"Teteh pintar banget ngupasin nanasnya," pujinya.
"Teteh ini 'kan dari kampung sudah biasa ngupasin nanas," jawabku jujur.
Tanpa ragu Keyla mengambil nanas yang sudah ku potong-potong, kemudian mencicipinya.
"Manis Kak. Seger lagi," ucapnya sambil memejamkan mata.
"Iya manis, soalnya nanas si madu," jawabku senang melihat aksi Keyla.
Keyla mengajakku ke ruang tengah sembari membawa piring berisi nanas. Sebenarnya aku ingin menolak ajakan Keyla dan memilih kembali ke kamar untuk beristirahat. Namun, melihat antusias Keyla aku jadi tak enak hati, jika menolak ajakannya.
Lagi dada ini berdesir ketika berhadapan dengan Bu Merry. Entah mengapa rasanya kakiku tidak menapak di lantai.
"Abang, Bunda, cicipi nih nanasnya manis banget." Keyla meletakkan piring di meja dan mentunku duduk di sofa samping Alif.
Aku meremas ujung kerudung mencoba mengurangi kegugupan.
"Kalian sudah makan belum?" tanya Bu Merry membuka percakapan.
"S-sudah Bu, tadi di jalan," ucapku terbata.
"Hus! Kalau di jalan kita udah ketabrak dong!" kelakar Alif.