Jangan sampai pula anak tidak punya inisiatif sama sekali. Anak yang tidak punya inisiatif berarti anak itu mengalami inhibition (hambatan). Anak yang terhambat tidak akan mau mencoba karena tidak punya keberanian. Lebih baik tidak berbuat apa-apa supaya tidak ada masalah dan tidak ada perasaan bersalah.
Kondisi seimbang tercapai saat anak memiliki inisiatif yang cukup dan punya sedikit rasa bersalah. Sedikit rasa bersalah penting agar anak bisa berlatih mengontrol diri dan memiliki kesadaran diri.
Tahap Keempat “Industry vs Inferiority” (6 – 12 tahun)
Pada tahapan ini, selain orangtua, peran guru, teman sebaya, dan masyarakat sekitarnya cukup penting bagi perkembangan identitas diri anak.
Anak butuh diterima oleh teman sebayanya dan diakui kemampuannya oleh orang lain. Anak juga mulai mengembangkan perasaan bangga akan prestasi yang dimilikinya.
Pada tahapan ini anak sangat menyadari siapa dirinya. Mereka berusaha keras menjadi anak baik dan melakukan segala sesuatu dengan benar.
Mereka mulai terbiasa berbagi dan bekerjasama dengan teman. Anak mulai memahami konsep ruang dan waktu, lebih logis dan praktis. Mereka juga mulai mengerti hubungan sebab akibat.
Kemampuan anak yang sudah berhasil melampaui tahap sebelumnya nampak terlihat melalui permainan yang dilakukan bersama teman sebaya. Pada tahap ketiga, anak kurang memahami dan kurang peduli pada aturan permainan, bahkan aturan tersebut sering mereka ubah-ubah sendiri selama permainan berlangsung. Mereka jarang menyelesaikan permainannya, kecuali berakhir dengan keributan dan saling melempar mainan kearah lawannya.
Bagi anak yang berada dalam tahap keempat, mereka sangat menjunjung tinggi aturan. Mereka akan kecewa jika permainan tidak diakhiri dengan baik.
Pada tahap ini anak lebih berani mencoba dan berusaha menyelesaikan berbagai ketrampilan yang kompleks. Anak mulai belajar membaca, menulis, dan mendengar.
Anak yang mendapat dukungan dari orangtua dan guru akan mengembangkan perasaan kompeten. Namun, jika kurang mendapat dukungan dari orangtua, guru dan teman, anak menjadi ragu akan kemampuannya.
Saat ini, anak tidak lagi terfokus pada imajinasinya. Mereka harus bisa mengendalikan imajinasinya dan harus mulai mengedepankan pendidikan serta belajar berbagai ketrampilan sosial.