"Oh ... syukurlah!" Aku menghela napas lega.
"ngomong-ngomong, badan kamu berat juga, bayik," selorohnya sembari bergegas keluar kamar dengangan mengucapakan salam.
Aku menjawab salam sambil mengerutkan kening, seperti ada yang janggal denagan kata-kata Alif. Berat dan bayik.
 ''Aliiif!" Aku memukul guling seolah-olah memukul suamiku. Eh suami? Maksudnya temanku yang sedikit menyebalkan.
Untung kesadaranku segara pulih. Gegas aku mengambil air wudhu, kemudian berderap ke musala untuk berjamaah Subuh dengan Keyla dan Bu Merry. Kalau ketinggalan, nanti citraku akan jauh lebih buruk di mata mertua.
***
Sekitar jam enam pagi setelah sarapan, Alif pamit pergi ke kampus. Sebelum pergi dia mengulurkan tangan. Aku melirilik Bu merry yang seperti biasa kaku dan Keyla yang kelihatan baper. Kalau menolak apa kata mereka dan dunia? Dengan cepat aku mencium tangan Alif, lalu melepaskannya.
Keyla mencium tanganku sembari pamit pergi ke kampus. Dia berbisik agar aku bersabar menunggu di rumah, karena adiknya Alif itu akan segera pulang siang nanti.
 Pun dengan Bu Merry yang pamit dengan pakain kerjanya. Dilihat dari seragamnya aku memperkirakan beliau masih bekerja sebagai guru. Seperti yang pernah diceritakan Alif waktu kecil tentang pekerjaan bundanya.
Sekarang, tinggal aku sendiri di rumah berteman sepi tanpa ada yang menemani. Lebay dikit boleh, 'kan?
Setelah pekerjaan rumah beres, aku memilih untuk istirahat berbaring meluruskan otot-otot yang sedikit lelah. Aku menyandarkan punggung di kepala ranjang sambil memainkan ponsel. Ingin rasanya berselancar di dunia maya.Â