Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia, Wanita yang Selalu Berkaca

15 Mei 2020   14:32 Diperbarui: 15 Mei 2020   14:52 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah mengapa Dina tak bisa tidur lagi. Karena itu ia turun dari ranjang, mau ke kamar mandi. Tak sengaja ia melihat Menik sedang memandang dirinya sendiri di dalam kaca. Menik masih mengenakan mukena.

Dina tertarik untuk mengetahui mengapa Menik berkaca. Apalagi saat itu ruangan temaram karena hanya lampu balkon yang dinyalakan. Dalam keremangan Dina melihat Menik meneteskan air mata. 

Dengan penasaran, Dina mendekat ke pintu tanpa bersuara agar Menik tidak tahu jika sedang diawasi. Dina mendengar Menik berkata lirih sambil memandang ke dalam kaca.

"Ya, Allah yang Maha Pengampun. Ampunilah hamba." Bisik Menik. "Hamba adalah makhluk yang penuh dosa,"

"Setiap kali hamba melihat ke dalam diri ini, hamba teringat dosa-dosa yang telah dilakukan. Hamba tidak maksimal mengabdi kepada orang tua sampai Engkau memanggil mereka," air mata Menik semakin deras mengalir.

"Ya Allah, hamba masih saja suka mengeluh terhadap takdir Mu. Hamba masih suka berprasangka kepada orang lain, belum belum bisa maksimal membantu orang lain," rintih Menik.

"Bahkan sekarang hamba menyusahkan orang lain, menjadi tamu yang tak direncanakan, merepotkan dia. Kalau dia menjadi kesulitan, ampunilah hamba ya Allah, hamba tidak sengaja,"

Dina terharu mendengar rintihan Menik. Ya Allah, banyak teman yang berprasangka bahwa wanita ini senang berkaca karena narsis. Ternyata dia hanya ingin selalu melihat dosa-dosa dan kesalahan yang dilakukannya.

Tanpa sadar, Dina meneteskan air mata. Baru kali ini ia memiliki teman yang begitu takut untuk berbuat dosa. Sedangkan wanita-wanita yang lain tidak peduli. Dina merasa dirinya begitu kecil dibandingkan dengan Menik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun