Entah mengapa Dina tak bisa tidur lagi. Karena itu ia turun dari ranjang, mau ke kamar mandi. Tak sengaja ia melihat Menik sedang memandang dirinya sendiri di dalam kaca. Menik masih mengenakan mukena.
Dina tertarik untuk mengetahui mengapa Menik berkaca. Apalagi saat itu ruangan temaram karena hanya lampu balkon yang dinyalakan. Dalam keremangan Dina melihat Menik meneteskan air mata.Â
Dengan penasaran, Dina mendekat ke pintu tanpa bersuara agar Menik tidak tahu jika sedang diawasi. Dina mendengar Menik berkata lirih sambil memandang ke dalam kaca.
"Ya, Allah yang Maha Pengampun. Ampunilah hamba." Bisik Menik. "Hamba adalah makhluk yang penuh dosa,"
"Setiap kali hamba melihat ke dalam diri ini, hamba teringat dosa-dosa yang telah dilakukan. Hamba tidak maksimal mengabdi kepada orang tua sampai Engkau memanggil mereka," air mata Menik semakin deras mengalir.
"Ya Allah, hamba masih saja suka mengeluh terhadap takdir Mu. Hamba masih suka berprasangka kepada orang lain, belum belum bisa maksimal membantu orang lain," rintih Menik.
"Bahkan sekarang hamba menyusahkan orang lain, menjadi tamu yang tak direncanakan, merepotkan dia. Kalau dia menjadi kesulitan, ampunilah hamba ya Allah, hamba tidak sengaja,"
Dina terharu mendengar rintihan Menik. Ya Allah, banyak teman yang berprasangka bahwa wanita ini senang berkaca karena narsis. Ternyata dia hanya ingin selalu melihat dosa-dosa dan kesalahan yang dilakukannya.
Tanpa sadar, Dina meneteskan air mata. Baru kali ini ia memiliki teman yang begitu takut untuk berbuat dosa. Sedangkan wanita-wanita yang lain tidak peduli. Dina merasa dirinya begitu kecil dibandingkan dengan Menik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H