"Bisakah kita ngobrol di salah satu kafe dekat sini?" Dia bertanya dengan nada harap.
"Aku ingin pulang," kataku tanpa basa-basi.Â
"Please adinda. Aku ingin bicara denganmu," suaranya memelas.
Aku menimbang dalam hati. Mungkin tidak apa jika memenuhi permintaannya, asal tidak membuka luka lama.Â
Udara yang semula terik, mulai mendung. Entah darimana awan kelabu datang berbondong-bondong ke atas masjid biru dan sekitarnya. Walau begitu, kami tetap saja memilih sebuah kafe dan duduk di bawah tenda payung.Â
Sinta memesan makanan dan minuman. Raymond, tampak sedikit gelisah. Ia menelan ludah sebelum berbicara.
"Adinda, aku sengaja datang ke Istanbul ini untuk menemuimu. Aku mendapat kabar dari Rudi bahwa adinda sekarang tinggal di sini".
Aku terhenyak,"Untuk apa?"
Ia menghela nafas panjang. "Adinda perlu tahu, istriku sudah meninggal. Aku ingin hubungan kita kembali seperti dulu ".
"Apa?" Aku membelalak.
"Aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan adinda," bisiknya. Ia menunduk, tak berani menatap.Â