Keyla mengusap punggunggku, lalu mengurai pelukan. Dia mengusap air mataku.
"Teteh jangan nangis lagi ya! Nanti Keyla ikutan sedih."
"Maaf Teteh hanya terharu, mersa bersyukur bisa dipertemukan dengan orang-orang saleh dan salehah ."
"Kita belajar sama-sama ya Teh! Keyla juga masih banyak belajar. Nanti Teteh bisa belajar sama si Abang. Keyla juga banyak diajarin dia."
Aku mengaguk sembari tersenyum. Mana bisa belajar sama abangnya. Keyla mungkin enggak tahu kalau kakaknya itu selalu saja membercandaiku.
"Teteh tahu enggak, kalau si Abang itu dosen termuda di kampus. Dulu, sewaktu awal masuk dia dikira mahasiswa baru. Pas Ospek dia disuruh Push up oleh mahasiswa senior karena dianggap melanggar peraturan dengan tidak memakai papan nama. Si abang nurut saja. Kemudian mahasiswa senior itu menghukum dia lagi dengan menyuruh si Abang memberi hormat pada bendera. Si abang nurut lagi. Selesai dihukum, ketua panitia ospek memperkenalkan pada seluruh mahasiswa baru penyampai materi waktu itu yang tak lain adalah si Abang. Mahasiswa senior itu kaget luar biasa. Langsung menagis di hadapan si Abang dan memohon supaya jangan sampai dikeluarkan dari kampus." Keyla tertawa kecil.
"Terus mahasiswa senior tadi dikeluarkan tidak?" tanyaku penasaran.
"Enggak dong Teh, si Abang langsung memafkan dan tidak menceritakan kejadian itu pada orang lain selain Keyla," jelasnya sambil terkekeh.
Keyla terus bercerita tentang Alif dengan mata  berbinar dan bibir mengulum senyum. Aku hanya sesekali menimpali jika ada hal yang tak dimengerti atau yang ingin ditanyakan. Ceritanya mengalir sampai azan Isya berkumandang.
"Nanti jangan aneh ya Teh, si abang orangnya pelupa. Kalau naruh barang dia suka lupa. Aku pernah membantu nyari pulpen kesayangannya. Nyarinya cape sampe tiarap ke kolong meja. Tahunya, ketemunya di saku baju." Keyla mengakhiri ceritanya sambil tertawa kecil.
***
Selesai makan malam, aku membereskan piring dan gelas bekas makan dan membawanya ke dapur. Alif tersenyum mengucapkan terima kasih, sementara Bu Merry hanya memandangku sekilas. Beliau sepertinya irit senyum dan bicara.
Keyla mengambil piring dari tanganku, ketika aku hendak mencuci piring di westafel. "Udah Teh, Biar ini sama Keyla, Teteh istaraha aja. Pasti capek habis perjalanan jauh."
"Enggak apa-apa Teteh mah sudah biasa pekerjaan seperti ini." Aku tersenyum ke arah Keyla sembari melanjutkan mencuci piring."
Alif menghampiriku, lalu berkata, "Sudah belum sayang, nyuci piringnya?"
Uhuk!
Aku tersedak saliva sendiri, mendengar kata sayang yang diucapkan Alif. Dengan sigap Alif memberiku segelas air putih. Aku langsung meminumnya hingga tandas.
Alif memegang bahuku. "Jangan terburu-buru nyucinya. Aku nungguin kamu kok, di sini."