Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Kartini RTC) Ketika Kartini Menangis

20 April 2015   22:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa kamu tidak lihat, mereka meninggalkan anak-anak tanpa pengasuhan yang jelas. Anak-anak menjadi lebih nakal, suka tawuran, banyak yang terjebak narkoba dan minuman keras. Mereka menjadi liar dan tak terkendali," si nenek berkata panjang lebar dengan sesekali terisak.

"Maksud Mbah bagaimana? Saya tidak mengerti,"

"Banyak perempuan mengejar karir, tetapi melupakan tugas utama mendidik anak-anak. Mereka asyik mencari materi sampai lupa menjaga anak-anak."

"Bukankah mendidik anak adalah tugas berdua, ayah dan ibu?"

"Oh kamu tidak mengerti, Cu. Bagaimana pun ibu adalah tangan pertama yang mendidik anak. Ibu yang melahirkan, menyusui, mengajarinya berjalan. Seorang ibu lebih dekat kepada anak daripada seorang ayah. Kalau perempuan lebih suka keluar rumah, maka ia kehilangan banyak waktu untuk bersama-sama anak-anaknya. Nantinya anak-anak kurang perhatian dan mencari pelampiasan di luar rumah."

"Serba salah mbah, tuntutan hidup zaman modern membuat perempuan bekerja. Apalagi biaya hidup yang semakin tinggi. Jika si ibu tidak bekerja, perekonomian mereka menjadi sulit."

"Itu justru akibat dari suami yang lemah. Kalau mereka mampu memenuhi tanggungjawabnya sebagai pencari nafkah, tentu perempuan tidak harus bekerja keluar rumah. Coba kamu lihat perempuan-perempuan yang menjadi TKI di negeri asing. Mereka sudah meninggalkan anak-anaknya, lalu mendapat perlakuan buruk di rantau. Beban perempuan bertambah-tambah. Sementara sang suami hanya menanti kiriman istrinya. Kalau laki-laki yang bertanggungjawab, tidak akan membiarkan istrinya yang menopang keluarga. Dia yang harus kerja keras."

"Barangkali karena laki-laki susah mencari pekerjaan, Mbah."

"Omomg kosong. Itu hanya berlaku untuk lelaki yang lemah dan malas. Dia tidak kasihan kepada istri dan anak-anaknya.  Apapun bisa dikerjakan asal dia ulet, sabar dan pantang menyerah." kata si nenek dengan nada gusar.

"Tapi perempuan bekerja adalah emansipasi wanita yang dulu diperjuangkan oleh Ibu Kartini,"

"Mbah tidak pernah mengajarkan seperti itu. Mbah tidak pernah menganjurkan perempuan untuk meninggalkan anak-anaknya. Mbah dahulu menekankan agar perempuan Indonesia bisa menjalani pendidikan yang lebih tinggi agar tidak bisa dibodohi. Seorang ibu yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan menghasilkan anak-anak yang berkualitas karena dia bisa mengajarkan anak-anaknya lebih baik," tandas perempua tua itu berapi-api.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun