Mohon tunggu...
Ena Nurjanah
Ena Nurjanah Mohon Tunggu... -

Ena Nurjanah, S.Psi., M.Si Penulis Anak Indonesia Hebat (Official Facebook Page) www.anakindonesiahebat.com Penulis, Pengamat, Relawan, dan Pekerja Sosial bagi Anak dan Perempuan || Menggeluti dunia Psikologi, Perkembangan Anak, Perlindungan Anak & Perempuan, serta kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak juga Punya Harga Diri (Kiat Menghadapi Perkembangan Anak)

31 Maret 2016   10:12 Diperbarui: 31 Maret 2016   15:49 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kiat Menghadapi Perkembangan Anak"][/caption]

Kita mungkin pernah melihat orangtua marah-marah melihat anaknya yang tidak mau bicara saat ditanya oleh orang yang baru dikenalnya.
“Kok ga mau jawab sih?”
“bikin malu papah aja, segitu aja ga bisa jawab?” ungkap kemarahan seorang ayah atas ketidak-pede-an anaknya untuk menjawab pertanyaan teman ayahnya.

Cerita lain adalah saat anak yang batal tampil di panggung karena malu, hingga orangtuanya merasa jengkel dengan kelakuan anaknya. Atau, kita pernah juga melihat orangtua yang mencela anak yang salah mengancingkan baju:
“Ya ampuun kamu ini payah banget sih, pake baju gitu aja engga bisa!”

Kita juga sering melihat orangtua yang tidak sabaran melihat anaknya makan berantakan. Sang ibu segera mengambil peralatan makan, menyeka mulut  anaknya, membersihkan lantai yang berantakan  kemudian menyuapi anaknya sambil memarahinya:
“Kalau  ga bisa makan sendiri jangan sok-sok an, jadi tumpah-tumpah makanannya, kamu bikin mubazir saja!”

Atau… Orangtua yang mencoba memberi kesempatan anaknya belajar makan sendiri, namun ibu tidak henti-hentinya mengelap mulut anaknya setiap kali sang anak selesai memasukan makanan ke mulutnya.

Orangtua seringkali tidak paham  kondisi yang tepat kapan harus bersabar dan kapan harus segera bertindak membantu.

Padahal sikap-sikap  tersebut memiliki pengaruh bagi perkembangan harga diri anak. Dengan dunia yang semakin maju dan berkembang pesat, kita pasti ingin memiliki anak-anak yang hebat bisa menguasai dunia, atau minimal anak-anak kita mampu eksis menjadi bagian dari angggota masyarakat dunia. Maka, langkah awalnya adalah bagaimana agar anak mampu menguasai dirinya sendiri, memahami dirinya sendiri, dan menghargai dirinya sendiri.

Sudah saatnya orangtua belajar melakukan yang terbaik bagi perkembangan buah hatinya. Karena faktor terbesar keberhasilan anak ada ditangan para orangtua. Seorang anak juga sama seperti manusia pada umumnya. Sama seperti orang dewasa, punya harga diri. Meskipun tentu saja (ada yang tetap harus diingat), jangan pernah jadikan anak seperti miniatur orang dewasa. Anak bukan orang dewasa.

Harga diri anak dibangun melalui interaksi dengan orang di sekelilingnya. Interaksi pertama dimulai dengan orang-orang terdekatnya seperti ayah dan ibu, kemudian keluarga besar, guru, teman sebaya dan masyarakat sekitar. Mereka semua turut berkontribusi terhadap proses pembentukan identitas diri dan harga diri anak.

Seorang  psikolog, Erik Erikson menjelaskan proses pembentukan identitas diri melalui teori perkembangan psikososial. Menurut beliau ada 8 tahap pencapaian identitas diri. Dimulai sejak  bayi baru dilahirkan hingga usia senja. Pembahasan kali ini  khusus terkait dengan tahapan yang terjadi saat usia anak, yaitu tahap 1 sampai 4.

Setiap tahapan yang berhasil dilewati anak dengan baik akan terus terbawa dan mewarnai tahapan selanjutnya. Demikian juga seandainya tidak berhasil melalui tahapan sebelumnya maka akan berpengaruh dan memperberat usaha anak untuk meraih identitas diri maupun keberhargaan diri di tahap selanjutnya. Perlu dipahami bahwa anak tidak menuntut orangtua yang sempurna. Melainkan orang tua yang bisa memberikan keseimbangan dalam pengasuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun