.

Ini adalah dampak sikap orangtua yang tidak suka mendengar anak dengan baik, alhasil anak lebih memilih teman sebagai tempat curhat yang nyaman atas masalah yang mereka hadapi dari pada ayah ibu. 

Lagi-lagi dalam hal ini anak gagal mendapat pendidikan di rumah dan justru belajar di luar rumah. 

Di sinilah orangtua harusnya menjadi sahabat yang baik bagi anak dengan menjadi pendengar yang baik bagi anak yang sedang mencari jati diri.

4. Orangtua yang berdialog dengan anak

Menjadi orangtua memang tidak mudah. Cara kita berhubungan dan berkomunikasi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak, termasuk fisik dan mentalnya. 

Salah satu hal yang dapat menunjang adalah komunikasi dengan anak. Komunikasi merupakan dasar orangtua bisa membangun hubungan. Komunikasi yang buruk membuat hubungan orangtua dan anak menjadi buruk.

Untuk mengetahui perkembangan anak, bisa dilihat dari komunikasi orangtua dan anak yang terbangun sejak kecil, bahkan sejak lahir. Mungkin, orangtua tidak menyadari hal ini. 

Komunikasi dengan anak merupakan hal sederhana dan mudah dilakukan, tapi memiliki manfaat yang besar terhadap perkembangan anak. 

Membangun komunikasi positif dengan anak sangat membantu mengembangkan kepercayaan diri, di mana anak merasa berharga, membangun konsep diri positif dan membantu anak menjalin hubungan dengan orang lain. 

Seringkali kita melihat seorang anak yang pemalu di depan umum, hal ini salah satunya akibat komunikasi orangtua dengan anak tidak terjalin dengan baik.

Komunikasi yang terjalin dengan baik juga dapat menciptakan hubungan anak dan orangtua lebih menyenangkan. 

Sebaliknya, komunikasi yang buruk dapat membuat anak tidak menghormati orangtuanya dan menumbuhkan perasaan tidak berharga. Komunikasi yang baik, dapat mempererat hubungan keduanya. 

Sehingga membantu orangtua memahami perkembangan anak-anaknya yang berbeda-beda di tiap usianya. Dengan komunikasi, orangtua dapat mengetahui seperti apa anak mereka, kegiatan apa yang disenangi dan tidak disenangi.

Beberapa psikolog menemukan bahwa anak yang menjalin komunikasi baik dengan orangtuanya memiliki risiko lebih rendah melakukan hal-hal buruk, seperti merokok, narkoba, minum-minuman alkohol, penyimpangan seksual, serta kekerasan. 

Jadi, temukan pola komunikasi yang baik dengan anak, yaitu komunikasi yang membuat mereka nyaman dekat bersama orangtua.

Membangun komunikasi efektif dengan anak tidak hanya berbicara satu arah (monolog), tapi orangtua mau mendengarkan anak. Orang tua mau menjadi pendengar yang baik tidak hanya pandai memberi wejangan. 

Dialog bukan monolog, yaitu komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Kemampuan mendengarkan sangat penting membangun komunikasi yang efektif. 

Berikut beberapa langkah dalam membangun komunikasi efektif dengan anak, di antarnya:

Luangkan waktu untuk berbicara dan mendengarkan anak serta memperhatikan apa yang anak bicarakan. 

Usahakan Anda fokus mendengarkan anak, tidak sambil nonton televisi atau memegang HP. Hal ini dapat mengajarkan kepada anak bagaimana menjadi pendengar yang baik.

Mendorong anak untuk mengungkapkan ide-ide maupun opininya terhadap suatu hal. Biarkan anak bertanya apa pun kepada Anda dan sebisa mungkin beri anak jawaban yang baik. Ini merupakan salah satu bentuk komunikasi positif antar orangtua dan anak.

Posisikan diri sebagai taman atau sahabat. Jalin komunikasi dengan mereka layaknya teman mereka. Karena anak seusia itu membutuhkan teman berkomunikasi dan tempat curhat. Jika anak sudah merasa nyaman berkomunikasi dengan orangtua, maka anak akan lebih terbuka.

Ciptakan komunikasi sportif, penyemangat bukan melemahkan. Setiap anak pasti punya kesalahan, dalam kondisi ini orangtua bukan sebagai pihak yang menyalahkan, tetapi sebagai penyemangat agar anak bisa bangkit dan memperbaiki kesalahannya. 

Ada satu cerita, seorang anak mengadu pada bapaknya: 

"Maaf pak, nilai saya di sekolah 4," kata anak.

Bapaknya menjawab, "Hah....4? Hebat dong. Dulu bapak 2, bapak malu, tapi setelah itu bapak jadi rajin belajar, berusaha belajar dan terus belajar, eh setelah itu bapak jadi bintang kelas, ayo bangkit!"

Terbuka dan suka dikoreksi. Sebagai orangtua tak perlu malu mengakui kesalahan atau kekurangan diri. Tak perlu  gengsi belajar dari anak, jika mereka memiliki ilmu yang tidak kita ketahui.

5. Orangtua senang menjawab pertanyaan anak

Seiring perkembangan otak anak yang pesat, anak-anak pada usia 2 sampai 7 tahun memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Jangan heran kalau pada masa itu anak-anak banyak bertanya tentang segala hal. 

Sayangnya, banyak orangtua yang bersikap acuh dengan pertanyaan anak. Ibu sering dibuat pusing dengan banyaknya pertanyaan sehingga menyuruh anak untuk diam.

Padahal seharusnya orangtua curiga jika anaknya tidak suka bertanya, kata Avin Yusro, psikolog anak dari Rumah Perlindungan Sosial Anak, Kementerian Sosial Republik Indonesia, saat ditemui di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. 

Avin mengingatkan, "Jangan abaikan pertanyaan anak yang bertubi-tubi, berikan jawaban bahkan ketika Anda tidak tahu. Ketika orangtua tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan anak-anaknya, mintalah waktu kepada anak untuk mencari tahu. Dengan begitu, anak juga akan belajar bahwa ibunya berusaha untuk dia. Jika anak bertanya pada orang lain, justru bisa merugikan anak."

Kerugian tersebut di antaranya anak tidak akan berani bertanya dan seringkali bersikap defensif atau tidak mau bercerita pada orangtuanya sendiri, bahkan ketika ditanya, yang lebih berbahaya, Avin menuturkan, jika anak bertanya pada orang yang salah.

6. Orangtua terbuka atas pendapat dan gagasan anak

Pernahkah Anda menanyakan kepada anak-anak, "Hari ini enaknya masak apa ya?" Atau "Mau kita apakan buku bekas ini ?" Atau "Bagusnya meja belajar ini diletakkan di mana ya " Atau "Bagaimana kalau rumah kita dicat biru?"

Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu jarang kita lontarkan. Alasannya, kita merasa tidak perlu karena semua keputusan ada di tangan orangtua.

Orangtua berpikir untuk apa ditanyakan kepada anak yang masih kecil, anak-anak belum bisa berpikir dan belum bisa memberi solusi. Anggapan demikan keliru, orangtua perlu menyadari bahwa anak-anak sesungguhnya merupakan manusia pembelajar. 

Betapa bermaknanya pertanyaan itu bagi anak. Meski solusi tidak diperoleh dari anak, namun di balik itu kita memberi pembelajaran bermakna dalam pertumbuhan jiwa anak.

Dengan bertanya, berarti kita mengajak anak berkomunikasi, diskusi dan musyawarah yang kelak akan bermanfaat bagi kehidupan. 

Pertanyaan yang dilontarkan kepada anak akan merangsang kreatifitas berpikir menyelesaikan masalah. anak juga akan merasa dihargai. 

Mengajak anak diskusi dalam hal sepele, sangat bermanfaat bagi anak langsung maupun tidak langsung. 

Berikut beberapa manfaat orangtua mengajak diskusi kepada anak, di antaranya: 

Pertama, mereka merasa tidak dianganggap anak kecil yang belum bisa diajak memecahkan masalah. 

Mereka akan belajar memecahkan persoalan yang dihadapi, sekecil apapun keterlibatan. Karena ada kalanya pendapat mereka menjadi inspirasi dan solusi.

Kedua, anak merasa dihargai. Jika selama ini kita tidak pernah mengajak diskusi, artinya kita tidak mengakui eksistensi anak. Keberadaan anak di rumah hanya dianggap pelengkap. 

Mereka tidak memiliki hak untuk ikut berpikir dalam keluarga. Bahkan keberadaan mereka dianggap pengganggu ketenangan. Jika hal ini terjadi, maka sikap menghargai anak menjadi tak ada.

Ketiga, mengajari mereka belajar demokrasi. Belajar demokrasi tidak hanya dilakukan di sekolah, namun perlu dilakukan di rumah. Dengan demikian anak akan bisa menghargai pendapat orang lain sejak dini. Mereka bisa menerima pendapat orang lain dan bersikap terbuka.

Keempat, mengajarkan kepada mereka berfikir kreatif memecahkan masalah. Meski pemikiran yang disampaikan anak  sangat sederhana, yang penting adalah kemauan anak berkreasi mengatasi masalah. Jika anak terbiasa mengatasi masalah, kelak mereka terbiasa mengatasi masalah dalam hidupannya.

Kelima, mengajak anak-anak belajar mencari dan menemukan gagasan. Gagasan sekecil apapun akan bermanfaat bagi dirinya dalam kehidupannya kelak. Semakin banyak anak menemukan gagasan, semakin kreatif ia menemukan solusi.

Keenam, melatih anak berani berpendapat. Banyak anak yang hingga dewasa tidak berani menyampaikan gagasan. Bahkan ketika mereka diminta pendapat, mereka akan bungkam dan menolak. 

Sayang sekali banyak ide tidak disampaikan, terhambat sikap tidak berani. Salah satu penyebabnya adalah karena pola asuh orangtua di waktu kecil, tidak dibiasakan menyampaikan pendapat. Dengan mengajak diskusi, maka kita melatih anak berani mengajukan pendapat.

Ketujuh, menumbuhkan rasa percaya diri. Ia diberi kesempatan untuk berpikir dan mengeluarkan gagasan dengan berani. Sesederhana apapun gagasan mereka harus ditampung orangtua.

Kedelapan, memberi penghargaan atas pendapat mereka adalah hal yang sangat penting. 

Dengan pengharagaan itu, percaya diri anak tumbuh, sehingga saat mereka menghadapi hal yang sama, mereka akan berani menyampaikan pendapat.

7. Orangtua mendorong anak mengungkapkan pikiran dan perasaan, secara lisan, tulisan atau media lain

Komunikasi adalah kunci hubungan harmonis antara orangtua dengan anak. Keluarga harus memiliki waktu cukup untuk berbincang-bincang dan mengembangkan keterbukaan. 

Pada masa remaja terkadang, komunikasi dengan orangtua mulai berkurang. Remaja tidak lagi banyak komunikasi seperti sebelumnyz. 

Kurangnya komunikasi orangtua dan remaja disebabkan beberapa hal, seperti orangtua yang sibuk dengan pekerjaan s, atau orangtua yang tinggal di luar kota untuk waktu yang lama karena tugas dan pekerjaan.

Ketika remaja mengungkapkan keinginan, sebetulnya ada keinginan untuk berbicang-bincang dengan orangtua dan mereka berharap orangtua bisa mendengarkan dengan simpatik. 

Pada usia remaja, banyak sekali ide-ide tentang kehidupannya, tentang hobbi, teman-temannya, sekolahnya dan lainnya.

Hubungan orangtua pada masa remaja sangat penting. Menurut Newman dalam (Rice,1999), "Remaja menginginkan perhatian orangtua, mendengarkan dan berusaha mengerti remaja, menerima apa adanya, memperlakukan remaja sebagai orang dewasa dan yang paling penting adalah menjadi teladan bagi remaja".

8. Orangtua banyak memberi dukungan bukan hukuman

Keberhasilan pendidikan merupakan dambaan semua pihak, baik orangtua maupun guru. Dalam mendidik anak, seorang pendidik dan orangtua, sebaiknya lebih mengutamakan memberi penghargaan (Reward) dari pada hukuman. 

Riset membuktikan ternyata pemberian reward kepada anak saat melakukan kebaikan, itu jauh lebih efektif dibanding dengan pemberian hukuman ketika melakukan kesalahan. Terbukti bahwa penghargaan dapat meningkatkan dorongan dan motivasi belajar.

Hukuman sebaiknya lebih dihindari, kalaupun diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan dan cara-cara yang dibenarkan. Pemberian hukuman selain dapat meninggalkan pengaruh buruk terhadap psikologi anak, juga dapat menghambat perkembangan belajar. 

Pemberian hukuman dapat mengubur optimisme dan kepercayaan diri, mematahkan semangat dan menjadikan anak menjadi down. 

Bisa kita saksikan, banyak anak yang pada akhirnya mogok sekolah, tidak mau sekolah, setelah mereka menyaksikan pemandangan kekerasan yang dilakukan guru di sekolah.

Lebih dari itu, mereka akan berani memanggil nama guru yang kasar dengan sebutan yang buruk, misalnya 'guru kiler", sebuah panggilan penghinaan sebagai ekspresi kekesalan kepada guru yang kasar. Maka langkah efektif dalam mendidik anak adalah dengan mengutamakan penghargaan, dari pada hukuman. 

Dalam hal ini Syaikh ibnu malik dalam kitab karyanya 'Alfiyah Ibnu Malik' ada satu bab yaitu Bab Targhib & Tarhib, di mana kata "arghib" mendahului kalimat " Tarhib ", kalau kita terjemahkan bebas, mengandung arti bahwa pememberian reward (penghargaan) lebih utama dari pemberian sanksi (hukuman).

Betapa tidak berimbang dalam mendidik anak menerapkan sanksi ketika anak melakukan kesalahan, tetapi tidak memberi penghargaan ketika anak melakukan kebaikan. 

Anak sesungghunya membutuhkan penghargaan sebagai dukungan terhadap hasil yang dicapai. Penghargaan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan menumbuhkan motivasi eksternal untuk lebih meningkatkan diri.

Reward adalah salah satu cara memberi dukungan kepada seseorang setelah melakukan kebaikan, sehingga orang yang menerimanya bersemangat mempertahankan, melanjutkan dan meningkatkan kebaikannya. 

Pengharagaan juga berarti suatu keterampilan memberi respon positif terhadap tingkah laku siswa sebagai penguat agar terus berlanjut dan diulang kembali. 

Demikian, semoga bermanfaat. Salam kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun