Mohon tunggu...
Endah Suyarini
Endah Suyarini Mohon Tunggu... Lainnya - Saya bekerja dari subuh hingga malam hari. Jabatan saya sebagai seorang istri dan ibu. Disebuah perusahaan rumah tangga.

Saya suka menulis dan membaca, terutama tentang gosip viral. Selain itu juga mengisi waktu dengan bermain brick blok dan merecoki anak yang sedang main. Paling suka lagi adalah rebahan. Sekedar menikmati kipas angin didaerah panas ini, sambil mendengarkan cerita horor lewat aplikasi merah, atau membaca novel-novel fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Itu Tuntas

26 Maret 2024   05:34 Diperbarui: 26 Maret 2024   05:38 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya, bulan dan bintang mengamini ucapanku. Karena seminggu kemudian akulah yang pergi mendului suamiku tercinta.

Aku melihatnya menangis tanpa suara. Air matanya terus mengalir, namun aku tidak dapat menghapusnya, apalagi memeluknya seperti biasanya ketika dia sedang sedih atau memiliki masalah.

Aku hanya bisa memandanginya.

Dua anak dan kelima cucu kami, setia menemaninya. Anak sulung kami menggantikaku memeluknya. Menghapus air matanya dan membisikan kata-kata penguat hati yang ternyata tidak mempan. Karena, suamiku masih saja menangis.

"Sayang, besok jemput aku. Aku tidak mau sendiri. Jemput aku." Lirihnya, didekat tubuhku yang terbaring kaku.

Keriput diwajahnya semakin ketara, setelah tubuhku ditelan tanah. Suamiku adalah yang terakhir pergi dari rumah baruku yang berukuran dua koma lima meter kali satu koma lima meter. Didampingi anak-anak dan para cucu.

Aku mengikutinya tanpa dia tahu. Ingin rasa berhambur memeluknya dan membisikan kata, "Terimakasih sudah menemaniku hingga akhir."

Aku, mengucapkan kata itu berualang kali, tapi sepertinya dia tidak mendengar. 

Dikasur tempat kami melepas lelah, dia memeluk fotoku. Membelai foto berbingkai itu yang menampilkan wajah kami yang sedang tersenyum bahagia.

Aku masih menemaninya hingga seminggu lamanya. Aku melihat perubahan pada tubuhnya. Wajahnya semakin terlihat tua. Sinar matanya semakin redup.

"Aku merindukanmu." Itu menjadi ritual sehari-harinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun