Mohon tunggu...
Endah Suyarini
Endah Suyarini Mohon Tunggu... Lainnya - Saya bekerja dari subuh hingga malam hari. Jabatan saya sebagai seorang istri dan ibu. Disebuah perusahaan rumah tangga.

Saya suka menulis dan membaca, terutama tentang gosip viral. Selain itu juga mengisi waktu dengan bermain brick blok dan merecoki anak yang sedang main. Paling suka lagi adalah rebahan. Sekedar menikmati kipas angin didaerah panas ini, sambil mendengarkan cerita horor lewat aplikasi merah, atau membaca novel-novel fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Baju Baru untuk Ibu

24 Maret 2024   20:33 Diperbarui: 24 Maret 2024   20:34 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awan menggantung mendungnya sore ini. Aku gegas menuju rumah sebelum hujan mengguyur tanah bumi.

Berlari kecil aku menuju tempat tinggalku. Sesekali bertegur sapa dengan orang yang aku kenal.

"Mau saya boncengkan Mbak Arum?" Seorang pemuda desa mendekatiku dengan sepeda motor maticnya.

"Tidak usah. Terimakasih. Sekalian olahraga sore." Tolakku karena sungkan dan enggan menjadi buah bibir warga kampung.

Aku membawa kantong plastik hitam ditangan. Senyum mengembang dibibirku selama perjalanan.

"Assalamualaikum." Aku mengucap salam, namun tidak ada yang menyahuti.

Pintu kudorong dan ternyata tidak terkunci. Kulangkahkan kaki berniat menemui ibu. Namun, kakiku berhenti dibalik bilik bambu yang menjadi dinding rumah kami. Terdengar celotehan adik bungsuku.

"Bu, lihat..lihat.." serunya pada Ibu yang ku intip sedang memilah daun singkong muda.

"Bagus tidak?" Pina adik perempuanku yang berusia enam tahun mematut dirinya dihadapan ibu. 

Gamis coklat yang warnanya sudah sedikit pudar, menutupi tubuh mungilnya.

"Bagus. Cantik." Puji Ibu yang usianya sudah berkepala empat. Bibirnya membentuk bulan sabit.

"Kata Mbak Arum, baju ini sekarang untukku. Aku punya baju baru untuk lebaran nanti." Dia menyebut namaku dan dengan gembiranya memutar-mutarkan tubuhnya.

Baju gamis itu adalah milikku sejak tiga tahun lalu. Ku gunakan hanya saat idul fitri. Pemberian Bapak, sebelum beliau pergi merantau kemudian tak pernah kembali tanpa kabar beritanya.

"Kata Mbak, kerudungnya sudah sobek. Jadi, tidak ada kerudung, tapi tidak apa. Aku punya kerudung ini. Cocok 'kan Bu?" Pina menunjuk pada kerudung putih yang dikenakannya, yang warnanya pun mulai berubah kekuningan.

Ibu tidak memberi komentar. Beliau hanya mengelus pucuk kepala Pina dan menciumnya takjim.

"Insyallah, nanti Pina bisa punya kerudung baru." Hiburnya.

Pina mengangguk."Lalu, baju baru Ibu mana? Apa Ibu akan memakai baju lama Ibu lagi?" Pina bertanya sendu.

"Apa Ibu mau baju baru?" Tanyanya.

"Ibu beri tahu,ya! Baju ibu selalu baru!" Ujar Ibu dengan senyum mengembang.

"Hah? Mana? Aku mau lihat." Rajuk Pina.

"Tutup dulu mata adek." Perintah Ibu yang dituruti oleh Pina. "Dengarkan Ibu!"

"Baju Ibu selalu baru setiap kali Mbak Arum dan Dek Pina shalat dan melantunkan ayat Al-Quran. Semakin baik Shalat dan mengaji kalian, semakin indah baju baru ibu. Semakin banyak hafalan kalian, semakin banyak juga baju baru Ibu."

"Bayangkan, baju baru Ibu adalah gamis berwarna putih dengan motif bunga dibawahnya. Sangat harum tercium setiap Ibu memakainya. Terimakasih untuk anak-anak Ibu yang sudah memberikan ibu baju baru." Ucap Ibu lembut.

Ibu lalu menghadiahi Pina kecupan dipipi kanan dan kirinya. 

"Ibu bersyukur punya kalian. Kalian adalah baju Ibu." Ucap Ibu.

Aku menarik nafas dalam. Menenangkan debaran jantungku sebelum keluar dari persembunyian.

"Assalamualaikum." Aku mengucap salam.

"Mbak Arum! Lihat! Kata Ibu aku cantik pakai baju ini." Pina berkata dengan bangga.

Aku mengangguk tanda setuju. 

"Sekarang adek mau kesurau dulu. Mengaji." Ujar Pina sambil melepaskan gamis yang dipakainya. Berganti dengan kaos lengan panjang dan rok panjang. Kerudung putihnya tadi tetap dikenakannya.

Aku menghampiri Ibu dan mencium punggung tangannya. 

"Ini." Aku menyodorkan plastik hitam yang kubawa tadi. "Untuk Ibu."

"Apa?" Ibu menerima dan membukanya. "Ini..." kalimatnya tidak dilanjutkan. Berganti bulir air mata mengalir dari netranya. 

Beliau memeluku erat. "Ibu merepotkan, Mbak Arum." Isaknya.

"Tidak, Bu. Aku justru minta maaf baru mampu membelikan Ibu baju diloakan abah Abong." Ucapku.

"Ini lebih dari cukup." Ibu lalu menjerang baju yang baru aku belikan itu.

"Seperti yang ibu bayangkan. Gamis putih dengan motif bunga." Senyum beliau merekah.

"Ini. Untuk beli beras dan lauk tempe." Aku menyerahkan lembaran lima puluh ribu sebanyak dua lembar.

Ibu menatapku tajam. Tidak banyak kata yang terucap selain pelukan. Dan ,ucapan syukur. "Alhamdulillah."

"Suatu hari nanti, aku belikan ibu baju ditoko." Janjiku.

Ibu mengangguk. "Suatu hari nanti, toko baju itu milikmu." Ucap Ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun