[caption caption="Kiat Menghadapi Perkembangan Anak"][/caption]
Kita mungkin pernah melihat orangtua marah-marah melihat anaknya yang tidak mau bicara saat ditanya oleh orang yang baru dikenalnya.
“Kok ga mau jawab sih?”
“bikin malu papah aja, segitu aja ga bisa jawab?” ungkap kemarahan seorang ayah atas ketidak-pede-an anaknya untuk menjawab pertanyaan teman ayahnya.
Cerita lain adalah saat anak yang batal tampil di panggung karena malu, hingga orangtuanya merasa jengkel dengan kelakuan anaknya. Atau, kita pernah juga melihat orangtua yang mencela anak yang salah mengancingkan baju:
“Ya ampuun kamu ini payah banget sih, pake baju gitu aja engga bisa!”
Kita juga sering melihat orangtua yang tidak sabaran melihat anaknya makan berantakan. Sang ibu segera mengambil peralatan makan, menyeka mulut anaknya, membersihkan lantai yang berantakan kemudian menyuapi anaknya sambil memarahinya:
“Kalau ga bisa makan sendiri jangan sok-sok an, jadi tumpah-tumpah makanannya, kamu bikin mubazir saja!”
Atau… Orangtua yang mencoba memberi kesempatan anaknya belajar makan sendiri, namun ibu tidak henti-hentinya mengelap mulut anaknya setiap kali sang anak selesai memasukan makanan ke mulutnya.
Orangtua seringkali tidak paham kondisi yang tepat kapan harus bersabar dan kapan harus segera bertindak membantu.
Padahal sikap-sikap tersebut memiliki pengaruh bagi perkembangan harga diri anak. Dengan dunia yang semakin maju dan berkembang pesat, kita pasti ingin memiliki anak-anak yang hebat bisa menguasai dunia, atau minimal anak-anak kita mampu eksis menjadi bagian dari angggota masyarakat dunia. Maka, langkah awalnya adalah bagaimana agar anak mampu menguasai dirinya sendiri, memahami dirinya sendiri, dan menghargai dirinya sendiri.
Sudah saatnya orangtua belajar melakukan yang terbaik bagi perkembangan buah hatinya. Karena faktor terbesar keberhasilan anak ada ditangan para orangtua. Seorang anak juga sama seperti manusia pada umumnya. Sama seperti orang dewasa, punya harga diri. Meskipun tentu saja (ada yang tetap harus diingat), jangan pernah jadikan anak seperti miniatur orang dewasa. Anak bukan orang dewasa.
Harga diri anak dibangun melalui interaksi dengan orang di sekelilingnya. Interaksi pertama dimulai dengan orang-orang terdekatnya seperti ayah dan ibu, kemudian keluarga besar, guru, teman sebaya dan masyarakat sekitar. Mereka semua turut berkontribusi terhadap proses pembentukan identitas diri dan harga diri anak.
Seorang psikolog, Erik Erikson menjelaskan proses pembentukan identitas diri melalui teori perkembangan psikososial. Menurut beliau ada 8 tahap pencapaian identitas diri. Dimulai sejak bayi baru dilahirkan hingga usia senja. Pembahasan kali ini khusus terkait dengan tahapan yang terjadi saat usia anak, yaitu tahap 1 sampai 4.
Setiap tahapan yang berhasil dilewati anak dengan baik akan terus terbawa dan mewarnai tahapan selanjutnya. Demikian juga seandainya tidak berhasil melalui tahapan sebelumnya maka akan berpengaruh dan memperberat usaha anak untuk meraih identitas diri maupun keberhargaan diri di tahap selanjutnya. Perlu dipahami bahwa anak tidak menuntut orangtua yang sempurna. Melainkan orang tua yang bisa memberikan keseimbangan dalam pengasuhan.