Mohon tunggu...
Ena Nurjanah
Ena Nurjanah Mohon Tunggu... -

Ena Nurjanah, S.Psi., M.Si Penulis Anak Indonesia Hebat (Official Facebook Page) www.anakindonesiahebat.com Penulis, Pengamat, Relawan, dan Pekerja Sosial bagi Anak dan Perempuan || Menggeluti dunia Psikologi, Perkembangan Anak, Perlindungan Anak & Perempuan, serta kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak juga Punya Harga Diri (Kiat Menghadapi Perkembangan Anak)

31 Maret 2016   10:12 Diperbarui: 31 Maret 2016   15:49 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak yang jarang mendapat kesuksesan karena terkendala sikap keras dari guru atau penolakan dari teman-temannya, akan mengembangkan sikap rendah diri dan tidak kompeten dalam usahanya.

Orang tua atau Guru yang bersikap pilih kasih pada anak atau murid akan sangat merugikan anak-anak yang terabaikan. Anak-anak tidak hanya menjadi kurang perhatian namun sikap pengabaian juga akan menurunkan harga diri mereka dihadapan saudara atau teman-temannya yang lain.

Perasaan rendah diri juga bisa muncul dari sikap diskriminasi, baik diskriminasi terhadap ras, gender, dan berbagai bentuk diskriminasi lainnya. Diskriminasi membuat anak meyakini bahwa kesuksesan lebih dikarenakan siapa kamu bukan karena seberapa besar perjuanganmu. Jika hal ini terjadi anakpun berpikir: “buat apa saya harus mencoba?”

Masa kanak-kanak adalah masa melakukan eksplorasi berbagai hal, jangan biarkan anak terpaku untuk produktif dalam satu hal saja karena hal tersebut mengabaikan hak mereka sebagai seorang anak. Anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan minatnya yang lebih luas. Mereka menjadi anak-anak tanpa kehidupan. Contohnya seperti: Artis cilik, atlit cilik, musisi cilik. Mereka memang anak-anak ajaib dari berbagai jenis keahlian. Kita semua sangat kagum dengan prestasi mereka, dengan jiwa industri yang mereka miliki, namun jika kita melihat lebih dekat, mereka berada dalam dunia yang kosong.

Kondisi ekstrem lain yaitu Inferiority kompleks, yaitu orang yang merasa jika sekali gagal maka selamanya tidak akan sukses. Ketika tidak bisa matematika, lebih baik bolos pelajaran matematika. Atau anak yang merasa dipermalukan saat olahraga, maka mereka tidak pernah mau lagi ikut kegiatan olahraga. Yang lebih parah adalah ketika anak tidak punya ketrampilan sosial (padahal ini ketrampilan yang paling penting dalam kehidupannya) membuatnya tidak pernah mau pergi ke ruang publik.

Yang terbaik dari semua itu adalah kondisi seimbang. Kemampuan industri yang luar biasa harus diimbangi dengan sedikit perasaan inferior untuk menjaga agar anak tetap memiliki sikap rendah hati (humble).

Akhir kata… Anak hebat bisa lahir dari manapun, selama ia bisa meraih potensi-potensi terbaiknya dirinya melalui sentuhan terbaik orang-orang disekelilingnya.

by. Ena Nurjanah, S.Psi., M.Si
"Anak Indonesia Hebat"
Lihat Lebih Lanjut di laman:
anakindonesiahebat.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun